Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lelaki Tua yang Berjalan Bolak-balik ke Utara

23 Februari 2020   08:11 Diperbarui: 23 Februari 2020   08:05 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kakek buta berjalan menuju masjid menyusuri seutas tali. (Sumber gambar: https://jabar.tribunnews.com/)

Pak Engkus terlihat bolak-balik lewat depan pangkalan ojek. Menyusuri kios-kios dan tanah lapang, dan terus berjalan ke Utara. Kalau dihitung sekitar lima kali sehari. Padahal usianya sudah sepuh, berjalan terbungkuk-bungkuk, dan tampak kepayahan membawa badannya. Sementara matahari panas terik, angin bertiup kencang siang itu.

Orang-orang berkomentar di pangkalan ojek, mengapa tidak di rumah saja. Sementara orang-orang di kios prihatin mengapa tidak naik sepeda motor, setidaknya sepada onthel. Mau kemana sebenarnyua Pak tua itu? Ada keperluan penting apa hingga mau tersuruk-suruk begitu rupa?

Seorang pengojek bahkan mengamati jari-jari tangan Pak Engkus bergerak-gerak, seperti orang sedang menghitung, tapi menghitung apa? Menghitung kedipan mata, tarikan nafas, atau menghitung langkah?

*

Hidup ini memang penuh dengan hitung-hitungan. Apapun dihitung, dikalkulasi, dijumlahkan-dikurangi-dibagi-dikalikan, dan seterusnya. Berbagai perhitungan itu menggunakan ukuran-takaran maupun standar tertentu. Ada ukuran waktu, ukuran ruang, ukuran kecerdasan-kesuksesan-kemakmuran dan banyak lagi.

Yang paling banyak kita hitung terutama adalah umur, penghasilan atau gaji, pengeluaran dalam sebulan, dan hal-hal lain masalah sehari-hari.

Orang tidak mau berlaku "besar pasak daripada tiang", selain itu orang cenderung untuk terus menabung agar suatu ketika dapat mewujudkan impian membeli barang berharga, berwisata dan melakukan perjalanan jauh, melaksanakan ibadah haji atau umroh, membangun masjid, dan berbagai pemenuhan lainnya.

Dengan berhitung kita belajar mencari keseimbangan antara kepentingan duniawi dengan kebutuhan akhirat.  Pemahaman agama menasihatkan, orang yang mengejar duniawi saja hanya akan memperoleh apa yang dikejarnya. Sebaliknya orang yang mengejar akhirat akan memperoleh akhirat sekaligus duniawi.

Mengapa demikian? Sebab duniawi sifatnya relatif. Orang yang membanting tulang siang-malam dan akhirnya sukses menjadi orang kaya raya belum tentu lebih bahagia dibandingkan yang bekerja ala kadarnya dan memperoleh rezeki secukupnya agar bisa membayar kontrak rumah. Namun, ia bekerja dan berjuang keras untuk mendapatkan akhirat yang terbaik, yaitu surga.  

Contoh sederhana, pedagang jujur semata karena mengejar keakhiratan maka ia akan mudah dikenali dan menjadi langganan banyak orang. Sebab harga barang-barang yang dijualnya lebih rendah dibandingkan dari pedagang lain, produknya berkualitas terbaik, pelayanannya ramah.

Sementara itu untuk pedagang yang mengeruk keuntungan sebanyak-banyak sering tidak peduli terhadap kualitas produk,  mengecewakan pembeli, dan pelayanannya pun asal-asalan. 

Pedagang pertama menjadi contoh orang yang mengejar keakhiratan. Ia senang mendapatkan keuntungan sedikit asalkan pembeli puas. Sedangkan pedagang kedua mengejar keduniawian dengan berbagai cara.

Padahal seberapapun keuntungan dan harta-benda yang diperoleh di dunia ini, ibaratnya seluruh dunia dengan segala isinya digenggaman, tidak dapat untuk menebus harga keakhiratan. Oleh karena itu betapa merugi sikap pedagang kedua itu. 

*

Nyatalah hidup ini penuh dengan hitung-hitungan. Terlalu suntuk menghitung dunia akan kecewa. sebaliknya mereka yang sibuk menghitung-hitung akhirat insya Allah mendapatkannya, juga mendapatkan keuntungan dunia meski secukupnya saja.

Itu sebabnya tidak rugi orang yang terus melakukan hitung-hitungan terkait dengan ibadah, yaitu penghambahan umat kepada Sang Khalik. Ditambah lagi hitung-hitungan muamalah, yaitu amal-perbuatan kepada sesama manusia maupun sesama mahluk Allah. Untuk muamalah tidak perlu diungkit dan dipamerkan kepada siapapun. Cukup diri sendiri saja yang menghitung, lalu lupakan.

Dalam bahasa agama ada istilah dihisab, yaitu diperiksa secara sungguh-sungguh, dan perhitungan antara kebaikan dan keburukan.
Sumber

*

Pak Engkus mungkin pada waktu mudanya kurang berhitung, atau justru sejak muda sudah rajin berhitung. Pada masa tua pun ia tetap berhitung. Dan sebaik-baik orang hidup memang yang pandai berhitung, dan yang baik pada akhirnya. Orang menyebut itu sebagai husnul khatimah.

Mungkin saja pak Engkus pada masa lalu, masa kanak-kanak dan muda, terlalu mengejar dunia. Baru setelah tua mencari akhirat dengan sungguh-sungguh. Mungkin saja sejak balita sudah istiqomah di jalan Allah. semua harus bermuara pada akhir yang baik. Tidak tertipu oleh bujukan setan yang  terkutuk.  

Jadi meskipun terbungkuk-bungkuk dan tersuruk-suruk Pak Engkus tetap berjalan setiap hari lima kali. Bukan ke mana-mana, melainkan ke masjid. Untuk menunaikan salat berjamaah di masjid, ber'itikaf, berdzikir, bersolawat, bersilaturahim dengan jamaah lain, berbagi cerita hikmah, dan berinfak-sadakah.

Jemarinya yang terus menghitung mungkin menyukuri panjang usianya, menangisi masa lalu yang gelap, bersyukur masih diberi kesempatan bertobat, dan berharap akhir yang baik.

Pak Engkus mungkin gambaran ideal seperti yang kita ingin lakukan. Bagi setiap muslim dewasa yang belum terbiasa, atau masih bolong-bolong, salat berjamaah di masjid bercerminlah pada pada Engkus. Ia memakmurkan masjid, meramaikan jalan dari rumahnya ke masjid sehingga perkampungan atau kompleks perumahan tidak sepi dari aktivitas warganya.

Ia juga sedang berolahraga, menghirup udara segar pada pagi subuh, melemaskan otot-otot kaki dan seluruh tubuh, memasang semua indera dengan menyukuri segenap ciptaan Ilahi yang dijumpainya.

Itu saja. Semoga bermanfaat. Mohon maaf lebih dan kurangnya. Wassalam. *** Sekemirung, 23 Februari 2020 M / 29 Jumadil Akhir 1441 H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun