Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Batik, Pasar Tradisional, dan Zakat Fitrah

9 Juni 2018   21:53 Diperbarui: 10 Juni 2018   19:18 818
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Promosi pasar tradisional di Solo, 2017

Saya senang melihat teman-kenalan yang rajin selvie, sebab bersamaan dengan itu saya membayangkan mereka rajin berwisata belanja dan wisaa kuliner. Senang sekali pasti berkunjung dari satu spot ke spot lain pada berbagai pusat perbelanjaan, dengan minat membeli yang tinggi, dompet penuh dan selera kekinian.

Modernitas dan semakin meningkatnya kemampuan ekonomi warga masyarakat ditandai dengan pola kehidupan yang lebih kreatif, variatif, selektif, dan terutama konsumtif. Sampai pada kondisi tertentu hal itu membawa hal baik dan buruk sekaligus. Namun saya memang hanya bisa memperhatikan dari jauh. Mungkin pernah suatu waktu dulu saya pun bersikap demikian, namun sekarang tidak sanggup lagi. Bukan tidak mau, tapi memang sudah lewat masanya. Jadi kalau ditanya spot belanja mana yang paling favorit, jawabnya bukan mall-supermarket-hypermarket  atau pasar swalayan, tetapi pasar tradisional.

*    

Pada dasarnya saya tidak suka berbelanja. Bersamaan dengan itu juga saya tidak terlalu memperhatikan pakaian untuk sekadar modis, tampak keren, hingga tampil menawan bak peragawan. Tidak. Saya tidak punya potongan dan jahitan seperti itu. Dari ujung rambut hingga ujung kuku, perawakan saya lebih mirip pedagang asongan, kuli panggul, atau pedagang sayur keliling. . . . hehe.

Jadinya ya apa adanya saja. Kalau berbelanja pakaian misalnya, prinsip saya sederhana: murah-meriah, corak dan model seperti yang kebanyakan dipakai orang, dan nyaman dipakai.  Itu sebabnya saya tidak boleh malu ketika bertemu dengan orang lain yang mengenakan pakaian dengan motif dan warna yang sama dengan yang saya kenakan. Anggap saja kami sudah janjian untuk berseragam

Maka tentu saya menjadi orang kebanyakan. Tidak beda, dan tidak aneh. Saya bangga menjadi orang kebanyakan. Tidak masuk hitungan orang-orang hebat bila dilihat dari busana yang dipilih.

*

Kalau ditanya spot belanja apa di pasar yang paling saya sukai, jawabnya spot batik. Selain batik dari pulau Jawa, saya memiliki beberapa batik di luar Jawa. Motif, warna, dan proses pembuatannya cukup bervariasi, maka hasilnya pun menunjukkan selera dan kebiasaan satu suku/etnis tertentu pada satu masa tertentu.

Kalau ke Yogya saya singgah di Pasar Beringharjo. Ada spot batik di depan pintu pasar yang menghadap ke Jalan Achmad Yani (terutam Jalan Malioboro). Membeli dengan variasi pilihan yang lebih banyak, dan dengan anggapan harganya lebih murah. Dan itulah surganya seorang pembeli. Batik Pekalongan, Yogya, Solo, dan dari berbagai daerah lain penghasil batik cap mapun tulis berdatangan ke sana. Batik tulis lebih mahal. Mengenakannya dan memperlakukannya lebih selektif dan hati-hati.

Kalau ingin yang lebih ekslusif dan berkualitas tinggal menyeberang jalan, ada toko batik lengkap untuk berbagai umur. Bahkan untuk ukuran bule yang ekstra large tersedia lengkap. Ini penting, setidaknya untuk membanding-bandingkan harga saja. Produksinya bukan massal. Soal harga tentu berbeda dibandingkan dengan harga pasar. Namanya toko Mirota. Dulu dikenal sebagai toko roti. Entah bagaimana tiba-tiba berubah jadi toko batik.

Bila ke Cirebon datanglah ke kawasan produsen batik Trusmi. Daerah ini menjadi salah satu sentra industry batik di pesisir Utara Jawa, selain Pekalongan dan beberapa kota lain. Motif mega mendung menjadi andalan di sana, namun motif lain pun banyak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun