Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Bulan Kemerdekaan RTC] Pembalasan, Seratus Tahun Kemudian

18 Agustus 2016   10:18 Diperbarui: 18 Agustus 2016   10:38 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tentara dalam perang darat (http://nicoladalbenzio.blogspot.co.id/)

Seratus pejuang yang akan merangsek ke Negeri Belanda itu telah menggunakan piranti dan pakaian khusus anti radiasi, anti ditektor panas dan logam, anti serangan virus dan gas beracun apapun. Pesatnya perkembangan teknologi telah memungkinkan seseorang menggunakan perangkat tertentu untuk menghindari semua ancaman konvensional yang membahayakan jiwa. Bahkan mereka membawa peralatan canggih untuk menetralisir tempat-tempat yang dikehendaki jauh lebih cepat dibandingkan seharusnya.  

Seperti para pahlawan kemerdekaan dulu, keseratus orang pejuang itu menggunakan semacam bambu runcing sebagai senjata. Tentu bukan bambu asli dari kebun bambu. Bentuknya saja menyerupai bambu, pendek dan lancip, namun super canggih yang mampu mengeluarkan aneka sinar pembunuh maupun penyembuh, juga aneka persenjataan yang melumpuhkan fisik dan mengacaukan pikiran. Serupa totokan ke pusat-pusat syaraf yang mematikan. Dalam perjalanan penyusupan itu persenjataan mereka beberapa kali dipergunakan.

***

Tentu saja ribuan museum di negeri Kincir Angin itu tinggal debu berserakan di bawah puing-puing bangunan nyaris rata tanah. Sersan Jumalit bin Ardam tidak berputus ada. Ia mengumpukan ke tujuh wakil komandan, bahkan juga ke sembilan puluh dua pejuang yang telah berkumpul di dekat sebuah taman kota yang porak-poranda.

“Apa yang masih dapat kita bawa pulang sekarang? Semuanya telah menjadi rongsok. Banyak artefak, benda seni dan budaya, lontar dan kitab-kitab kuno, wayang, batik, perkakas dapur, dan yang lainnya yang mereka sampas pada zaman penjajahan dulu  telah tak berwujud. Yang masih bertahan tinggal patung-patung batu. Bahkan aneka logam perhiasan, senjata tajam, maupun peralatan pertanian telah meleleh tak berbentuk.. . . . .!” bisik Sersan Jumalit dengan begitu prihatinnya. 

“Tapi kepalang basah, Komandan. Harus ada yang kita bawa pulang untuk menandai bahwa kita telah sampai pada satu titik pencapaian tertinggi dimana semua dendam kesumat masa lampau terlampiaskan!” ujar Briptu Monang setengah memprotes.

“Saya setuju sekali. . . . .!” sahut Bripda Jafar dan Joyo hampir bersamaan. Keduanya tidak punya perbendaharaan kata lain kecuali tiga kata itu. Bahkan untuk menyatakan ketidaksetujuan pun mereka menggunakan kata-kata yang sama. Hanya tekanannya yang diubah-ubah. Bila bermakna setuju akan dibuat berlogat kental Jawa Timuran. Namun bila berarti menolak digunakan logat Sumatera Utara: lugas, tuntas, dan beringas!

“Maksudmu?” desak Sersan Jumalit.

“Sahaya setujuh sekhaliii, Komandan. . . . .!” ucap Jafar dan Joyo santun, serentak.

Semua mengangguk tegas. Seratus orang mengangguk berulang-ulang, serupa gerakan Tari Saman, sambil mengucapkan kata : “Aamiinnn. . . . .!” Panjang sekali, hingga bergema dari pantulan reruntuhan gedung yang takpak di sepanjang mata memandang!

Sorak-sorai riuh sesaat. Sampai seorang wakil komanan berdiri dan mendekati Sersan Jumalit. Dengan gerakan reflek yang mengagetkan Briptu Sulfiati menyergap daun telinga komandannya. Lalu berbisik lirih. Entah apa isinya. Yang pasti bukan godaan untuk berselingkuh. Hanya beberapa detik, dan sang komandan yang sangar dan legam oleh aneka tatto itu tak berkutik untuk mampu berkata tidak!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun