Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Orang Partai, Mako Brimob, dan Amien Rais.

11 Mei 2018   06:51 Diperbarui: 11 Mei 2018   08:15 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Aamiinnnn. . .!" jawab Mbak Murwo dengan bibir mencibir. "Dua jomblo itu pernah naksir seorang warga baru kompleks ini. Tapi setelah tahu yang ditaksir seorang dokter jiwa keduanya tampak mengkerut. Mungkin takut disuntik gila ya. . . . . hehe."

"Lotek dua lagi, Mbak. . .!" ucap Mas Amin.

"Untuk siapa, Mas? Mau mentraktir Mang Oboy dan si Gondes? Bukan main. . . . . !" tanya Mbak Murwo sambil tertawa. "Penampilan berubah, rezeki pun berubah. Alhamdulillah!"

Mbak Murwo menyerahkan sepiring lotek dan segelas teh tawar pada Mas Amin.  Sementara itu tukang tahu dan tukang nasi goreng tidak berkomentar apa-apa. Kebetulan lapar, dan ini ada yang berbaik hati mentraktir.

*

Tak lama Mas Bejo dan Pak Edi Murdowo alias Edimur tampak dari jauh. Keduanya berbincang serius mengenai berbagai persoalan muthakhir sambil berjalan ke pos ronda 'klub banting kartu' Jalan Mlandingan, Kampung Kalajengking, pinggir kota Metropolitan.

"Bukan hanya Lapas yang rusuh oleh para napi, di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok pun rusuh. Yang mengenaskan lima orang polisi dan satu napi tewas.. . . .!" ujar Mas Bejo membuat kesimpulan sendiri dari berita yang dilihatnya di layar televisi.

"Melihat jumlah tewas terbanyak justru polisi, maka ini serangan yang tidak main-main. Para napi teroris itu betul-betul terlatih, dari mulai perencanaan hingga eksekusi. . .!" sambung Pak Edimur dengan wajah menunjukkan kengerian. "Apakah mereka menghabisi petugas dengan senjata yang mereka rebut dari petugas, atau dengan senjata tajam yang selama ini berhasil mereka sembunyikan?"

Keduanya mengangguk pada orang-orang yang lebih dahulu duduk di bangku dekat gerobak lotek Mbak Murwo.

"Bahkan yang lebih memprihatinkan, mereka masih menyandera seorang polisi. Lalu polisi terpaksa melakukan negosiasi. Ini betul-betul kecolongan yang terlalu besar bagi polisi, khususnya yang bertugas Mako Brimob. . . .!"

Mas Amin, Mang Oboy, Si Gondes, dan Mbak Murwo tentu hanya bisa terpana pada tema pembicaraan yang aktual itu. Tiga oang yang sedang mengunyah itupun cepat-cepat menelan kunyahan mereka meski belum terlalu lembut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun