Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen ǀ Pekerja Kantoran, Alamat Palsu, dan Pendemo

25 Oktober 2016   23:52 Diperbarui: 7 November 2016   12:36 1345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Demo mahasiswa berakhir rusuh (Foto: viva.co.id)

***

Bulan ketiga Darsiiwi hampir menyerah, sebuah harapan datang. Pagi-pagi ia sudah keluar ke jalan. Ia mendapati banyak orang berkumpul di dekat sebuah bus karyawan.

“Mumpung kosong, ayo ikut saja, Mas. . . . .!” teriak seseorang sambil mendorong Darsiwi masuk ke dalam bus.

“Mau kemana ini?” celetuk Darsiwi bingung.

“Istana. Demo. Kita sedang memperjuangkan nasib rakyat banyak. Jangan sampai nasib kita terinjak-injak tanpa melakukan perlawanan. . . .!” ujar si Brewok, yang rupanya menjadi komandan demo, dengan bersemangat.

Dalam perjalanan ke lokasi demo, dibagikan kaos dan ikat kepala untuk dikenakan, lalu spanduk dan bendera identitas pendemo. Juga kertas selebaran berisi tulisan yel-yel dan garis besar isi orasi yang menjadi tuntutan.

Demo! Ya itulah kali pertama Darsiwi mengenal dunia kerja yang aneh, namun penuh tantangan dan keramaian. Meski hanya dibayar lima puluh ribu rupiah sekali demo. Ia mendapat kaos dan atribut lain. Juga dapat nasi bungkus, dan layanan perjalanan menuju lokasi demo.

***

Satu tahun sudah Darsiwi merantau. Dan tiba saatnya pulang kampung. Meski tak banyak uang ia memaksankan diri. Ia merasa sudah sangat rindu pada emaknya. Ia tidak membawa oleh-oleh apapun kecuali hanya sekeranjang cerita.

“Aku memang gagal menjadi pegawai kantoran. Tapi pekerjaanku kini tidak kalah mulai. Mak . . . . !” Darsiwi memulai ceritanya ketika selesai makan dan minum yang disediakan Mak Sudrun.

“Asal bukan menjadi pencoleng, Emak setuju saja. . . .!” jawab Mak Sudrun enteng.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun