“. . . . . tulisan ini bukan membangun pencitraan diri, bukan pula memoles atau membungkus diri dengan kisah kisah inspiratif dan motivasi. Melainkan semata mata untuk menjadi inspirasi,bahwa untuk terapkan hidup berbagi tidak perlu menunggu kaya. . . . ."
Seperti media sosial lain, Kompasiana tidak luput dari perang opini, perang komentar, dengan segenap implikasinya: saling menghujat, memfitnah, menghakimi, dan melecehkan. Banyak tulisan panas dan bombastis yang kemungkinan bertujuan untuk memancing pendapat, tetapi bukan tidak mungkin untuk mengail di air keruh, atau sekedar mencari gara-gara. . . .
Pak Tjip tidak ingin link yang dibuatnya dikotori oleh debat dan perbedaan pendapat dengan saling menjelekkan dan menghujat, untuk kemudian saling membenci sambil tak jelas kemana arah juntrungannya. Maka ditulisnya kiat agar terhindar dari persoalan itu :
“Walaupun usia sudah 73 tahun ,namun tidak jarang hati ikut panas membaca artikel yang tebar kebencian. Merawat hati ,agar tidak terkontaminasi oleh kebencian, memang butuh perawatan khusus. Dan bersyukur dendam dan kebencian, tidak mampu menembus hati saya. . . ."
Akhirnya, nasehat paling jitu bagi orang-orang yang memasuki masa pensiun dan kondisi lain serupa itu yaitu dengan menulis. Dikatakannya, menulis dapat menghindarkan seseorang dari post power syndrom.
"Walaupun bukan pejabat namun saya pernah menjadi pengusaha selama lebih dari 20 tahun. Dimana saya sebagai direktur utama dan menjadi orang nomor satu dalam perusahaan kami. Dengan mempersiapkan diri sejak dini, maka saya dapat dengan melenggang meninggalkan kursi : "direktur utama” dan menjadikan diri sebagai seorang Penulis .Ternyata menulis tidak hanya terapi diri, tidak hanya mencegah lupa, tetapi sekaligus menjadikan hidup kita berarti."
Tulisan Pak Tjip: Insiratif dan Memotivasi
Menulis itu tidak mudah, tapi bagi Opa Tjip menulis ‘terasa’ bukan saja mudah tetapi juga rutin dan murah. Begitu barangkali pendapat orang melihat begitu produktif dan berbobot tiap tulisan yang dipostingnya di Kompasiana.
Meski belum pernah bertemu langsung, saya -dengan terlebih dahulu menyampaikan permintaan maaf- memberanikan diri untuk menilai sosok Pak Tjip dari tulisan-tulisannya yang khas, yaitu terus terang, langsung pada sasaran, dan bernilai guna dengan didasari pengalaman-pengamatan-tanggapan serta hasil dari perjalanan hidup hingga perjalanan spiritual yang panjang. Tulisan-tulisan itu inspiratif sekaligus memotivasi
Sederhana, Terus-terang
Pak Tjip, seperti sering ditulisnya sendiri, sudah terbiasa menulis dan membaca sejak muda. Maka menulis di Kompasiana terasa begitu sederhana. Padahal tentu saja menulis -sekaligus menjadi bahan tulisan- tidak sesederhana yang kita duga.