“Apa yang terjadi dengan dirimu, Kawan?” Jimmy menyapa halus dan sopan.
“Apakah kamu betul-betul lupa siapa aku?” ucap lelaki kumuh itu dengan sedikit mengangkat dagu. Wajahnya kurus, berkerut kerut, pucat dan tua.
“Bob! Jadi, kamu Bob?” Jimmy terpekik tiba-tiba. Terperanjat. Terpukau. Seperti terkena hipnotis. “Hipnotis?” gumam Jimmy kemudian di telinga si kumal.
“Hipnotis, sihir, gendam atau apapun namanya. Satu kata yang sama sekali tidak kupercayai ketika terlontar dari mulutmu lima tahun lalu” ujar Bob terus menunduk dengan suara menahan tangis penuh penyesalan. “Aku selalu gagal menundukkan mata seperti saranmu, supaya tidak terkena pengaruh hipnotis, sihir, dan hal lain semacam itu. Dan hasilnya, lihatlah. . . . . .!”
***
Seminggu lagi Bob bersama belasan orang lain akan dihutankan. Dilepas di hutan belantara seberang pulau. Tak ada pilihan kecuali menerima. Sebab bagi mereka, hukuman itu masih lebih ringan dibandingkan dengan pelaku kejahatan tanpa menggunakan tipuan sedikitpun, dan harus berakhir di tiang gantungan.
Begitulah. Semua media sudah membuat beritanya. Juga harapan dan pesan-pesan terakhir mereka. Memilukan memang. Mereka dianggap tidak cukup layak hidup di lingkungan manusia beradab. .***
Bandung, 7 Oktober 2016 M/6 Muharam 1438 H
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H