*
Saya pernah melihat rumah seorang teman yang tertata rapi dan resik. Lumayan besar, dan menyenangkan sekali suasananya. Salah satu perhatian saya tertuju pada aneka bentuk undangan pernikahan yang tertata rapi, tersusun, dipajang sedemikian rupa pada sebuah meja khusus yang lumayan besar.
Pada meja lain aneka cendera mata pernikahan dipasang pula dengan tak kalah menariknya.
Kartu undangan dan cenderamata pernikahan, itu dua barang yang menjadi salah satu penanda bersatunya dua insan dalam biduk rumah tangga secara sah menurut hukum agama maupun hukum negara.
Pantaslah bila secara khusus  para calon pengantin, termasuk keluarga mereka, merancang khusus dan seoriginal mungkin undangan pernikahan mereka. Hal pertama sebagai pertimbangan biasanya yang berbeda dari undangan yang lain-lain.
Itu mengapa para desainer kartu undangan pernikahan dibuat sibuk mencipta kreasi baru. undangan mewakili si pengundang dalam hal selera, pilihan, idealisme, dan lainnya. Selain cenderamata yang berguna, tak jarang kartu undangan pun dibuat dengan fungsi tertentu. Kebanyakan undangan dapat dimanfaatkan sebagai hiasan ruangan. Namun, ada pula yang dibalik itu sebagai kalender meja, buku catatan, buku cerita (meski ak banyak halamannya), Â buku doa sehari-hari, dan sebagainya. Â
Kreativitas tak habis-habis memunculkan kebaruan. Dan bagi pasangan muda, terlebih dengan kepemilikan dana yang memadai, Â hal-hal baru, unik, aneh, original, dan tampak meriah-mewah-indah, bakal menjadi pilihan dan rebutan. Maka pembuat kartu undangan dituntut terus berkreasi, memperbaharui bentuk, desain, isi, ciri tulisan, dan berbagai hal yang memungkinkan karya mereka tampak selalu baru.
*
Lepas dari persoalan siapa yang behak dan siapa yang wajib diundang, penulis melihatnya dari sisi menfaat dan mudaratnya. Dengan kata lain menyebar undangan pernikahan berarti hendak memberi contoh kepada pasangan lain bahwa menikah itu mudah, tetapi persiapan ke arah sana tidak hanya sulit tetapi juga rumit.
Tidak sedikit pernikahan yang dilakukan oleh bocah (secara umur mungkin sudah dewasa, bahkan tua) tetapi pola pikir, tanggungjawab, kelakuan dan pengetahuan dalam mengenai rumahtangga tidak memadai. jangan sampai penyelenggaraan resepsi pernikahan meriah, mewah, memakan biaya besar, tetapi berakhir memprihatinkan: KDRT, cerai, terlibat tindak kriminal, dan bahkan saling bunuh diantara keduanya.
Undangan yang disebar kepada sejumlah orang akan dijadikan cermin bagi keluarga lain (yang memiliki anak-anak lajang) untuk mempersiapkan anak-anak mereka sebelum menikah: secara umur sudah mencukupi, secara sosial-ekonomi memadai, mengetahui hak-kewajiban dan tanggungjawab  masing-masing dalam rumahtangga.Â