Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

(Cerpen) Perempuan Fiksi, Sutradara dan Tahun Baru

2 Oktober 2016   07:26 Diperbarui: 2 Oktober 2016   09:42 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan pada saat demikian Perempuan Fiksi itu ingin segera kembali menjadi manusia normal. Berpikir normal, bertindak normal, bertetangga, berkawan,  berumah-tangga, bekerja, dan hal-hal lain yang normal-normal saja. Mencari nafkah, ngobrol, berbelanja, main game, berolahrga, dan memberi malan pada kucing dan ikan peliharaan. Ia tidak mau lagi hidup seolah menjadi bintang sinetron saat mana semua gerak , pikiran, dan dialog harus disuruh-suruh, bahkan harus dipaksa-paksa oleh sutradara brengsek yang membuatnya stres dan linglung.

Tidak! Tidak ada lagi semua yang fiktif itu. Ia akan kembali menjadi manusia fakta, dengan darah-daging dan semua peristiwa yang nyata.

Sampai kemudian seseorang datang. Ia bukan sutradara, tapi entah siapa. Ia memencet bel  di tembok dekat pagar. Ketika pemilik rumah mendekat ia berteriak dari luar pagar, sekadar mengingatkan: “Minumlah segera obatmu, Kawan. Jangan pernah lupa. Sekali saja kamu lupa tidak meminumnya maka kamu harus mengulang dari awal. Obat itu sangat baik untukmu, untuk kesembuhanmu. . . .!”

Hari beranjak siang. Di layar televisi penyiar berita mengucapkan selamat tahun baru hijriah, 1 Muharam 1438 Hijriah. Perempuan Fakta itu tersenyum wajar, mengangguk-angguk, dan tangan kanannya memasukkan beberapa butir pil dan kapsul sekaligus ke dalam rongga mulutnya. Diiringi dengan tegukan besar air tawar. Selanjutnya tersenyum lebar, dan merasa bahwa suatu ketika kelak ia bakal benar-benar menjadi perempuan normal yang terbebas dari ancaman pembunuhan, terbebas dari peran sadis, terbebas dari sutradara konyol yang tidak punya kemampuan menyutradarai sama sekali. . . . . .! ***

Bandung, 2 Oktober 2016 M/1 Muharam 1438 H

Sumber gambar

Simak juga tulisan sebelumnya:

  1. refleksi-tahun-baru-hijriah-1-muharam-1438-hijriah
  2. dimas-kanjeng-antara-fakta-dan-fiksi-dan-kearifan-lama
  3. /menulis-buku-puisi-sebuah-petualangan-berfiksi_

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun