Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

(Cerpen) Ide Besar Denmas Sandi

22 September 2016   22:36 Diperbarui: 23 September 2016   00:23 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nafas terengah hampir putus, baju setengah basah, dan celana kena becek, Sandi sampai halte. Ia menarik nafas panjang.

Beginilah memperjuangkan ide besar, baru mulai saja, ujian sudah menghadang: hujan! Itu suara dalam hatinya. Ahya, tentu bukan ujian berat bagi yang bermobil, yang rumahnya mentereng di depan jalan raya, tidak masuk ke dalam gang sumpek dan becek!

 “Mau pesta kemana, Bang?” sapa seorang lelaki, Gurman. Dengan akrab. Sandi tersenyum kecil, tangannya saja yang bergerak-gerak diiringi wajah dikerut-kerutkan.

“Oh, kukira kemana? Aku mau ikut kalau memang ada proyek bagus!” sambung lelaki itu sok tahu. Sandi cepat melengos sambil meraba saku celana belakang. Dompet yang berisi hanya beberapa lembar uang lima ribuan harus diselamatkan untuk ongkos bus.

Wajah Gurman mengingatkan Sandi pada kejadian setahun lalu. Ngobrol panjang soal ide cerpen sambil minum kopi. Saat mau bayar dompet raib. Terpaksa ia melepas jam tangannya untuk jaminan! Dengan tertawa-tawa mengejek Gurman mengembalikan dompet Sandi lalu buru-buru pergi. Sandi lega mendapatkan kembali dompetnya, tapi ketika dompet dibuka isinya tidak cukup untuk membayar tiga gelas kopi dan dua potong kue. Lembaran lain tentu sudah disambar Gurman copet itu!

Begitu bus kota sesuai jurusan yang dituju tiba, refleks Sandi tanpa pikir panjang terus melompat ke dalam bus. Celaka, map merah dengan berkas isinya tertinggal di bangku panjang di halte bus kota! Mumpung belum jauh Sandi minta berhenti! Bus memang berhenti, tapi sopir dan kondektur spontan memaki! “Brengsek! Begitulah pencopet, kalau tidak ada sasaran seenak udel minta turun. . . . .!” ujar sopir Wak Adung, yang ditimpali kondektur Mang Makiyun, dengan menggeram.

Sesampai di trotoar Sandi mengambil kerikil dan langsung menyambitkannya ke badan bus yang beranjak pergi. Bus itu meninggalkan deru knalpot dan asep hitam menebal menyesaki hidungnya. “Kalianlah yang brengsek! Tahu apa kalian tentang berkas-berkas berharga berisi ide besar seorang seniman?”  

Pada bus berikutnya, Sandi tak lupa menenteng map merahnya.

***

DI RUANG tunggu kantor guburnur, suasana seperti pasar. Ramai, riuh, dan sibuk. Sandi coba mencari-cari informasi? Di situ awak media berkumpul. Ada yang membawa tustel, kamera video, bawa notes, dan beberapa diantaranya sedang asyik dengan laptopnya. Tapi ada pula wajah-wajah seperti seniman: yang botak habis, yang gondrong sampai sebahu, atau rambutnya diminyaki sampai meleleh-leleh ke kerah baju. Sandi hafal aneka gaya penampilan para seniman. 

“Sudah lama nunggu, Mas?” tanya iseng Sandi pada seorang juru kamera yang sedang mengutak-atik lensa kamera.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun