Di negeri itu tidak banyak orang yang gemar berbicara, apalagi berghibah. Mereka sadar betul bahwa berbicara menghabiskan banyak energi dan kecerdasan. Banyak berbicara cenderung bohong dan sombong. Berbicara hanya alat untuk menipu dan korupsi. Maka orang cenderung diam dan membisu. Hanya para mandor, komandan, pemimpin dan pengkhotbah yang masih berbicara, itupun sangat hati-hati, Â cermat dan terbatas.
Namun. . . . . . ahya, entah kapan pabrik kata-kata itu akan terwujud. Mungkin kelak ketika negeri ini sejahtera karena para koruptornya telah dibebaskan dan diberi jalan lurus ke arah tiang gantung, ke lapangan terbuka untuk pemancungan, atau ke hutan untuk di tembak mati! Tiap koruptor diberi kebebasan terakhir, yaitu kebebasan untuk memilih cara untuk mati: gantung, pancung, atau didor sampai mati! Itulah sebabnya satu-satunya buku yang wajib baca dan terus dicetak ulang puluhan ribu eksemplar kelak berjudul ‘Hindari Bunuh Diri dengan Korupsi!’***
Bandung-Bekasi, November 2014 – Oktober 2016
Simak juga cerpen  sebelumnya :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H