Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Lelaki Bercadar Sarung

23 Maret 2018   06:12 Diperbarui: 23 Maret 2018   15:18 1103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
lelaki bercadar sarung. alias ninja asli indonesia, katanya (sumber gambar: alformer259.wordpress.com)

Kini makin banyak saja perempuan bercadar. Mereka menutup rapat seluruh anggota tubuh, dan menyisakan untuk mata mengintip ke dunia luar. Tentu saja orang lain tidak akan tahu bila tidak akrab dengan sosok seseorang, ciri suara, maupun cara berjalan dan bersikap.

Ketika marak pengejaran teroris beberapa tahun lalu, dikabarkan pernah salah satu teroris buron yaitu Doktor Azahari menggunakan cadar dalam upaya menyamarkan identitas dirinya. Agaknya cara menutup aurat bagi muslimah itu dimanfatkan pula oleh para maling ketika hendak beroperasi.

Setidaknya itulah yang dikhawatirkan Mas Bejo ketika banyak maling berkeliaran dan menyatroni perkampungan Kalajengking, khususnya di Jalan Mlandingan. Tidak hanya burung dalam sangkar, jemuran, dan barang-barang berharga yang hilang; beberapa kali motor pun menjadi incaran.

"Mengherankan sekali mereka beraksi siang hari, dengan bersembunyi di balik cadar. Mungkin mereka datang dengan dibonceng, atau jalan kaki, seperti perempuan muslimah bercadar. Ketika mendapatkan sasaran langsung beraksi. . . . . .!" ucap Mas Bejo dengan suara tidak terlalu yakin.

"Ya, bisa jadi. Apa saja dilakukan orang untuk menutupi tindak kejahatan mereka. . !" komentar Kang Murbani.

"Ya. Itu masih dugaan. Benar-tidaknya belum terbukti. . . .!" ucap Mas Bejo kemudian.

Mas Bejo lalu bercerita tentang permainan masa kecil, dari mulai petak umpet hingga belakangan main ninja-ninjaan. Waktu itu digunakan sarung sebagai penutup kepala dan bagian tubuh atas, dengan mengikatkan dua ujung sarung sebelah atas di kepala. Sedemikian rupa cara mengikatnya sehingga dua mata saja yang terlihat, menyerupai ninja.

"Dandanan serupa ninja itu kini lebih akrab dengan sebutan cadar. . . . !" ucap Mas Bejo menambahkan.

Karena kebetulan Mas Bejo mengenakan sarung, maka memperagakan bagaimana kain  sarung dijadikan pakaian ninja alias cadar, seperti yang dimaksudkannya. Maka sontak beberapa lelaki yang mengenakan sarung meniru peragaan itu. Lalu permainan gaple dilakukan. Para lelaki bercadar sarung pun malam itu mulai main gaple. . ..!

*

Kalau ada perempuan yang berkalung sorban, maka sangat wajar ketika ada lelaki yang bercadar sarung. Sorban yang biasa dikenakan lelaki disandang perempuan. Sebaliknya cadar sebagai cara berpakaian wanita, dipakai lelaki. Tidak aneh. Mungkin. Tapi siapa yang boleh melarang pakaian perempuan dipakai lelaki atau sebaliknya?

Dalam kondisi tertentu hal itu sah-sah saja. 'Perempuan Berkalung Sorban' merupakan judul sebuah film. Film yang dirilis 2009 itu,  dibintangi Revalina S. Temat dan disutradarai Hanung Bramantyo. Film tersebut berkisah seputar perjuangan perempuan di lingkungan pesantren konservatif. Sedangkan 'lelaki bercadar' menjadi julukan untuk seorang teroris asal Malaysia dalam penyamarannya ketika buron, namun akhirnya ia  tewas di tangan petugas.

*

Siang harinya perbincangan mengenai maling makin ramai saja. Setelah berbagai teori mengenai bagaimana maling beraksi, kini ditambah lagi dengan usaha apa yang harus dilakukan warga.

"Apa akal kita untuk meringkus maling durjana itu, Bu Tini?" tantang Mak Fatmah Edi Mur ketika secara sengaja di pos ronda.

"Coba sederhanakan dulu pertanyaanmu itu, Mak Fatmah. . .. !" sahut Bu Tini Subejo yang sudah lebih dahulu duduk di sana, menyarankan.

