Berita yang ditulis seorang jurnalis atau pewarta pada hakikatnya merupakan sebuah cerita. Di sana harus lengkap tersusun sebab-akibat, harus ada pelaku dan berbagai unsur berita lain. Terlebih juga harus ada logika yang utuh meski tidak sempurna.
Namun, untuk mendapatkannya tidak mudah, sering harus dengan usaha ekstra. Dan tidak boleh ada opini di sana. Berita merupakan fakta. Sedang opini merupakan bentuk tulisan lain -dari fakta-fakta yang ada- dan disampaikan dengan gaya dan cara yang berbeda pula.
Terkait dengan uang sebesar Rp 50 ribu yang banyak diperbincangan khalayak media massa, maupun warganet medsos, muncul pertanyaan untuk para jurnalis: bisa untuk beli apa uang sebesar itu?
*
Sempat viral sebuah peristiwa perlakuan  yang sangat keji seorang warga Kecamatan Rejoso, Kabupaten Ppasuruan, Jawa Timur, terhadap isterinya. Ia tega menjual isterinya  untuk dijadikan pemuas nafsu beberapa pria lain.
Pelanggannya 4 orang teman si suami bejat. Kejadiannya sejak setahun lalu, dan berulang beberapa kali. Alasannya sudah tak masuk akal.
Kapolres Pasuruan Kota AKBP Donny Alexander, Senin (10/2/2020), mengungkap alasan pelaku berinisal MSS (28) menjual istri kepada temannya. Warga Kecamatan Rejoso, Kabupaten Pasuruan tersebut menjual istrinya yang berinisial F (23) karena motif ekonomi dan ingin mencarikan sensasi seksual bagi isterinya.Â
Setiap korban melayani teman tersangka akan mendapatkan imbalan, dengan nominal Rp 50.000. Sumber 1
Apa yang diungkapkan media di atas semata berdasarkan pengakuan MMS, selaku tersangka. Pengakuan itu muncul dari pernyataan Polisi. Belum ada konfirmasi dari pihak F, si isteri, mengenai kebenaran pernyataan tersebut.
Bisa jadi semua pernyataan MSS hanya dalih dan alasan yang dibuat-buatnya sendiri. Sebab, seperti lebih lengkap diwartakan media, karena menolak kemauan suami maka F sempat dipukul suaminya. Hal lain, Â MSS selalu merekam adegan mesum isterinya. Bukan tidak mungkin MSS mengidap kelainan seksual.
Dalam kaitan ini agaknya pewarta kurang lengkap dan utuh saat mengejar keterangan dari pihak kepolisian maupun pelaku maupun korban (bila memungkinkan) untuk menghindari pernyataan yang sepihak dan tidak berimbang.Â