Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

(Novel FC)Cinta yang Menua # Bab I – Empat

21 Maret 2016   17:16 Diperbarui: 21 Maret 2016   23:28 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Yaa, untunglah. . . .! Untuk sementara masalah teratasi!” jawab Mas Dayu sambil beranjak keluar studio.

***

Di instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Harapan Sehat, Wasi dapat bernafas lega sebab dari layar tv di handphonenya terlihat siaran breaking news. Lumayan lama juga durasinya. Ini tentu sebuah kebetulan yang sangat membantu mencari jalan keluar kesulitan karena presenter acara Bincang Jelata belum muncul di studio. Wasi hanya lecet-lecet dan merasa agak pusing karena benturan. Namun tidak ada keluhan lain.

Setelah membersihkan luka seperlunya, dokter jaga membuat beberapa jahitan pada luka di betis Arjo yang agak dalam. Dengan meringis kesakitan Arjo memecamkan mata. Kalau saja tidak ada Wasi di dekat situ pasti ia sudah bereriak mengmaki bu dokter yang menanganinya.

“Sakit, dok. . . .” kata Arjo dengan suara direndahkan, seperti menggeram.

“Tahan sebentar, Pak. Mungkin Cuma perlu lima jahitan. Luka begini bakal cepat sembuh, kecuali ada luka dalam atau ada komplikasi lain. . . .!” jawab bu dokter enteng.

“Komplikasi lain, dok?”

“Ada orang yang justru bererimakasih karena diberi sebuah kecelakaan. Pernah ada seorang anak seusia SMP yang terluka di paha akibat kecelakaan lalu-lintas. Setelah dibawa ke rumah sakit diketahui bahwa ia terkena kanker tulang stadium lanjut. Meski dengan biaya besar dan lama penyakit itu dapat disembuhkan, si anak terlepas dari keharusan kakinya diamputasi. . . . .!”

“Ohh, begitu ya. . . ? Ada juga orang yang berterimakasih karena mengalami kecelakaan. Aneh?” Arjo tersenyum sebelum kemudian berteriak lagi dengan sengit.

Jahitan terakhir masih menempus kulitnya yang tipis dan menjadikannya kembali seperti bocah, mestinya ia mengaku sejak tadi bahwa ia paling takut pada jarum suntik. Namun di depan Wasi, perempuan cantik yang dipuja-pujanya itu, kelelakiannya melarang ia bertindak cengeng. Hahaha. . . . ia tertawa sendiri dalam hati. Perasaan apakah yang rumit dan menggelikan ini?

Arjo kembali mengulum senyum, hingga bu dokter meninggalkan ruangan itu. Tak jauh dari situ, Wasi melihat ke layar televisi, dan mendapati acara Bincang Jelata sudah on air. Seorang presenter senior menggantikan perannya sebagai host acara itu. Itu berarti secara programatis Bincang Jelata kali ini terlaksana dengan baik, tidak ada hambatan. Wasi dapat bernafas legi. Sebagai host tidak pernah ada kamus terlambat baginya. Bahkan dengan naik ojek sepeda onthel ia jalani, semua demi sebuah disiplin waktu. Namun banyak hal yang diluar perencanaan manusia. Wasi akan mengakui kesalahannya di depan Mas Dayu nanti, kalau perlu mempertanggungjawabkannya dengan resiko tertinggi. . . .! (Bersambung)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun