Pelukis Jeihan Sukmantoro punya kebiasaan unik seperti itu. Kebiasaan untuk saling menggambar/melukis dengan tamu yang datang ke rumah, atau studionya. Di atas kertas folio, dan dengan menggunakan ballpoint atau spidol, bayangan wajah dicoretkan di situ, lalu ditandatangani serta diberi tanggal pembuatan. Jadilah sebuah karya yang bakal abadi bila didokumentasikan dengan baik.
Awal tahun 2000-an ketika beberapa kali saya (sebagai reporter, bersama seorang kamerawan) sempat membuat gambar serupa itu. Coretan tangan Jeihan atas wajahku di atas selembar folio masih kusimpan sebagai sebuah kenangan.
Ini unik, dan menarik. Sebab betapapun bukan pelukis professional ternyata tiap oang membuat membuat coretan denganobyek wajah. Meski tidak mirip-mirip amat, bahkan jauh dari serupa obyek yang digambar, si obyek gambar tentu tidak bisa marah. Toh pembuatnya memang bukan pelukis.
Dan jangan lupa, lukisan yang tidak mirip-mirip amat itu dikenalpula dengan sebutan karikator. Beberapa bagian menonjol saja yang diserupakan, selebihnya dikreasikan sendiri. termasuk dalam hal proporsi.
*
Satu lagi yang tentu tidak sulit dibuat oleh para penulis, yaitu membuat biografi singkat teman-teman dekat kita sendiri. Bahkan mungkin riwayat orangtua, saudara kandung, suami/isteri, anak-anak, tetangga, dan seterusnya.
Tiap orang punya ciri khas, keunikan, keunggulan, hal-hal yang dapat dicontoh, dan lainnya. Bahkan seorang kriminal pun ada saja hal-hal positif yang dapat dicontoh.
Pemikiran ini terbersit ketika seorang kawan meninggal dunia. Ia seorang penulis kawakan. Pengalaman sebagai pengarang, penulis, wartawan, dan pewawancara sangat banyak. berbagai pengalamannya sudah ditulisnya sendiri di media sosial. Ia membuat sejumlah buku, dan kemudian bahkan menjadi penerbit buku atas karya teman-temannya yang sama-sama menghidupkan kegiatan berliterasi di media sosial.
Untuk urusan pembuatan buku saya tiga kali menginap di rumahnya. Melihat keeharian dan produktivitasnya dalam menulis, termasuk pola hubungannya dengan isteri maupun anak-anaknya. Kesempatan untuk menuliskan jalan hidupnya dari kacamata saya terbuka lebar. Tetapi kesempatan itu saya lewatkan.
Saya bisa membuat tulisan mengenai dirinya, tapi tidak selengkap bila waktu itu secara khusus saya ngobrol dengannya meski tidak secara formal. Namanya Thamrin Sonata (TS). Meninggal bulan tanggal 3 September 2019, dalam usia 60 tahun.
Saya dan banyak teman lain sangat terinsipasi atas terinspirasi pandangan dan kegigihannya dalam berliterasi, termasuk membuat buku karya sendiri maupunkereoyokan.