Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Cerpen | Ngantuk, Penyakit Hati, dan Rencana Mudik

1 Juni 2019   15:05 Diperbarui: 1 Juni 2019   15:07 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Expressive Acrylic Painting With Patti Mollica Lesson 4 Italian Expressive Landscape Painting

Sebaliknya, bila kita merasa cukup -seberapapun kita punya- akan cukup. Itu tidak berarti hanya sedikit, tapi bahkan bisa sangat melimpah. Namun, kita mampu bertanggungjawab atas cara mendapatkan maupun cara membelanjakannya.

Nah itu, obati penyakit fisik. Sakit kulit, mata, telinga, atau penyakit dalam. Tetapi dahulukan menyembuhkan penyakit hati. Stress, banyak mengeluh, dan tidak mau bersyukur seringkali menjadi awal penyakit fisik. Maka lenyapkan dulu penyebabnya. Kejar saja akhir dengan sungguh-sungguh, maka dunia akan mengiringi.  

Akhirnya, selamat menjalankan puasa. Ramadan sebentar lagi berakhir. Manfaatkan tiap menitnya untuk menambah pahala dari Ibadah dan muamalah dalam semua bentuknya. Semoga di akhir nanti, kita kembali kepada fitri -- fitrah, kembali suci seperti bayi. Dan semua amal-biadah Ramadan dapat istiqomah dilakukan pada 11 bulan berikutnya. Aamiin. ** 27 Ramadan 1414 H.

*

Mak Jumilah selesai membaca tulisan suaminya dengan air mata menetes. Menulis betapapun merupakan obat sangat bagus untuk diri sendiri. Obat penyakit hati, juga penyakit fisik sekaligus.

Ia ingat dulu ketika didorong-dorong Bang Brengos untuk menulis, rasanya berat. Malas mikir, terlebih juga malas berkutat dengan laptop. Pertama-tana yang membuatnya sulit ya soal gaptek, alias gagap teknologi. Dulu ketika bekerja dan masih menggunakan mesin tik, ia merasa nyaman. Tapi ketika ganti pakai komputer, kemudian laptop, rasanya jadi ribet dan sulit. Padahal ternyata tak sesulit yang ditakutkannya.

"Sulit ah, Bang. Biar Abang saja yang jadi penulis. Mak jadi pembacanya. . . . !" bantah Mak Jumilah setiap kali didorong suaminya untuk menuliskan apa saja yang dipikirkan tentang suatu tema tertentu.

"Coba dulu. Coba terus. Lama-lama jadi mudah kok.. . .!

"Mudah? Itu bagi Abang. Kalau Mak tetap sulit.. . .  !"

"Ya, memang jauh lebih sulit dari ngerumpi. Daripada selalu melihat acara televisi yang berisi rumpi. Padahal ngerumpi sering berarti ghibah. Kenapa tidak ngerumpi untuk diri sendiri, misalnya dengan menasihati diri sendiri. Kalaupun kelak ada yang ikut membaca pasti banyak berpahala. Namun kalaupun tidak, wawasan diri makin luas, makin arif, dan itu pasti sedikit banyak mengobati penyakit hati. . . . . !" ucap Bang Brengos dengan nada menyejukkan.

Dan saat itulah Mak Jumilah bersungguh-sungguh ikut menulis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun