Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Pasar Kaget, Ramadan, Hingga Bubur Kampiun.

27 Mei 2018   23:56 Diperbarui: 28 Mei 2018   00:09 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Pasar kaget atau pasar dadakan muncul di mana-mana. Di kompleks perumahan, di kawasan pertokoan, di perempatan jalan, dan di tanah lapang lain. Ramadan memberi kesempatan kepada para ibu untuk berdagang setidaknya sebulan dalam setahun. Yang terbanyak berjualanan makanan dan masakan untuk berbuka puasa,. Bahkan pemilik toko rela ikut menggelar dagangan mereka di sana, mulai dari sandang, perabotan dapur, perangkat elektronik hingga aneka kebutuhan lain. Khusus untuk makanan dan minuman, berdagangnya pun pada jam-jam mendekati waktu berbuka puasa tiba.

Di kompleks perumahan saya di kawasan Bandung Selatan para penjual takjil dan aneka masakan berderet pada ruko di depan kompleks sampai jauh ke dalam. Aneka makanan tersedia selain hidangn khas berbuka puasa, juga ada makanan lain mulai dari Chinese Food, Masakan Padang, Masakan Sunda, hingga aneka makanan khas kaki lima: bakso, martabak manis-asin, empek-empek, lumpia basah,   

Bisa dibayangkan pasar dadakan membuat keramaian dimana-mana. Menjelang berbuka puasa keramaian itu berubah menjadi kemacetan. Dan hal itu juga terjadi di kota Bandung. Selain pasar tradisional yang membuat macet pada pagi hari, kini muncul pasar dadakan Ramadan yang membuat macet lalu-lintas pada sore hari.

*

Mencari pasar tradisional di kota Bandung tidak sulit. Tiap sudut kota ada pasar. Cara menandainya sangat gampang. Kalau ada kemacetan lalu-lintas karena kanan kiri mangkal becak, mobil, dan motor berderet, serta gerobak-gerobak jualan berjejalan, maka pasti ada pasar di sana.

Kemacetan itu ditambah lagi dengan para pedagang kaki lima yang berebut rezeki pada tiap sudut tempat yang banyak dilalui warga kota. lapangan, jalan, dan tempat terbuka lain yang dikembangkan semula sebagai tempat olahraga bila tidak diawasi dengan katat berubah menjadi pasar dengan cepat.

Lapangan Gasibu contohnya, sebelum kemudian direnovasi seperti sekarang, dan dijaga sejumlah petugas keamanan dari jam ke jam. Lapangan ini dulu juga padat dengan pedagang. Sekarang yang masih bertahan sebagai pasar di seberang Gasibu, tepatnya di depan Kantor Pusat Telkom hingga Monumen Perjuangan Jabar. Lapangan Tegallega pun tidak berbeda. Hari-hari bias amasih ada yang berolahraga, karena tempat masih leluasa untuk berjalan cepat, berlari, atau bersepeda. Tetapi Sabtu dan Ahad sesak oleh pedagang. Bahkan berjalan kaki pun harus berdesakan. Sudah setahun lebih sebagian besar areal Tegallega direnovasi, tapi tampak mangkrak entah apa sebabnya. Warga yang mau berolahraga maupun pedagang sama-sama rugi, karena tidak bisa memanfaatkan areal luas dan rimbun oleh aneka tanaman itu.

Namun tentu kondisi seperti itu bukan monopoli Bandung. Hampir setiap kota kondisinya demikian, kalaupun beda pengaturan dan penataannya pun tak banyak. Bahkan Jakarta yang kota metropolitan tak malu memelihara kondisi pasar tradisional tetap semrawut dan bikin macet.

Kemacetan yang terjadi karena keramaian penjual dan pembeli bertambah bila bulan Ramadan tiba, yaitu dengan munculnya pasar dadakan, pasar kaget, bahkan pasar tumpah (dari pasar yang sudah ada kemudian bertambah pedagang ke jalan-jalan dan tanah kosong di seputar pasar).

*

Sebagaimana keramaian pada tiap masjid selama Ramadan, keramaian pasar kaget dan semacamnya, semestinya dikelola dengan lebih baik. Jangan lagi memperbanyak jumlah pasar tradisional baru bdengan berbagai citra kurang baik. Bandung merupakan salah satu tujuan wisata kuliner. Oleh karena itu semua pihak terkait --terlebih Pemerintah Kotanya- perlu mencari terobosan dalam membuat sebanyak mungkin kekhasan jenis kuliner yang disajikan dengan aneka daya tarik penunjangnya.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun