Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menjaga Hati bagi Penulis Selama Ramadan

18 Mei 2019   00:04 Diperbarui: 18 Mei 2019   00:49 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ramadan ini godaan hati bagi setiap penulis besar sekali.  Ya, bagaimana bisa tenang, khusuk, dan istikomah menjalani puasa bila untuk menulis perlu banyak amunisi per-kepo-an. Harus ditimbulkan dalam diri rasa penasaran, ingin tahu banyak hal.

Dari sana baru bisa memilh dan memilah ide mana yang menarik untuk dikembangkan. Gagasan mana yang di-pending dulu. Ide mana yang diabaikan saja. Dan semua itu melibatkan hati, perasaan, pikiran, dan tak kurang-kurang juga emosi.

Kalau hal-hal seperti itu diperhadapkan dengan bulan Ramadan, bulan yang mengharuskan setiap muslim harus fokus pada kegiatan ibadah dan amaliah, maka terasa ada sesuatu yang tidak sejalan. Dengan kata lain si hati dalam konteks pekerjaan atau sekadar hobi menulis harus lebih ketat diawasi, dikendalikan, dikawal, dan bahkan dipegang erat-erat agar tidak keluar jalur.

Persoalan lain yang tak kalah genting, yang dihadapi adalah dinamika media sosial. Tanpa harus ada Pilpres dan Pileg pun suasana medsos ssetiap hari tak pernah sepi dari adu, lomba, rivalitas, pamer, dan bahkan 'perang'. Dari sana muncul aneka viral. Akiibat lebih jauh ada yang harus temu darat dan main tikam, ada yang kopi darat kemudian terlibat perselingkuhan, ada pula yang terlalu bersemangat dalam mengumbar kata-kata sehingga berurusan dengan penegak hakum.

Mengelola hati pagi penulis, pada bulan Ramadan, dalam menghadapi dinamika bermedia sosial, itulah persoalannya. 

*

Berbicara soal hati memang harus hati-hati. Ini tema menyangkut soal krusial, sesuatu yang paling dalam pada diri manusia. Beberapa hal tentang hati karenanya perlu dibeberkan agak lebih luas, berikut ini:

Orang boleh saja tampak sangat gagah dan mentereng, atau sebaliknya seseorang berpenampilan teramat sederhana. Namun, dari hatinya tak mudah diduga. Hanya orang itu dan Tuhan yang tahu persis. Dengan melihat keyakinan maupun amal perbuatannya dapat meneropong isi hati seseorang.

Benar agama mengajarkan setiap orang untuk berkata baik, berbuat baik. dan bertingkah laku baik. Kalau sepintas saja kita bertemu seseorang pasti sulit untuk menilai hatinya. Tapi sekarang ini --dengan canggihnya ilmu dan teknologi- seseorang dapat dengan mudah dilihat jejak digitalnya. Tganpa perlu bertatap muka, tanpa haraus menyewa ditektif, terkuat sudah semua masa lalu seseorang melalui medsos yang diikutinya. Seseorang kemudian dapat menyimpulkan. Bila dari sononya seseorang sudah tampak banyak kebaikannya (akhlak, agama, perilaku), maka  niatnya pun Insya Allah baik. Dengan nit baik, apa segala kebaikan yang dilakukan bernilai pahala.

Terkait dengan tebal-tipisnya keimanan, karakter khas seseorang terpancar dari sana. Hari ini seorang kawan dapat bersikap sangat bersahabat dan penuh pengertian, tetapi beberapa hari kemudian basa saja segalanya berubah karen perubahan keimanannya.

*

Lalu bagaimana sehingga hati dapat berpaling, hati berubah dari baik menjadi buruk. atau sebaliknya. Dalam agama, hal seperti itu disebut mendapatkan bisikan dari Jin langsung ke hati.

Sebaliknya ada orang yang tersentuh oleh hal-hal sederhana. Logika sering terlalu rumit dan bertele-tele dalam menempatkan kesimpulan tertentu, tetapi hati tidak. Sekali saja hati tersentuh, bisa berubah drastis apa yang dimaui seseorang, apa yang dicita-citkannya, bahkan juga apa yang selama ini diyakini. Bila kebenaran sudah mengusik hati, itulah hidayah.

Pada zaman Rasulullah betapa banyak orang-orang yang semula mebencfi Nabi suatu ketika berbalik menjadi pembela nabi yang paling gigih. Jadi alangkah aneh ketika ada sekelompok orang mengabaikan syiar dan memilih kekerasan, bukan untuk mempengaruhi tetapi untuk mengalahkan, menghancurkan. Kebenaran dapat seketika muncul dari hati terdalam, dan mengubah seseorang seolah-oleh seketika menjadi orang lain. Itulah sebabnya syiar dengan kelembutan dilakukan. 

Dan begitu penting dan gentingnya peran hati, maka kelak di akhirat, hati --selain penglihatan dan pendengaran- yang dimintai pertanggungjawaban.

*

Lalu di mana praktik bermedia sosial diletakkan? Di sinilah persoaln timbul. Hal-halyang baik dan buruk menyatu dalam penampilan media sosial. Hal-hal yang bemanfaat atau sebalik tak berguna, yang penting dan yang sia-sia, yang menghasilkan produk positif dengan yang manghasilkan proudk negative, dan seterusnya, saling melekat, seolah takmungkin dipisahkan.

Justru di sinilah fungsi hati, peran hati untuk berdiri di atas landasan yang terbaik. Sudah banyak diuraikan mengenai baik buruk media sosial.

Dapat disebut beberapa diantaranya, yang positif yaitu memperluas jaringan (bagus untuk bisnis, untuk pendidikan atu kegiatn sosial), keluar dari isolasi komunikasi (oang tidak canggung dan merasa tersisishkandalam pergaulan karena kendala bila berhadapan langsung dengan orang lain), demokratisasi informasi (informasi apapun menyebar ke mana saja, kepada siapa sajam tidak pilih-pilih), munculnya kreasi sosial (rivalitas memunculkan kreasi sosial yang lebih tinggi dan lebih berkualtias).

Sedangkan yang negatif, sebagai berikut: penyebarluasan informasi palsu (hoaks, berita bohong dan menyesatkan) maraknya cyberbullying (ada anak yang depresi karennya, ada pula yang bunuh diri), dan terjadinya tindak kriminal (perkenalan melalui medsos lalu si gadis dibawa lari dan dilecehkan).

*

Ibadah puasa memiliki pengaruh yang sangat bear terhadap perbaikan hati kita. Karena puasa dapat melemahkan syahwat perut dan kemaluan. Dengannya kemudian kita mampu menjauhi kemaksiatan. Dan dengan menjauhi kemaksiatan maka hati akan menjadi bersih.

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda, "Puasa itu adalah perisai" maksudnya adalah perisai dari perbuatan dosa dan kemaksiatan.

*

Demikian saja tulisan ini. Tidak mudah seseorang menjalani puasa Ramadan bila idak mampu menjaga hati dalam bermedia sosial. Terlebih baik para penulis,

Namun, mudah-mudahan Allah memberikan keimanan yang kuat pada hati kita sehingga mampu mengelola dan menyiasati tantangan bulan Ramadhan tahun ini dengn lebih baik. *** 17 Mei 2019

Gambar

        

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun