Semua Pendukung Operet Dari Masa Ke Masa di New Caledonia
Jejak leluhur tidak mungkin dilupakan dan diabaikan. Terlebih manakala seseorang terpisahkan oleh jarak dan waktu yang begitu jauh dan begitu lama. Semua itu membuat rasa rindu. Rindu kampung halaman, rindu aneka makanannya, rindu seni-budaya yang adiluhung itu. Demikianlah yang selalu dirasakan diaspora Indonesia di New Caledonia (wilayah seberang lautan Prancis di Pasifik Selatan).
Berbekal keinginan untuk menarik minat para pemuda diaspora Indonesia di New Caledonia pada jejak leluhur itu sebuah gagasan besar dibuat. Gagasan untuk lebih mengenal dan mencinta budaya leluhur, dalam bentuk pagelaran seni tari dan musik Indonesia. Program itu menggabungkan unsur seni tradisi dan modern itu diwadahi dalam Operet berjudul Dari Masa ke Masa (DMKM).
Dari Ide hingga Pentas
Ide pembuatan operet DMKM dicetuskan Thierry Timan. Ia menjabat sebagai Ketua Persatuan Masyarakat Indonesia dan Keturunannya (PMIK). Selaku sutradara ia memiliki keinginan untuk memperkenalkan keindahan seni budaya leluhur di tanah kelahirannya, New Caledonia. Seperti diungkapkannya: “Indonesia di New Caledonia identik dengan tiga hal, makanan seperti bakmi, tarian yang lembut dan musik tradisional yang monoton. Padahal perkembangan musik dan tari Indonesia saat ini sudah sangat pesat,”
Komunitas Indonesia di New Caledonia sering berpartisipasi dalam berbagai kegiatan seni dan budaya setempat. Salah satu yang menjadi pendorong Thierry Timan untuk menghelat pertunjukan seni budaya yang lebih besar, adalah besarnya antusiasme penonton saat digelar pertunjukan seni tari bertajuk “Nusantara” tahun 2007. “Pada masa itu, pertunjukkan Nusantara menjadi sajian kolosal yang melibatkan banyak penari dan pemusik. Meskipun konsepnya sederhana ternyata pentas itu diterima dengan baik oleh masyarakat. Namun selanjutnya saya ingin sesuatu yang berbeda.”
Untuk mencari inspirasi, Thierry kemudian melakukan beberapa kali perjalanan ke Indonesia. Lagu-lagu yang pada akhirnya terpilih untuk mengiringi tari juga didapatkannya pada masa yang tidak terduga seperti saat berjalan-jalan dan saat berkendara. “Untuk Keroncong Protol – Bondan Prakoso, saya pertama kali mendengarnya di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta. Nadanya unik, menggabungkan unsur tradisional dan modern. Saya simpan lagu itu dalam memori saya dengan niat akan saya munculkan apabila saya dapat menggelar sebuah pertunjukan”
Kemudian di tahun 2011, Thierry Timan mengajukan proposal untuk menggelar pertunjukan seni budaya kepada Persatuan Masyarakat Indonesia dan Keturunannya di New Caledonia Baru, yang pada masa itu dipimpin oleh Jean-Max Wiria. Thierry juga mulai mengumpulkan rekan-rekan musisi yang dapat diajak bekerja sama. Untuk musik dan lagu tradisional Thierry menggandeng Tim Angklung KJRI Noumea yang dipimpin oleh Amsy Djoemadi untuk berkolaborasi. Selain itu dirangkul pula beberapa pemain saron dari tim Gamelan KJRI Noumea.
Namun ide besar itu sempat terhenti pada tahun 2012 karena kesibukan tiap-tiap musisi/ Kemudian Dari Masa Ke Masa kembali melakukan pertemuan dan lebih serius digarap sejak Maret 2013.
Beberapa lagu pop populer Indonesia dipilih, diantaranya lagu Akhirnya ku Menemukanmu (Naff), Ini Cinta (Noah), Magnet (Judika), dan lagu Ku Pilih Dia (Cokelat). Sedangkan lagu tradisional Jawa antara lain Suwe Ora Jamu dan lagu setempat. Thierry mempercayakan koreografikepada Anne Laure, seorang diaspora muda Indonesia. Melalui tangan Anne-Laure bersama dengan beberapa guru tari lain terciptalah tarian kontemporer yang memadukan unsur gerak tari tradisi dan modern Indonesia.
Target program ini menarik keterlibatan sebanyak mungkin diaspora muda Indonesia, namun pada awalnya cukup sulit mengumpulkan para penari. Image tarian tradisional Indonesia yang dinilai kuno dan tidak sejalan dengan modern dance yang sedang digandrungi para pemuda, harus diubah. Selanjutnya Thierry selain berusaha meyakinkan para penari, juga menyediakan waktu khusus untuk melakukan kunjungan ke Indonesia. Dengan itu para diaspora muda di New Caledonia berhasil diyakinkan akan keunikan tari yang akan ditampilkan.
Selama satu setengah tahun masa persiapan operet Dari Masa Ke Masa. Thierry dan para head of team (yang terdiri dari tim musik, tim choir dan tim penari) terus bekerja sama dalam menjaga kondisi para performer agar tidak merasa bosan. “Oleh karena itu, kami berusaha untuk memberikan sesuatu yang berbeda setiap minggunya. Dengan menambahkan ide-ide baru ke dalam gerakan dan aransemen lagu, para performer terpacu untuk terus melakukan latihan.”
Strategi lain yang dijalankan yaitu latihan dari setiap tim di tempat yang berbeda. Para penari hanya diiringi musik dari kaset, dan berlatih di Wisma Masyarakat Indonesia Robinson. Para penyanyi dan pemain angklung berlatih di Aula KJRI Noumea, sementara para pemusik berlatih di studio musik. Hingga operet DMKM digelar, para performer bahkan tidak mengetahui adanya video pengenalan Indonesia yang ditayangkan pada setiap jeda penampilan. Tayangan video dilakukan untuk menjaga feel of excitement dari para performer.
Operet, Nonstop
Operet Dari Masa ke Masa (DMKM) pertama kali digelar pada tahun 2014 di Centre Culturel Mont-Dore, New Caledonia. Selama tiga hari berturut-turut dari 21 hingga 23 Juni 2014 opeeret berdurasi dua jam lebih itu digelar dan disaksikan sekitar 1.200 orang penonton. Operet ini melibatkan sekitar 20 musisi, 30 penari dan 10 teknisi. Mereka hampir 90% merupakan warga negara Prancis keturunan Indonesia.
Selanjutnya dalam rangka merayakan 120 tahun kedatangan orang Jawa di New Caledonia, pada bulan 23 April 2016 lalu operet DMKM dipentaskan selama satu jam nonstop di Festival Omelete Geant di Dumbea.
Pertunjukkan ini juga disaksikan oleh Komisaris Tinggi Prancis untuk New Caledonia VIncent Bouvier, Sekjen Komisaris Tinggi Laurent Cabrera, Delegasi Komisaris Tinggi Prancis di wilayah Provinsi Selatan Philippe Layrucas, dan Walikota Dumbea Georges Naturel.
Komisaris Tinggi Vincent Bouvier tidak dapat menyembunyikan kekagumannya dan memberikan apresiasi atas kreatifitas para diaspora muda Indonesia di New Caledonia. ”Bagus sekali, mereka berhasil memadukan gerak tari tradisi dan tari asing seperti Waltz dan Salsa,” ujar Vincent Bouvier kepada Konjen RI Noumea, Widyarka Ryananta,. Pernyataan itu dikemukakan setelah menikmati pertunjukkan tari kreasi baru yang diiringi lagu Sadado yang pernah dibawakan kelompok Marsada dari Batak.
Karena pertunjukkan digelar di chapito(sejenis tenda sirkus, tanpa kursi) maka para pejabat pun duduk beralaskan tikar. Mereka duduk didampingi Konjen Widyarka Ryananta berserta istri Veryna Widyarka. Bagi kebanyakan warga New Caledonia yang hadir, baru pertama kali mereka melihat pejabat tinggi sekelas Menteri duduk tanpa kursi bebaur dengan warga masyarakat lain. Menurut rencana Operet Dari Masa ke Masa itu akan ditampilkan kembali tanggal 13 Mei 2016 pada Festival Museum New Caledonia, di kota Voh, Provinsi Utara.
Kolaborasi Seni Tradisi dan Modern Indonesia
Operet Dari Masa ke Masa mengambil unsur seni budaya Jawa, Betawi, Bali, Batak hingga balet, waltz dan salsa. Adapun alat musiknya mulai dari gitar, cello, violin, angklung hingga gamelan. Pertunjukkan ini diupayakan untuk menyajikan kualitas pentas yang menarik minat masyarakat dari semua kalangan. Pentas DMKM diselingi dengan atraksi pencak silat dan wayang.
Selain seni budaya Indonesia mendominasi operet DMKM, dengan sengaja dimasukkan gerak tari dari budaya Melanesia New Caledonia, Kanak, dalam pagelaran tersebut diiringi lagu “Oceanie ”.
Pertunjukkan Dari Masa Ke Masa diharapkan dapat membuka wawasan masyarakat New Caledonia pada umumnya mengenai Indonesia. Sebagai pengisi jeda peralihan pertunjukan tari diselipkan tayangan video perkenalan Indonesia. Para penonton diajak untuk mengenal sejarah Indonesia mulai dari lambang negara, bendera, Garuda Pancasila, wayang hingga berbagai kehidupan sosial di Indonesia.
Gagasan untuk menampilkan video tersebut tercetus karena mayoritas para performer DMKM tidak punya pengetahuan dasar mengenai Indonesia. Meskipun telah berkewarganegaraan Prancis, diharapkan mereka memahami sejarah dan negara Indonesia.
Yang lebih mengesankan, seusai anak-anak muda menyanyikan lagu Magnet (yang dipopulerkan oleh Judika), dengan diiringi musik pop-rock dengan gerakan energic, kemudian memberikan penghormatan pada bendera Sang Saka Merah Putih.
Menghabiskan budget sebesar dua juta Francs (220 juta rupiah lebih), pentas DMKM dinilai berhasil menampilkan potret Indonesia di New Caledonia. Kostum penari yang menggabungkan unsur tradisional dan modern, paduan musik yang juga kaya akan rasa Indonesia, ditambah dengan kreatifitas dan interaksi kepada para penonton, menjadi daya tarik tersendiri bagi yang menyaksikan.***
Sumber informasi dan foto-foto: Consulat Général de la République d’Indonésie Nouméa
2, Rue Lamartine, Orphelinat
98800 Noumea
Nouvelle-Caledonie
Tautan Video :
https://www.youtube.com/watch?v=1_ieEZ8VNHs
https://www.youtube.com/watch?v=_Atsc5OTOns
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H