Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Sengkarut Helmy Yahya, Dewas TVRI, dan Liga Inggris

22 Januari 2020   11:28 Diperbarui: 23 Januari 2020   21:40 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
liga inggris di layar tvri | eurosport.com

Bukan hanya terkait KPK nama Dewas mencuat, tetapi juga dalam hal pencopotan Dirut TVRI Helmy Yahya. Dewas KPK memunculkan demo, sedang Dewas TVRI menghadirkan  pencopotan. Sengkarut pun ada jadinya.

Salah satu alasan pencopotan karena biaya besar yang harus dikeluarkan TVRI untuk bersiaran Liga Inggris, dan biaya itu tidak dilaporkan ke Dewas.

Padahal sementara itu, pemirsa siaran televisi mulai melirik dan bahkan memelototi siaran TVRI. Liga Inggris dan siaran bulutangkis terutama, menjadi salah dua acara yang ditunggu, dan sangat diminati.

Berbagai komentar mengenai bagaimana khalayak mengapresiasi kebijakan TVRI itu, dengan Helmy Yahya sebagai Dirut-nya, menandakan bahwa TVRI sudah selayaknya melakukan terobosan agar kembali ditonton. Dan agaknya seorang Helmy Yahya -lepas dari berbagai persoalan yang mengikutinya- kemudian, berhasil membuat terobosan.

Nah, sekarang penonton sudah terbiasa pada Sabtu dan Ahad malam/dini hari menikmati tayangan berkelas internasional tersebut. Tapi si pencetusnya harus berkorban, atau bahkan dikorbankan.

Dewas Pengawas TVRI tidak rela kewenangannya dilangkahi, atau diabaikan, meski nama TVRI kembali harum. Keputusannya, Helmy Yahya harus didepak. Plt-pun sudah ditetapkan.

*

Sebenarnya tidak penting benar apakah Helmy Yahya dipecat, atau tetap jadi Dirut TVRI. Tidak penting benar siapa penggantinya kemudian.

Juga tidak penting TVRI pakai Dewas atau tidak. Yang penting Liga Inggris dan siaran bulutangkis jangan hilang dari layar TVRI. Itu saja.  Simple kok. Kalau memang serius ingin berorientasi ke publik, ya itulah maunya publik dari Sabang sampai Merauke, dari Pulau Miangas hingga Pulau Rote.

Liga Inggris menggambarkan mengenai liga terpanas-termahal dan terheboh sejagat. Sedang mengenai bulutangkis tak lain soal nasionalisme yang sering terbangkitkan menyertai keseruan pertandingan, terlebih bila pebulutangkis Indonesia sedang berlaga. Lupa orang pada sekat-sekat perbedaan yang selama ini ramai digoreng oleh mereka yang suka berkonflik.  

Ketika penonton mendukung fanatik pasangan ganda putera  "The Dadies" misalnya, mereka tidak akan bertanya agama, suku, ras, dan antar golongan Hendra Setiawan maupun Muhammad Ahsan. Juga ketika yang tampil andalan single Indonesia Jonathan Christie atau Anthony Sinisuka Ginting, pasangan ganda puteri Greysia Polii dan Apriyani Rahayu.

Tapi agaknya kurang elok, dan agak sembrono, pendapat yang menafikan peran Helmy Yahya. Seperti orang tidak tahu berterima kasih, dan sekadar berprinsip "habis manis sepah dibuang". Helmy Yahya sudah bersusah-payah coba membenahi TVRI, dan sekarang ada tanda-tanda ke arah perbaikan itu. Sayangnya, ada pihak yang tidak berkenan.

Jadi -kembali ke "apa maunya pemirsa terhadap isi layar TVRI"- pertanyaan mendasarnya, apakah setelah memecat Helmy Yahya kemudian Dewas dapat menjamin bahwa siaran Liga Inggris dan bulutangkis masih akan tayang di TVRI? Jika tidak, maka bahkan pemonton tidak peduli kalau TVRI dipensiun saja.

Pasti stasiun tv swasta akan sangat senang bila TVRI pensiun. Mereka bisa lebih leluasa dalam mengelola isi siaran dengan kualitas yang "tidak lucu tapi penonton di studio tertawa", "tidak penting tapi pembicaraan bisa berlangsung setengah malam", "Jakarta sentris, dan jauh dari nuansa keindonesiaan", "mengikuti apa pun kata pemilik televisi", dan "kebebasan tanpa batas meracuni pemirsa dengan iklan yang tidak penting dan semata cari untung".

Masih dapat dibuat daftar panjang soal itu. Dan karenanya TVRI tidak mampu bersaing dengan puluhan tv swasta yang kompak menjadikan warga masyarakat konsumtif, hedonis, pragmatis, serta berprinsip "wani piro".

Helmy Yahya yang coba mengangkat  nama-citra-performance dan pengelolaan TVRI memang bukan "orang dalam". Mungkin karenanya berbagai kebiasaan buruk yang sudah mendarah-daging sebelumnya terputus. Mudah-mudahan tidak..

*

Pemberitaan media memaparkan, sebagai berikut:  Dewan Pengawas (Dewas) TVRI menilai siaran Liga Inggris di TVRI yang diadakan Direktur Utama Helmy Yahya bisa memicu gagal bayar seperti kasus Jiwasraya. Helmy menepis adanya potensi gagal bayar siaran Liga Inggris seperti yang diutarakan Dewas TVRI.

"Pernyataan Dewas Moko (anggota Dewas TVRI Pamungkas Trishadiatmoko) bahwa menyamakan Liga Inggris dengan Jiwasraya itu ngawur!" kata Helmy kepada wartawan, Selasa (22/1/2020).

Sementara itu mengenai Liga Inggris, disebutkan:

Siaran Liga Inggris di TVRI dimulai tahun 2019. TVRI membeli hak siar Liga Inggris dari Mola TV. Dewas menyebut potensi gagal bayar itu diketahui lewat adanya tagihan 31 Oktober 2019 dari Global Media Visual (Mola TV) senilai Rp 27 miliar, jatuh tempo 15 November 2019.

Itu menjadi utang TVRI. Potensi gagal bayar siaran Liga Inggris itulah yang menjadi salah satu alasan kenapa Dewas TVRI memberhentikan Helmy dari posisi Dirut TVRI. Namun Helmy menepis kebenaran keterangan Dewas yang disampaikan dalam rapat bersama Komisi I DPR itu.

*

Meski dalam tulisan di atas saya menyebut Helmy Yahya hanya 11 kali, sedangkan Dewas hingga 17 kali; bukan berarti saya berpihak pada Dewas. Saya --satu di antara jutaan penonton TVRI- berpihak betul pada Liga Inggris dan siaran bulutangkis.

Jadi tolonglah kepada pihak-pihak terkait (Dirut, Dewas, Kemenpora, DPR, dan lain-lain), apapun yang terjadi kedua mata acara itu harus dipertahankan, diperjuangkan, dan kalau perlu dilestarikan. Bukan malah dipersengketakan, dijadikan kambing hitam, diacak-acak, disengkarutkan, dan seterusnya.

Nah, begitu saja. Akhirnya mohon, Helmy dan Dewas TVRI, berdamailah, agar khalayak pun damai di hati dan di layar tivi. Jangan ada sengkarut di antara kita. Poinnya jelas ya? Untuk yang se-halu-an dengan saya, harap jangan enggan berkomentar di bawah sana. Jika gagal imbauan ini, apa boleh buat, mari kita sama-sama halu. Wassalam. *** 22 Januari 2020

Foto     Sumber

Keterangan:

-Sehaluan (KBBI) mempunyai haluan yang sama; searah; setujuan; semaksud.

-Halu, kependekan dari kata "halusinasi" adalah terjadinya persepsi dalam kondisi sadar tanpa adanya rangsang nyata terhadap indra (penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan, perabaan).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun