Mas Burman tertawa saja. "Kalau memang jodoh, biarlah dalam mimpi saja. Dalam kehidupan nyata kita tidak pernah ada ikatan apapun. Mohon maaf. . . . . !" ucapnya bercanda.
Suatu hari Mas Burman nekat berdandan perempuan, lalu naik motor keliling kota.
"Hai, Manis. . . .! Malam-malam begini naik motor. Mau ke mana, Dik? Kenapa tidak pindah ke mobilku, dan kita bersenang-senang di pantai. . . . . . !" seru seorang lelaki dari balik kaca mobil yang sengaja dibuka, dan memepet laju sepeda motor Mas Burman.
Ada beberapa lelaki lain yang juga menyalami, melambaikan tangan, menyapa, dan juga melontar gombalan. Mas Burman semakin yakin, seperti mimpinya, Â ia lebih cocok menjadi perempuan. Malamitu Mas Burman tidur dengan busana perempuan, dari ujung rambut hingga ujung kaki, bahkan mengunakan make up dan lipstick serta berbagai wewangian.
*
Tiga bulan kemudian Mpok Romilah bergandengan mesra dengan Udin Akuarium. Keduanya berkunjung ke rumah Mas Burman untuk memberitahukan pernikahan mereka. Tidak ada pesta pernikahan. Hanya di ijab Kabul di masjid secara sederhana. Uang yang ada untuk membuat ruko. Rumah tinggal sekaligus toko akuarium. Â
"Toko ke empat sudah kubuka, Mas Burhan. Mudah-mudahan Mpok Romilah mampu mengembangkan usaha akuarium di sana . . . . . . !"
"Ohh, isteri ke empat ya?"
"Ya, keempat, dan stop. Kalau nanti mampu buka cabang baru lagi giliran anak-anak yang mengelola. Dari tiga isteri sudah 9 anak kupunya. Isteri keempat ini entah berapa anak lagi bakal lahir."
"Tiga anak lagi. Jadi kelak total 12 anak. Dan jumlah toko akuarium menjadi. . . . . !"
Udin Akuarium tertawa saja. Banyak hal yang ingin diucapkannya kepada Mas Burman, tapi tidak. Ia memilih diam. Soal isteri, soal jodoh, dan soal rezeki, itu sudah diatur Allah. Â jadi ungkapan apapun tentang itu akan terasa sebuah kesombongan bagi orang lain.