Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berani Menghina, Berani Masuk Penjara

3 Februari 2020   20:52 Diperbarui: 3 Februari 2020   21:02 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
zikira dzatil si penghina, dan tri rismaharini yang dihina (surabaya.tribunnews.com)

Tentu saja pelaku lebih cantik dan muda dibandingkan Risma. Secara umur ia mestinya sangat hormat kepada yang lebih tua. Tampilannya Islami tapi akhlaknya memprihatinkan.

*

Tri Rismaharini bukan sosok sembarangan di Surabaya. Banyak orang tahu itu. Ia tidak sepadan untuk dibandingkan dengan kepala daerah lain yang sangat popular tapi tidak becus kerja. Rasa hormat dan dukungan penuh warga Surabaya didasari atas kinerja dan kerja keras Risma dalam memperjuangkan kota Surabaya hingga memiliki beberapa keunggulan.

Mungkin pelaku merasa geram karena tokoh yang diidolakannya tak cukup piawai menata kota. Dan itulah sebabnya, ditengah apresiasi dan pujian berbagai pihak kepada Risma, dimunculkan hinaan yang sarkas itu.

Facebook digunakannya sebagai sarana untuk menghina. Dan ia lupa ada undang-undang yang mengatur mengenai itu. Undang-undangan Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Penghinaannya bakal berujung pada proses hukum. Kalau saja ia tidak terbawa emosi dan kepicikan tentulah ia akan berpikir sangat panjang untuk menghina, siapapun yang dihinanya.

*

Ungkapan lama menyebutkan, nasi sudah menjadi bubur. Pikir dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna. Sekarang tinggal hadapi proses hukumnya dengan berani.

Tidak harus merengek minta belas kasihan, menangis, dan minta maaf. Tidak perlulah. Harus berani saja, seperti saat menghina dengan berani, maka segenap resikonya jalani saja dengan berani.

Bersikap gagah-berani tentu akan mendatangkan puja-puji bagi sesama yang kecanduan penghina. Yaitu mereka yang merasa dengan menghina akan naik harkat hidupnya, melambung harga diri-kebanggaan-kewibawaannya. Bersamaan dengan itu segenap kemenangan muncul di depan mata.  

Namun, bagi orang lain kasus ini kiranya menjadi pembelajaran bahwa kegemaran menghina itu bukan akhlak mulia. Perbuatan itu niscaya bukan timbul tiba-tiba saja, pasti sudah terpupuk lama.

Barangkali dulu benci dengan seseorang lalu menghina, sebelum itu marah dengan sefjumlah orang lalu menghina, sekarang iri-jengkel-malu-dengki dengan orang lain lalu menghina.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun