Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Bangun Sahur, Dari Meriam Bambu hingga Lempar Batu

5 Juni 2018   23:11 Diperbarui: 5 Juni 2018   23:52 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dulu dan sekarang tentu berbeda jauh cara orang untuk membangunkan orang yang akan melakukan sahur. Dulu yang namanya malam sepi banget, terlebih tengah malam. Tempat tinggal saya di sebuah kota kecamatan dilalui jalan negara yang menghubungkan dua kota besar. Rumah-rumah saling berjauhan, dianrara kebun, ladang, dan tanah kosong.

Hanya suara-suara satwa malam yang sesekali muncul, burung kedasih dengan suara melengking dan ritmis, burung hantu menukik menyambar tikus, atau kepak sayap kelelawar berpesta buah-buahan. Sesekali terdengar truk dan angkutan lain melintas dengan suara mesin seperti tertahan-tahan karena jalan mendaki, atau suara lain yang meluncur deras dari arah sebaliknya.

Di kawasan perkebunan sesekali ada anjing menyalak di kejauhan. Sedang di dalam rumah, di atas plafon tikus-tikus berkejaran. Saat seperti itu orang mudah terlelap dan sulit dibangunkan. Terlebih mereka yang siangnya bekerja keras, hingga badan lelah dan pikiran terkuras. Namun bagi para santri dan ajengan, malam-malam sunyi seperti itu justru digunakan untuk berjaga dengan dzikir, 'itikaf, tadarus, sambil duduk terkantuk-kantuk di sudut masjid.

Ketika tengah malam lewat mendekati Subuh terdengar sejumlah meriam bambu (sebutan setempat 'long bumbung') dikejauhan bersahutan diletuskan, dan itu menandai suara khas bulan Ramadan ketika orang-orang yang berusaha warga muslim untuk makan sahur. Lalu lain waktu bunyi titir beberapa buah kentongan dibunyikan riuh dari arah yang berbeda.   

Pada waktu bulan Ramadan itu anak-anak berani berjalan dalam gelap, untuk menuju masjid atau mushola mengikuti shalat berjamaah. Hari-hari lain anak-anak takut aneka bentuk hantu, mulai  pocong, wewe, glundung pringis, keblak, banaspati, dan genderuwo. Cerita itu dikenal melalui tuturan dari mulut ke mulut, dari terutama gambar umbul yang dibuat seram-seram.  

Pada kurun waktu yang berbeda cara orang membangunkan untuk sahur sudah menggunakan badug besar. Beberapa orang sekaligus memukul bedug, baik bagian kulit maupun bagian kayu, dengan irama tertentu sekitar dua jam sebelum waktu imsak. Bedug itu ada di pendopo masjid dan tidak dibawa kemana-mana. Terang saja makin jauh jarak rumah-ramah warga dari masjid maka suara bedug yang ada makin kecil dan lamat-lamat.

Beberapa waktu kemudian waktu sahur ditandai dengan bunyi mercon yang meledak-ledak di halaman rumah oang yang relaif berada. Saat itu mercon bentuknya besar-besar, ada yang sebesar batang bambu. Bunyinya tenta saja sangat mengagetkan. Belakangan baru muncul mercon yang lebih kecil dan sangat kecil sebesar batang lidi yang diledakkan seperti rentetan bunyi senapan otomatis.

*

Jauh waktu kemudian saya pribadi terbiasa dibangunkan dengan menggunakan telepon jarak jauh. Yang membangunkan isteri padahal beda waktu satu jam. ia dengan dengan tiga anak kecil-kecil dan keluarga besarnya. Sedangkan saya sendirian saja pada tahun-tahun awal kepindahan kembali ke Jawa. Selama satu tahun saya jauh dari keluarga, dan satu tahun lagi pada tahun yang berbeda sebelum akhirnya mereka menyusul saya.

Saya rasa seiring berjalannya waktu ketika telepon genggam makin banyak digunakan, manfaatnya sangat besar termasuk membangunkan sanak saudara untuk makan sahur. Meski sudah dibangunankan, bahkan dibantu dengan jam weker pula, karena tidak segera beranjak dari tempat tidur beberapa kali tidak sempat makan sahur. Tahu-tahu sudah adzan subuh. Akibatnya hari itu badan lemas, haus cukup menyiksa.

*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun