Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Mimpi Mas Burman (2)

3 Februari 2020   17:43 Diperbarui: 3 Februari 2020   17:55 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
lukiisan potret belum selesai | markmanson.net

Cerita sebelumnya: Mas Burman curhat kepada Mbak Rafika, tentang mimpinya yang aneh. Di situ ada Mpok Romilah yang coba memcaning obrolan untuk bahan gossip. Ke Udin malah dipameri rencananya untuk menambah isteri, menjadi empat.

*

Ahad pagi sepekan kemudian. Waktunya untuk menyehatkan badan dengan berolahraga. Mbak Rafika dan Mpok Romilah kompak mengenakan pakaian olahraga paling trendi. Cemerlang warnanya, ketat dan menyolok mata. Sepatu karet dan topi dengan warna senada, merah membara. Rambut dicat coklat dibiarkan berkibaran. Ditambah kacamata hitam. Keduanya berjalan cepat, anggun memutari pinggir lapangan sepakbola Jagalan yang dipenuhi orang-orang berkeringat.

Sementara itu di sudut lain Mas Burman dan Udin Akuarium berlari-lari kecil sambil menggerak-gerakkan lengan dan kaki penuh bersemanagat. Orang-orang makin sadar kesehatan, sadar kebugaran dan menjaga tubuh. Ada pula yang sekadar mejeng, cari kenalan baru, cari korban, atau cari jodoh.

Demikianlah, pada titik dan detik tertentu Mpok Romilah bersitatap dengan Mas Burman. Lalu entah mengapa mereka saling menyapa, cepika-cepiki, dan ngobrol banyak. Mbak Rafika berjalan jauh di depan. Pada menit ke lima belas Mpok Romilah menggandeng lengan Mas Burman, dan setengah menyeret mengajak ke pojok lapangan.

"Ada apa?" tanya Mas Burman dengan suara kebingungan.

"Jangan kaget ya, ini rahasiaku. Beberapa kali ini aku bermimpi menjadi laki-laki. Kayaknya aku bakal segera berubah jadi laki-laki. Apa pendapatmu, Mas Burman?" bisik Mpok Romilah di telinga Mas Burman dengan wajah serius.

Mas Burman tentu saja sangat kaget. Ternyata ada pula orang lain yang punya mimpi aneh tetapi kebalikan dengan mimpinya. Mimpi berubah kelamin. Ah, ya itu 'kan cuma mimpi. Sebuah kebetulan yang aneh sekali.

"Jangan-jangan kita berjodoh, Mas?" tanya Mpok Romilah.

Mas Burhan tidak menggeleng atau mengangguk. Tapi ia jengkel betul dengan Mbak Rafika. Pasti penjual nasi kuning itu telah membocorkan curhatannya tempo hari. Bagaimana mungkin Mpok Romilah sampai tahu, dan dengan gampang meniru-niru mimpinya?

"Bagaimana pendapatmu, Mas?" desak Mpok Romilah kembali menghampiri Mas Burhan setelah berlari memutari lapangan sampai  tiga putaran.

Mas Burman tertawa saja. "Kalau memang jodoh, biarlah dalam mimpi saja. Dalam kehidupan nyata kita tidak pernah ada ikatan apapun. Mohon maaf. . . . . !" ucapnya bercanda.

Suatu hari Mas Burman nekat berdandan perempuan, lalu naik motor keliling kota.

"Hai, Manis. . . .! Malam-malam begini naik motor. Mau ke mana, Dik? Kenapa tidak pindah ke mobilku, dan kita bersenang-senang di pantai. . . . . . !" seru seorang lelaki dari balik kaca mobil yang sengaja dibuka, dan memepet laju sepeda motor Mas Burman.

Ada beberapa lelaki lain yang juga menyalami, melambaikan tangan, menyapa, dan juga melontar gombalan. Mas Burman semakin yakin, seperti mimpinya,  ia lebih cocok menjadi perempuan. Malamitu Mas Burman tidur dengan busana perempuan, dari ujung rambut hingga ujung kaki, bahkan mengunakan make up dan lipstick serta berbagai wewangian.

*

Tiga bulan kemudian Mpok Romilah bergandengan mesra dengan Udin Akuarium. Keduanya berkunjung ke rumah Mas Burman untuk memberitahukan pernikahan mereka. Tidak ada pesta pernikahan. Hanya di ijab Kabul di masjid secara sederhana. Uang yang ada untuk membuat ruko. Rumah tinggal sekaligus toko akuarium.  

"Toko ke empat sudah kubuka, Mas Burhan. Mudah-mudahan Mpok Romilah mampu mengembangkan usaha akuarium di sana . . . . . . !"

"Ohh, isteri ke empat ya?"

"Ya, keempat, dan stop. Kalau nanti mampu buka cabang baru lagi giliran anak-anak yang mengelola. Dari tiga isteri sudah 9 anak kupunya. Isteri keempat ini entah berapa anak lagi bakal lahir."

"Tiga anak lagi. Jadi kelak total 12 anak. Dan jumlah toko akuarium menjadi. . . . . !"

Udin Akuarium tertawa saja. Banyak hal yang ingin diucapkannya kepada Mas Burman, tapi tidak. Ia memilih diam. Soal isteri, soal jodoh, dan soal rezeki, itu sudah diatur Allah.  jadi ungkapan apapun tentang itu akan terasa sebuah kesombongan bagi orang lain.

Mas Burman juga tidak mau berkomentar apapun. Hanya sebuah tanya masih mengganjal di hatinya. "Tapi ngomong-ngomong, selama ini kamu sering mimpi apa kok bisa seberuntung itu?" tanya Mas Burman dengan serius.

"Mimpi? Tidak. . . ., aku tidak perlu menceritakannya padamu. Malu. . . . !"

"Malu? Hanya soal mimpi, malu?"

Beberapa saat Udin Akuarium terdiam. Lalu tertawa. Ragu-ragu mau cerita atau tidak. Mpok Romilah sudah mengajak pulang. Ia tidak boleh lama-lama meninggalkan toko.

"Aku sering bermimpi tenggelam di dalam akuarium, lalu berubah menjadi ikan, dan ikan itu diterkam kucing, lalu si kucing lari kencang sekali. . . . , sampai aku terbangun saat adzan subuh terdengar dari masjid Al Muhtadin.. . . . !"

"Jadi malunya di mana?"

"Begitu bangun aku sering salah sebut nama isteriku. Dengan itu aku diusir untuk pergi ke rumah isteri yang lain. . . . !" ucap Udin Akurium dengan perasaan geli. "Tolong jangan cerita ke siapa-siapa, ya? Tolong. Ini rahasiaku. Mudah-mudah isteriku yang keempat ini tidak pernah mengusirku. Aku akan menyiasatinya dengan memanggil "sayang" saja. Semua isteri dengan panggilan "sayang". . . . .!"

Mpok Romilah yang dari tadi terdiam sudah tidak sabar untuk ikut bicara. Tapi suaminya sudah wanti-wanti, syarat jadi isteri Udin tidak boleh lagi jadi biang gosip. Boleh bicara banyak tapi tentang akuarium dan berbagai perlengkapannya saja. Boleh juga tentang ikan hias dan aneka pakannya. Selebihnya tidak boleh.

Udin Akuarium pamit setelah tiga kali mendapat cubitan keras. Mas Burman juga akan segera menutup bengkelnya. Tiga orang pekerja sudah menunggu hendak pamit pulang.

Ketika Udin dan Mpok Romilah menjauh di atas sepeda motor mereka, tiba-tiba Mas Burman punya ide bagus. Ide terkait pengembangan usaha bengkelnya.

"Ya, mengapa tidak. Perjalanan hidup Udin bagu menjadi ditiru. Ia akan menambah montir perempuan, dipilih yang cantik. Dipilih yang terampil dan suka kerja keras. Pasti jumlah pelanggan bertambah. Syukur-syukur ada satu diantara pekerja bengkel yang mau diperisterinya. Maka membuka cabang baru bukan tidak mungkin, itu berarti tambah isteri.. . . . . . ah ah ah!" gumam Mas Burman mencandai dirinya sendiri.

Mas Burman tersenyum-senyum. Ketiga montir pun ikut tersenyum. Hari itu waktunya terima gaji bulanan mereka. Para pekerja berharap hari itu bonus untuk mereka bisa membuat anak-isteri di rumah tersenyum gembira.  (Habis) *** Sekemirung, 12 Des 2017 - 3 Feb 2020

Sumber Gambar

Tulisan menarik sebelumnya:
cerpen-mimpi-mas-burman
subsidi-gas-melon-dicabut-asalkan-lebih-aman-adil-dan-tidak-langka
puisi-menunggu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun