Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Candaan Pak Rus untuk Cucunya

5 Februari 2020   21:52 Diperbarui: 5 Februari 2020   23:24 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Waktu berjalan terus, dan masa berputar se arah jarum jam. Perasaan Pak Rus dengan statusnya sebagai kakek'pun tidak selalu sama.

Sementara itu Tio tampak semakin lucu. Balita itu terlalu ramah bila diajak ngobrol, selalu menyahuti dengan gumaman apa saja, seperti paham omongan orang dewasa. Tentu saja itu sangat menggemaskan layaknya bayi lain.

Sebaliknya lelaki tua itu merasa sama sekali tidak ada yang lucu. Ia justru tampak semakin kolokan, kekanak-kanakan, dan aneh-aneh. Entah apa penyebabnya. Tapi boleh jadi itu usaha kerasnya untuk mengimbangi kelucuan cucunya.

Kadang Pak Rus berpikir cucunya pastilah suka sekali mentertawakannya. Mengejek, alias mengolok-olok. Ejekannya tak terbendung pasti pada jenggot kelabu panjang, gigi somplak, kulit kisut, sorot mata suram, dan rambut gondrong warna kelabu merata dan keriting begitu rupa.

"Hei Tio, . . . . . , kamu jangan meledek, ya! Masih bayi usil amat, nakal, dan sok tahu. Ingat ya, dulu waktu kakek masih bayi enggak pakai nyinyir seperti kamu, tahu. . . . . . ?!" seru Pak Rus dengan mata dikejap-kejapkan, bibir monyong, berlagak marah.

Namun, tak urung ia menahan geli sendiri. Bayi enam bulan kok diajak ngomong, kalau bukan kakek kenthir ya memang kurang waras. . . hehehe.

Seperti banyak kakek lain, ia iseng saja. Tangan si bayi disangkutkan ke jenggotnya. Lalu bulat wajah si bayi meringis seperti kegelian. Kalau sudah bisa ngomong mungkin ia akan bilang begini: "Kambing tua kok suka ngobrol sendiri, ya?"

Seperti tahu kalau dirinya diomongin buruk, Pak Rus naik darah. "Ehh, apa kamu bilang? Aku kayak kambing tua? Kuwalat. Mau mencandai kakek, ya? Ngaca dulu, kamu kayak anak tikus. . . . . hehe!"

"Hahh? Kambing ketemu anak tikus? Seru, dong?"

"Belum pernah ada dongeng yang mempertemukan mereka. Pasti hebat kalau dibuat buku anak-anak. Judulnya 'Kambing Berkawan Anak Tikus'. Heboh 'kan?"

"Lebih seru dibandingkan dengan obrolan antara kakek jenggotan dengan bayi merah cucunya. Bikin orang-orang tertawa lantaran sama-sama punya gigi ompong dan bicara cadel. . . . hehehh!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun