Nama beken kedua awal januari ini siapa lagi kalau bukan Reynhard Sinaga. Lelaki muda kelahiran Jambi itu, datang ke kota Manchester Inggris, pada 2007, sebagai mahasiswa. Di sana ia mendapatkan dua gelar master, kemudian meneruskan ke jenjang doktoral di Leeds dengan disertasi seputar kehidupan seorang gay (homo seksual).
Tahun 2017 ia ditangkap setelah seorang korban siuman dari pingsan dan mendapati pelaku sedang berusaha merudapaksanya. Dengan penuh kemarahan korban menghajar Reynhard hingga pingsan. Polisi mengungkap kejahatan seksual itu dalam rentang waktu 1 Januari 2015 hingga 2 Juni 2017 (saat ditangkap).
Penampilan, senyum, dan latar belakang kehidupannya menjadi semacam topeng atas perilakunya yang kotor, jahat, kejam, dan bahkan sadis luar biasa itu.
Reynhard seorang gay, dan mendapatkan cara pelampiasan penyimpangan orientasi seksualnya itu bukan dengan cara biasa, melainkan dengan merudapaksa korban (yang dalam kondisi tidak sadar). Minuman beralkohol yang dioplos dengan campuran kimia tertentu digunakan pelaku untuk melupuhkan korban-korbannya. Bejadnya lagi, semua aksi itu diabakan menggunakan ponselnya.
Polisi setempat segera menemukan barang bukti di dalam ponsel itu. Melalui proses peradilan panjang, sekitar 2 setengah tahun, pada 6 Januari 2020 lalu Reynhard Sinaga divonis hukuman seumur hidup.
Miris. Ia melakukan itu dengan penuh kesadaran, dan ternyata ia tidak mengidap suatu kelainan apapun.
Memprihatinkan, dengan kelakuan itu menambah panjang daftar pelaku predator seksual di negeri ini . Beberapa tahun lalu kita dihebohkan oleh kekjaman pembunuh beanai bernama Ryan (lengkapnya Very Idham Henyansyah) asal Jombang. Ia membunuh 10 lelaki sesama gay, dan seorang perempuan yang diduga pacarnya. Â
Pembelajaran terbaik dari kasus Reynhard Sinaga salah satunya mengenai sistem peradilan maupun liputan media yang rapi dan tidak memberi celah kepada siapapun untuk melebarkan permasalahan kemana-mana.
Dua setengah tahun peristiwa itu ditangani pihak keamanan/peradilan di  Manchester dan tidak terendus media (setidaknya media mematuhi aturan untuk tidak memberitakannya). Setelah vonis dijatuhkan barulah peristiwa itu diberitakan. Lengkap, akurat, dan pasti. Kapan sistem peradilan dan pemberitaan negeri ini bisa meniru hal-hal baik seperti itu?
*
Terakhir, satu nama lagi yang viral dan fenomenal, yaitu Wahyu Setiawan, seorang komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat.