Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Dua Orang New Caledonia Ikuti Program Beasiswa Seni dan Budaya Indonesia Tahun 2016

13 Mei 2016   13:27 Diperbarui: 14 Mei 2016   21:57 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Caroline Marquet menari Bajidor Kahot pada acara Resepsi Diplomatik KJRI Noumea tahun 2014

Dua orang muda dari New Caledonia menjadi bagian dari 60 pemuda-pemudi dari berbagai negara untuk mengikuti program Beasiswa Seni dan Budaya Indonesia (BSBI). Program tahun 2016 berjangka tiga bulan itu diselenggarakan Kemlu RI. Keduanya yaitu Gisele seorang keturunan Melanesia Kanak  yang menjadi pengajar Bahasa Inggris, serta Paul seorang diaspora Indonesia yang berkulit putih penggiat seni dan musik.

Sebelumnya telah 5 orang pemuda-pemudi New Caledonia yang mengikuti program tersebut. Sepulang ke New Caledonia mereka aktif menyebarluskan pengetahuan dan keterampilan seni dan budaya Indonesia yang mereka kuasai kepada generasi muda setempat.

Konjen Widyarka (tengah) melepas keberangkatan Gisele dan Paul di KJRI Noumea.
Konjen Widyarka (tengah) melepas keberangkatan Gisele dan Paul di KJRI Noumea.
Konjen RI Noumea Widyarka Ryananta melepas Gisele dan Paul hari Senin lalu,  dan  hari ini (13/5/2016) program Beasiswa seni dan Budaya Indonesia tahun 2016 dibuka di Jakarta.

Melepas, Gisele-Paul

Wahuzue Gisele Batra dan Paul Ryanto Marcello Barri, sebagai peserta BSBI tahun 2016 wakil New Caledonia, memiliki ketertarikan yang sama pada kebudayaan Indonesia.

Gisele, gadis berusia 27 tahun ini adalah seorang volunteer pada  organisasi bernama Association France Volontaires. Sejak 2013, Gisele aktif mengajar Bahasa Inggris pada anak-anak di negara Vanuatu. Berasal dari keturunan kepala suku di pulau Lifou, gadis campuran Kanak, Prancis dan Inggris ini sangat tertarik untuk mempelajari kehidupan sosial dan budaya negara lain. Pengalaman di berbagai forum kemahasiswaan di Universitas New Caledonia mempermudah baginya untuk berhubungan dan mempelajari berbagai budaya masyarakat dengan latar belakang berbeda.

“Selama ini saya sering mendengar pemberitaan negatif tentang Indonesia. Saya penasaran dan ingin mengetahui kebenarannya. Dengan mengikuti program BSBI, nantinya saya bisa mengajarkan tarian Indonesia di kampung halaman saya di Lifou serta di Vanuatu,” ucap Gisele mengungkap alasannya mengikuti program ini.

Sementara Paul, yang memiliki darah Indonesia dari ayahnya, tertarik untuk mencari jati dirinya sebagai diaspora Indonesia. Pria yang saat ini bekerja sebagai koordinator seni dan musik pada pusat kepemudaan Le Rex mengaku pernah belajar pencak silat Merpati Putih selama 3 tahun.

Pemikirannya yang terbuka dan mudah beradaptasi, menjadikan pria 28 tahun ini terpilih sebagai salah satu peserta BSBI 2016.  Baginya :

“Seni merupakan kunci dalam pembangunan watak suatu bangsa, serta mendorong manusia berbagi, mengasihi, menghargai dan bertoleransi.”

Konjen RI Noumea Widyarka Ryananta saat melepas keberangkatan Gisele dan Paul meminta agar keduanya dapat mengikuti seluruh program pelatihan secara tekun.

“Saya mengharapkan agar seusai mengikuti BSBI, mereka bersedia membagikan ilmunya pada generasi muda New Caledonia, seperti yang dilakukan para alumni sebelumnya.” 

Program BSBI Kemlu RI

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri sejak tahun 2003 memperkenalkan ragam identitas dan kepribadian bangsa Indonesia kepada generasi muda dari negara sahabat. Pelaksanaan BSBI dinilai sangat penting dalam mempromosikan kebijakan luar negeri Indonesia, khususnya pemanfaatan soft power diplomacy Indonesia melalui seni dan budaya.

Selama tiga belas tahun penyelenggaraan program BSBI telah dihasilkan 658 alumni BSBI yang berasal dari 60 negara anggota ASEAN, APEC, ASEM, Pasific Island Forum (PIF), dan Melanesian Spearhead Group (MSG), South West Pacific Dialog (SWPD).

Mulai 13 Mei 2016, Kemlu RI kembali melaksanakan Program BSBI yang diberikan kepada 60 pemuda dari 41 negara. Dengan tema “Thousand Islands Made in Heaven”, BSBI 2016 akan mengangkat kebhinekaan wilayah Nusantara dari Sabang hingga Merauke, khususnya kekayaan budaya, nilai sosial, sejarah, dan sumber ekonomi.

Begitu besarnya manfaat program BSBI sehingga para alumni dari New Caledonia tetap menekuni seni budaya Indonesia. Sejak pertama kali program BSBI dibuka tahun 2010, sudah lima orang pemuda dan pemudi New Caledonia mengikuti program ini. Beberapa diantara mereka aktif berpartisipasi dalam kegiatan promosi seni dan budaya Indonesia yang digelar oleh KJRI Noumea maupun Asosiasi Persatuan Masyarakat Indonesia dan Keturunannya (PMIK) di New Caledonia.

Pengalaman dan Kesan Peserta dari New Caledonia

Rasa bangga dan bahagia terpilih menjadi penerima beasiswa merupakan hal pertama yang diungkapkan oleh para alumni BSBI asal New Caledonia. Berbagai pengalaman dan kesan yang berbeda dari setiap alumni pada lima tahun terakhir, menunjukkan keberhasilan program BSBI sebagai wahana memperluas wawasan tentang Indonesia. Selain menjadi friends of Indonesia, para alumni memposisikan diri sebagai duta budaya untuk membantu promosi Indonesia di luar negeri.

Hugo Anthofer, pada pagelaran operet Dari Masa Ke Masa 2014
Hugo Anthofer, pada pagelaran operet Dari Masa Ke Masa 2014
Bagi Hugo Anthofer, beasiswa ini merupakan ajang eksplorasi bakat peserta. Hugo sendiri sebenarnya tidak asing lagi dengan Indonesia. Ia merupakan keturunan campuran Prancis – Indonesia. Namun karena tumbuh dan besar dengan budaya Prancis, Hugo kecil tidak terlalu mengenal sejarah tanah air ibunya.

“Awalnya saya sama sekali tidak bisa berbahasa Indonesia. Tetapi, saya sempat beberapa tahun belajar Pencak Silat di komunitas Indonesia. Menjadi orang pertama dari New Caledonia yang mendapatkan Beasiswa Seni Budaya Indonesia, merupakan sebuah kebanggaan tersendiri bagi saya.”

Selama tiga bulan mengikuti program BSBI pada tahun 2010, Hugo kembali mengasah kemampuan beladiri pencak silatnya. Selain itu ia mempelajari alat musik angklung dan belajar beberapa tarian kontemporer. Ilmu yang didapat dari program BSBI, kemudian diterapkannya dengan berpartisipasi dalam pagelaran operet Dari Masa ke Masa, di New Caledonia tahun 2014.

Setelah menamatkan kuliah, Hugo kembali lagi ke Indonesia untuk mencari kesempatan berkarya di Indonesia. Hugo kemudian mulai mengikuti beberapa casting dan sempat mendapatkan peluang untuk tampil pada beberapa film televisi (FTV) Indonesia. Meskipun terbilang singkat, hanya satu tahun, pria yang bekerja sebagai web developer di Noumea dan mahir berbahasa Indonesia ini, bertekad suatu saat nanti kembali lagi ke Indonesia.

Caroline Marquet menari Bajidor Kahot pada acara Resepsi Diplomatik KJRI Noumea tahun 2014
Caroline Marquet menari Bajidor Kahot pada acara Resepsi Diplomatik KJRI Noumea tahun 2014
Sementara itu Caroline Marquet  yang belum pernah meninggalkan keluarga dalam jangka waktu yang lama, awalnya merasa khawatir untuk mengikuti BSBI. Namun setibanya di Indonesia dan melihat profesionalitas panitia BSBI, perasaan itu sirna. Dara yang berprofesi sebagai photografer ini belajar tari Jaipong, seni bela diri pencak silat dan alat musik tradisional angklung serta Bahasa Indonesia selama tiga bulan di Saung Angklung Udjo.

Alumni BSBI tahun 2014 ini kemudian menjadi lebih aktif berpartisipasi dalam kegiatan seni budaya Indonesia yang digelar baik oleh KJRI Noumea maupun Persatuan Masyarakat Indonesia dan Keturunannya (PMIK). Caroline yang mengaku tidak memiliki keahlian dalam menari dan bermain musik, kini penuh percaya diri untuk berbagi ilmu sebagai pelatih tari Bajidor Kahot kepada beberapa murid di KJRI Noumea dan anggota PMIK. Menurut Caroline : “Apabila ada kemauan dan keuletan, kita dapat mempelajari hal yang kita nilai mustahil dilakukan. ”

Stephanie Sagit dan Katy Zainin, inspirasi dan wawasan

Sejak kecil Stephanie Sagit sudah sering mendengar cerita dari sang ayah dan kakek neneknya mengenai keindahan Indonesia, Berbekal dari cerita dan bayangannya tentang tanah leluhurnya, dara campuran Prancis-Indonesia ini untuk pertama kalinya ke Indonesia mengikuti program BSBI tahun 2014.

“Setiap hari kita belajar bahasa Indonesia, menari dan bermain alat musik tradisional, serta diperkenalkan budaya sosial masyarakat Indonesia. Tujuannya, agar kita dapat hidup berbaur dan menyatu dengan masyarakat Indonesia.”

Stephanie Sagit menari Suramadu pada HUT Amicale Indonesienne Paita tahun 2015
Stephanie Sagit menari Suramadu pada HUT Amicale Indonesienne Paita tahun 2015
Selama tiga bulan mengikuti program BSBI Stephanie ditempatkan di salah satu sanggar tari di Surabaya. Stephanie yang sama sekali belum pernah belajar tari Indonesia merasa cukup kesulitan. Menurutnya, tarian Indonesia meski terlihat sangat sederhana namun indah, ternyata tersimpan kerumitan dalam menarikannya dengan baik. Berkat dorongan dan kedisiplinan dari guru sanggarnya, Stephanie berhasil menguasai tiga jenis tarian kontemporer Indonesia. Sekembalinya dari Indonesia, Stephanie aktif dalam berbagai kegiatan kesenian, salah satunya dengan membagikan ilmu tarinya kepada para penari di komunitas Indonesia New Caledonia.

“Ilmu yang saya dapatkan dari BSBI, tidak hanya pengetahuan seni budaya, tetapi juga pelajaran hidup mengenai pentingnya berbagi dan bersyukur terhadap apa yang didapatkan.”

Bagi Katy Zainin keikutsertaannya pada program BSBI membuka pandangan tentang Indonesia. Katy Zainin yang merupakan alumni BSBI tahun 2015 merupakan keturunan ke-tiga diaspora Indonesia. Katy sedari kecil sudah terbiasa dengan adat Jawa yang selalu ditanamkan oleh sang kakek. Meskipun demikian, Katy mengakui bahwa tidak banyak yang diketahuinya tentang Indonesia.

Berkesempatan untuk mempelajari seni budaya Indonesia di kota Solo, Katy mempelajari tari kreasi Jawa Kridhanala dari kelompok Mangkunegaran. Bersama rekan-rekan lainnya dari berbagai negara, wanita bergelar Master pada Jurusan Risk Environmental Management sebuah universitas di Prancis ini mengaku mendapatkan banyak pelajaran seni budaya Indonesia, terutama tari dan Gamelan Jawa.

Menemukan sisi lain Indonesia yang selama ini hanya bisa dilihat dari televisi atau internet, dan bertemu langsung serta berbagi pengalaman dengan banyak orang dari berbagai negara, memberi pengalaman tersendiri bagi Katy. Hingga kini Katy masih menjalin kontak dengan sesama alumni BSBI di berbagai belahan dunia.

Untuk keterampilan menari, Katy terus mengasah kemampuannya dengan belajar pada Suratno, guru Tari Jawa dan Karawitan di KJRI Noumea. Katy ingin membagi pengalaman dan pengetahuan tentang kebudayaan Indonesia yang telah dipelajari kepada rekan-rekan dan masyarakat New Caledonia. ***

Sumber tulisan dan foto: Consulat Général de la République d’Indonésie  Nouméa

2, Rue Lamartine, Orphelinat, 98800 Noumea, Nouvelle-Caledonie

Sumber video:

  1. https://www.youtube.com/watch?v=D_OxW0MrE7A
  2. https://www.youtube.com/watch?v=CHmtc8wmuXI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun