Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Cerpen | Ngantuk, Penyakit Hati, dan Rencana Mudik

1 Juni 2019   15:05 Diperbarui: 1 Juni 2019   15:07 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Expressive Acrylic Painting With Patti Mollica Lesson 4 Italian Expressive Landscape Painting

Kalau soal ngobrol dan ngomong dengan bahan apa saja, ya mudah. Dan itulah yang menjadikannya lancar menulis. Meski tentu dengan tata bahasa, pilihan kata, maupun alur cerita yang masih harus terus diperbaiki. Dan itulah yang dialami oleh Mak Jumilah.

"

Terbangun dari tidurnya, Bang Brengos mengejap-ngejapkan matanya, lalu berdiri dan merentangkan kedua tangan. Lalu tiba-tiba ia bertanya:

"Kita jadi mudik, Mak?"

"Mimpi, Bang? Hahha. . . .  ! " jawab Mak Jumilah sambil tertawa. "Beruntung ada THR. Terima kasih kepada Pemerintah, tahun ini kita bisa pulang, Bang. Mudik, ah. Alangkah senangnya. . . . . !" ucap Mak Jumilah dengan mata menerawang jauh.

"Tapi masih ada keperluan lain. Jadi tahan dulu. Mudik bisa tahun depan, atau depannya lagi. Mudah-mudahan kita masih diberi umur dan kesehatan. . . . . !"

Mak Jumilah mendekat, dan memeluk pinggang suaminya dengan penuh perasaan. Kelopak matanya sampai basah. Bukan oleh sedih, tapi trenyuh, terharu. Beberapa tahun pada awal perkawinan mereka tak pulang mudik karena tidak diterima oleh keluarga. Bang Brengos menjadi pilihan yang paling sulit dalam hidup Mak Jumilah. Tetapi setelah berkeluarga semuanya jadi mudah, apalagi setelah punya tiga anak. Keluarga besar menerima kembali. Namun setelah itu justru tidak bisa pulang lantaran masalah pekerjaan. Dan belakangan masalah ongkos.  

"Sahur dengan apa kita, Mak?" ucap Bang Brengos sambil mengajak isterinya ke ruang makan.

Mak Jumilah menurut, sambil masih meneteskan air mata. Ia tidak menjawab. Begitu sampai di depan meja makan, dibuka tudung saji. Dan didapati makan sederhana seperti biasanya. Semua itu demi dana mudik entah kapan nanti.

Mudik itu perlu dan menyenangkan. Pulang kampung itu asyik sekali. Berlebaran di desa masa lalu itu sesuatu sekali untuk mengenang masa lalu, untuk bersilaturahim dengan sanak-saudara, dan para tetangga di kampung halaman. Tetapi bila biaya tidak mencukupi, ada yang masih perlu diprioritaskan. Begitu pemikiran pasangan tua itu, kompak sekali mereka. *** 01 Juni 2019

Gambar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun