Sudah sangat lama ganja dijadikan tertuduh, lalu tersangka, dan akhirnya menjadi pesakitan. Setidaknya itu tergambar hingga kini dari para pengguna ganja, para pengedar, bahkan para petani ganja. Mereka melakukannya dengan sembunyi-sembunyi, suatu ketika tertangkap, dan dibui.
Zaman berganti, cara pandang orang pun berubah. Keadaan itu terjadi bukan hanya di sini, di negeri sendiri, tetapi juga di negeri-negeri lain. Memang ada sejumlah negara yang sejak lama melegalkan ganja, tetapi tak sedikit yang melarang. Yang melarang ini kemudian ada yang mulai mengubah pandangan.
Buruk dan Baik
Pandangan lama ganja hanya memberi efek buruk dan kecanduan. Kemudian berkembang pengakuan, ganja pun punya banyaki kegunaan secara medis.
Persoalannya sekarang, apakah negeri ini sebaiknya tetap melarang atau melegalkan peredaran-perdagangan dan budidaya ganja? Pertanyaan itu menjadi urgen sebab sebenarnya ganja punya potensi bisnis yang besar.
Kita punya Aceh yang bahkan semak-belukar pun tumbuh ganja secara liar. Belum lagi yang sengaja ditanam pada berpuluh-puluh hektar, bahkan ratus hektar. Yang terlacak petugas, maupun yang masih tersembunyi.
Bersamaan dengan itu selalu ada berita penangkapan kurir pembawa ganja dari Aceh ke berbagai daerah di Indonesia. Ukurannya bukan lagi gram atau kilogram, tetapi kuintal dan ton.
Bila dilegalkan --mengacu pengalaman negara lain yang sudah melegalkan- harga ganja akan turun. Dan bila sudah merasakan akibat buruknya (bila buka untuk kepentingan medis) tentu orang tidak akan sedemikian penasaran untuk menggunakannya.Â
Pertimbangan
Mempertimbangkan baik-buruk menjadi keharusan. Itu berarti pula menghitung-hitung manfaat dan mudaratnya. Menimbang jangka waktu dan tahapan yang harus dicermati sebelum pelegalan dilakukan.
Dengan kata lain, bila pun kelak ganja dilegalkan maka ada tahapan, ada aturan ketat, da nada evaluasi dalam periode tertentu untuk menjawab pertanyaan: dilanjutkan atau distop.
Di negara lain ada tiga alasan melegalkan ganja. Pertama, untuk rekreasi (sebagaimana alasan para perokok karena memberi sensasi pada para penghisapnya). Kedua, untuk kebutuhan medis. Ketiga, untuk budidaya.
Hal pertama yang harus dipertimbangkan tampaknya alasan kedua, yaitu untuk kebutuhan medis. Misalkan selama dua tahun pertama pemakaian ganja untuk keperluan medis dilegalkan. Lalu tahun ketiga, pelegalan budidaya. Sedangkan tahun kelima pelegalan untuk kebutuhan rekreasi, itupun dengan persyaratan yang ketat.
Persyaratannya antara lain batas kepemilikan untuk tiap orang, batas usia pemakai, larangan bagi orang dalam kondisi tertentu (hamil, menyusui, berpenyakit tertentu)
Efek Samping
Ganja, dinamai pula sebagai mariyuana, memiliki nama latin Cannabis Sativa. Ganja  kerap disebut tanaman ajaib. Di luar psikoaktif yang memberikan efek melayang, ganja mengandung zat-zat lain yang berguna bagi kepentingan medis.
Dengan kata lain, ganja untuk rekreasi mendatangkan kecanduan. Tetapi digunakan untuk medis, bermanfaat untuk menyembuhkan. Ganja memiliki efek analgesik (penghilang rasa sakit), sifat anti-spasmodik (menghilangkan kejang-kejang), anti-tremor, anti-inflamasi, dan lainnya.
Manfaat lain untuk pengobatan nyeri, arthritis (peradangan sendi), sirosis (peradangan dan fungsi buruk pada hati), mual, dan lainnya. Bahkan dapat digunakan untuk anti-biotik, anti-depresan, anti-psikotik, anti-oksidan, serta berefek menenangkan.
Namun, penggunaan ganja menimbulkan beberap aefek samping. Ganja secara khusus memengaruhi memori episodik penggunanya. Memori episodik adalah kemampuan otak untuk merencanakan sesuatu di masa depan. Sumber 1
Lapas, Ladang, Lahap
Lepas dari dampak buruknya, melegalkan penggunaan ganja akan banyak mengurangi penghuni lembaga pemasyarkatan (lapas). Biaya pengelolaan penjara yang sangat besar pun terpangkas. Dampak buruk ikutan dari kelebihan daya tamping rutan dan lapas berkuang.
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly menyatakan lebih dari 50 persen penghuni lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan) merupakan narpidana narkoba.
Tercatat jumlah penghuni lapas di Indonesia hingga pertengahan tahun lalu mencapai 256.273 orang. Karenanya Yasonna Laoly berharap persoalan narkoba dapat ditangani secara holistik, tidak hanya dari segi penegakan hukum. Â Sumber 2
Di Aceh mungkin yang paling gampang dan menjanjikan bertanam ganja. Namun, budidaya tanaman itu saat ini ilegal. Masuk akal petani di sana berani bertaruh nyawa untuk menanam. Tiap tahun puluhan hektar tanaman ganja siap panen di Aceh ditemukan petugas untuk dimusnahkan.
Temuan ladang ganja antara 2 hingga 5 hektar. Pernah ada temuan ladang ganaman ganja mencapai 9,9 hektar. Tanaman ganja itu berjenis hybrid, umur pendek, tinggi tanaman sekitar 80 cm. Sedangkan jenis biasa tinggi 2 meter baru siap panen. Sumber 3
Produsen ganja terbesar di tanah air yaitu Provinsi Aceh. Dulu masyarakat di sana punya tradisi melahap makanan yang menggunakan biji ganja sebagai pelengkap bumbu, sebagai pengganti penyedap.
Kini biji ganja jarang digunakan seiring dengan ketatnya hukum negara terhadap peredaran ganja. Sumber 4
Manfaat, Mudarat
Dengan pengawasan sangat ketat sebenarnya tidak masalah ganja menjadi komoditas ekspor. Seperti dilontarkan seorang anggota DPR Komisi VI Rafly Kande dari Fraksi PKS yang mengusulkan agar ganja jadi komoditas ekspor.
Namun, mesti dipastikan dulu bahwa kita tidak menjual barang haram. Artinya, penggunaannya memang untuk kepentingan medis. Bukan untuk urusan lain yang dilarang agama.
Dengan kata lain, dinilai dulu baik-baik manfaat dan mudaratnya, mana lebih besar.  Perlu proses panjang dan hati-hati. Membandingkan menfaat untuk medis, lalu untuk budidaya (termasuk ekspor di dalamnya, menambah devisa, membuka lapangan pekerjaan baru, memakmurkan petani), dan yang terakhir  membuka  peluang penggunaannya untuk rekreasi.
Untuk sampai pada tahap terakhir, yaitu ganja sebagai bentuk rekreasi, maka terlebih dahulu perlu diperketat peredaran dan penggunaan rokok. Sebab kegunaan ganja yang paling sederhana, yaitu sebagai campuran tembakau. Mereka yang bukan perokok kecil kemungkinan untuk mengunakan, apalagi kecanduan, Â ganja.
Sekali lagi, menimbang ulang manfaat dan mudarat ganja harus cermat. Perlu waktu panjang penuh kehati-hati.
Itu saja sekadar komentar dan tanggapan terkait pro-kontra legalisasi ganja. Lebih dan kurangnya mohon maaf. *** Sekemirung, 15 Februari 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H