Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta yang Menua # Bab III – Tiga (Tantangan 100 Hari Menulis Novel)

14 April 2016   21:49 Diperbarui: 14 April 2016   21:56 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Saya harus ikut rapat. Jadi maaf sekali tidak bisa lebih lama lagi menemuimu. Namun secara ringkas menegenai masalahmu dapat saya katakan begini: ketidakhadiranmu sangat-sangat disesalkan. Apapun alasannya, seorang host tetap pada sebuah acara tidak tergantikan. Lebih baik acara batal daripada menjadi rusak karena digantikan orang lain.. . . . .” ujar Mas Dayu kemudian menarik nafas panjang. “Keputusan saya mencari penggantimu kemarin oleh pimpinan dinilai salah. Itu kenapa saya kena semprot parah. Kedudukan saya terancam. . . . .”

“Aduh, begitu besar kesalahan saya ya, Mas. . . . .!” komentar Wasi coba ikut bersimpati pada posisi Mas Dayu.

“Lebih dari itu tidak pilihan bagi host yang mangkir, meski hanya sekali, untuk menerima akibat terburuk yaitu diminta mengundurkan diri. Itu keputusan dalam rapat kemarin. . . . . .”

Wasi sudah dapat menduga resiko itu yang harus diambil. Dan sekarang kekhawatirannya menjadi kenyataan. Perempuan itu hanya bisa menunduk, tanpa reaksi apapun. Menyesali jelas tidak perlu, yang ada harus menerima dengan keikhlasan. 

“Terimakasih kalau itu keputusan yang sudah diambil. Aku belajar lama untuk menjadi orang yang tidak mudah menyalahkan diri sendiri. Dan  bersamaman dengan itu tidak suka membela diri atas nasib apapun yang orang timpakan. Saya terima. . . . . . .”, ujar Wasi tanpa ekspresi. Sekejap tadi ia telah salah duga terhadap ekspresi wajah Mas Dayu. Dikiranya ada kabar gembira untuknya.

“Sebentar, saya belum selesai. Duduklah dulu di kursimu dengan nyaman.   Keputusan kemarin itu dianulir sendiri oleh Bos beberapa menit lalu. Banyak alasan dikemukakan, namun itu hanya untuk intern kami. Kamu selamat, dan begitu pua saya. Kamu masih dapat terus memandu acara Bincang Jelata itu hari ini mudah-mudahan pepristiwa ini menjadi pembelajaran  yang baik. . . .. .!” ucap Mas Dayu sambil berdiri hendak menjabat tangan Wasi.

Giliran Wasi yang menggigil mendapati perubahan keputusan yang begitu mendadak. Perasaannya seperti tersentak tiba-tiba. Ia sudah siap untuk keputusan terburuk. Namun ternyata kenyataan berkata lain. Masih ada nasib baik yang berpihak padanya hari ini. Spontan Wasi berdiri, berjalan beberapa langkah ke arah Mas Dayu, dan memeluk lelaki itu dengan begitu erat. Matanya mendadak berkaca-kaca. “Terima kasih masih mempercayai saya. . . . . .”

(Bersambung)

Bandung, 14 April 2016

Sumber gambar : cup-of-coffee/

Cerita sebelumnya :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun