Namun memang itulah Indonesia kita tercinta. Indonesia kita bersama. Kalau jari telunjuk kita tegak menunjuk pada seseorang (siapapun dia), sadarlah, empat jari yang lain menunjuk pada diri kita sendiri. . ! Kalau ada yang nyinyir bertanya ‘mau jadi apa negeri ini dengan segala keburukan itu’, maka jawabnya tentu kita tidak akan jadi apapun (bukan India, Pakistan, Tiongkok dan sebutlah  negara manapun di dunia ini. Bukan!) kecuali tetap Indonesia.
Nah, begitu saja catatan kecil ini. Yang pasti topik serupa sudah banyak ditulis orang. Masih ada beberapa subjudul lain sebenarnya, antara lain: kenapa lajur sebelah kanan jalan tol (untuk arus belawanan) dibiarkan merana tak berguna; kenapa petugas di pintu tol Brebes Timur melalui pengeras suara tidak memperbolehkan pengendara mobil singgah di halaman kantor Jasa Marga (alasannya karena bukan rest area, sementara rest area yang ada sangat tidak memadai); kenapa tidak ada Polantas atau petugas lain yang tampak di sepanjang waktu dan tempat kemacetan itu. Kenapa? Entahlah!
Akhirnya, selamat ber-arus-balik-ria, bersyawalan dengan warga perumahan sekitar dan rekan kerja, saling bersilaturahim, beranjang-sana, bermaaf-maafan, dan saling menyadari kesalahan masing-masing (dengan makan kupat, kiratabasa ‘ngaku lepat’ alias mengakui kesalahan), dan  menjadi fitri/fitrah diri dan keluarga.
Semoga umur kita dipanjangkan untuk bertemu dengan segenap kerepotan serupa tahun depan. Tapi kalau boleh jangan ada penyiksaan lagi diantara kita. Ampun, kapok deh! Kalau boleh para pemudik Lebaran mendatang mestinya dipertemukan dengan surga jalan tol yang sangat dirindukan itu. . . . .! Kami pulang dari Solo ke Bandung dengan singgah di Kendal, dari Minggu siang hingga tiba Senin malam, lancar-aman-terkendali! Terima kasih untuk itu. Alhamdulillah! Wassalam.
Bandung, 13 Juli 2016