"Lho itu sudah yang paling sederhana. Mau dibikin apa lagi?" Mak Fatmah Edi Mur berkelit. "Oke kusederhanakan. Begini. Mari berunding cara kita menangkap si maling."

Belum sempat dijawab, keluar Mas Bejo yang seperti biasa hendak nimbrung pembicaraan. Namun Mak Fatmah sudah menjauh, disusul Bu Tin..

Satu jam kemudian pembicaaan pada kelompok lain lebih mengerucut.

"Nanti malam para bapak silakan berkumpul dan membahas persoalan ini.. Kumpulkan kawan-kawan anggota pos ronda 'klub banting kartu'. Jam sembilan seperti biasa lapak sudah bisa dibuka. . .!" ujar Mas Bejo lengkap dan sangat jelas.

"Siap. Camilan dan minuman seperti biasa bawa sendiri-sendiri, Panitia hanya menyediakan air kemasan. . . . .!: Pak Edi Mur menambahkan.

*

Seperti rencana semula rapat anggota pos ronda berlangsung, dan seperti biasa pula jam mulainya ngaret  satu jam. Pukul sepuluh sekitar lima belas lelaki tua-muda, jomblo-berkeluarga, kaya-miskin, berkumpul.

Mas Bejo membuka rapat santai warga Kampung Kalajengking di pos ronda, dengan sambutan sangat singkat: "Assalamu alaikum. Malam ini kita mencari solusi bagaimana menanggulangi aksi maling, baik siang maupun malam hari. Dan untuk menyingkat waktu, saya berikan kesempatan pada Wak Ja'far yang pernah menjadi kepala pengamanan sebuah pabrik. Pengalaman maupun sarannya. Silakan. . . .!"

Wak Ja'far kaget karena pekerjaan lama yang selama ini ditutupi ternyata bocor juga. Ya, tentu saja si pembocor tak lain Pak Ketua RT, alias Mas Bejo, yang memang dituntut tahu persis siapa dan bagaimana latar-belakang tiap-tiap warganya.

"Terima kasih. Saya juga mau bicara singkat. Penanggulangan. Pertama galakkan kembali ronda. Bukan hanya untuk main gaple dan catur, tapi untuk berjaga. Kedua, pasang lampu penerang ekstra yang dinyalakan saat ada orang yang dicurigai akan berbuat jahat. Ketiga, pasang CCTV di beberapa tempat strategis agar lingkungan terpantau. Khususnya tengah hari pada saat warga banyak yang beraktivitas di luar kampung. Itu saja. Mudah-mudahan bisa diterapkan. itu saja."

Peserta rapat menyatakan setuju. Tidak ada usulan lain, ini agar lapak gaple segera dibuka. Dan untuk realisasinya, kembali Wak Ja'far yang dipercaya membuat perencanaan pembiayaannya, untuk menentukan berapa beban tiap kepala keluarga harus memberikan iuran.

"Mulai malam ini kita main gaple RT-an.siapa yang jadi RT berarti ia harus berdandan ala ninja alias bercadar sarung. Setuju ya?" ucap Pak Edi Mur yang paling piawai bermain gaple, sehingga mendapat julukan Bos Poldan.

Pak Joni yang nonmuslim angkat tangan. "Aku tidak punya sarung. Jadi bagaimana?"

Kang Murbani yang menyahut: "Ganti dengan memakai daster isteri. . . hehe. Atau ya dipinjami sarung. Kelak mestinya pos ronda ini punya inventaris berupa sarung, yang digunakan khusus untuk bermain gaple RT-an. Oke ya?"

"Sippp!" ucap Mas Bejo dan Lik Sumar, serta beberapa lelaki lain peserta rapat informal di pos ronda 'klub baning kartu' itu. Suasana ramai. Lewat tengah malam aneka kegiatan di pos ronda berakhir. Paginya warga heboh. Malam itu beberapa rumah dibobol maling. Agaknya beberapa kali lewat mobil boks tidak ada yang menyangka. Padahal mungkin saja didalamnya berisi beberapa lelaki yang sudah mengincar sejumlah rumah kosong untuk disatroni. Tanpa perlu repot menggunakan pakaian ala ninja atau bercadar sarung.

*** 23/3/2018***

Gambar     

Simak juga cerita sebelumnya:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun