“Saya harus ikut rapat. Jadi maaf sekali tidak bisa lebih lama lagi menemuimu. Namun secara ringkas menegenai masalahmu dapat saya katakan begini: ketidakhadiranmu sangat-sangat disesalkan. Apapun alasannya, seorang host tetap pada sebuah acara tidak tergantikan. Lebih baik acara batal daripada menjadi rusak karena digantikan orang lain.. . . . .” ujar Mas Dayu kemudian menarik nafas panjang. “Keputusan saya mencari penggantimu kemarin oleh pimpinan dinilai salah. Itu kenapa saya kena semprot parah. Kedudukan saya terancam. . . . .”
“Aduh, begitu besar kesalahan saya ya, Mas. . . . .!” komentar Wasi coba ikut bersimpati pada posisi Mas Dayu.
“Lebih dari itu tidak pilihan bagi host yang mangkir, meski hanya sekali, untuk menerima akibat terburuk yaitu diminta mengundurkan diri. Itu keputusan dalam rapat kemarin. . . . . .”
Wasi sudah dapat menduga resiko itu yang harus diambil. Dan sekarang kekhawatirannya menjadi kenyataan. Perempuan itu hanya bisa menunduk, tanpa reaksi apapun. Menyesali jelas tidak perlu, yang ada harus menerima dengan keikhlasan.
“Terimakasih kalau itu keputusan yang sudah diambil. Aku belajar lama untuk menjadi orang yang tidak mudah menyalahkan diri sendiri. Dan bersamaman dengan itu tidak suka membela diri atas nasib apapun yang orang timpakan. Saya terima. . . . . . .”, ujar Wasi tanpa ekspresi. Sekejap tadi ia telah salah duga terhadap ekspresi wajah Mas Dayu. Dikiranya ada kabar gembira untuknya.
“Sebentar, saya belum selesai. Duduklah dulu di kursimu dengan nyaman. Keputusan kemarin itu dianulir sendiri oleh Bos beberapa menit lalu. Banyak alasan dikemukakan, namun itu hanya untuk intern kami. Kamu selamat, dan begitu pua saya. Kamu masih dapat terus memandu acara Bincang Jelata itu hari ini mudah-mudahan pepristiwa ini menjadi pembelajaran yang baik. . . .. .!” ucap Mas Dayu sambil berdiri hendak menjabat tangan Wasi.
Giliran Wasi yang menggigil mendapati perubahan keputusan yang begitu mendadak. Perasaannya seperti tersentak tiba-tiba. Ia sudah siap untuk keputusan terburuk. Namun ternyata kenyataan berkata lain. Masih ada nasib baik yang berpihak padanya hari ini. Spontan Wasi berdiri, berjalan beberapa langkah ke arah Mas Dayu, dan memeluk lelaki itu dengan begitu erat. Matanya mendadak berkaca-kaca. “Terima kasih masih mempercayai saya. . . . . .”
(Bersambung)
Bandung, 14 April 2016
Sumber gambar : cup-of-coffee/
Cerita sebelumnya :