Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Mari Keraskan Hujatan Kita pada Mas Joko

29 Januari 2016   09:36 Diperbarui: 30 Januari 2016   02:35 703
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Melihat ibu-ibu terlihat kurang suka. Bu Lamijah malah senang. Ia harus meyakinan semua wanita di situ bahwa Mas Joko sangat menyayanginya. Jadi tidak betul kabar yang beredar di luar bahwa lelaki itu suka mengganggu ibu-ibu muda, suka sok akrab dengan para  janda, terlebih para gadis yang terlambat nikah.

Dari semua perempuan di kampung itu tentu saja Jeng Klitan yang paling marah atas berita kehamilan Bu Lamijah. Kepada Mang Japra –si penjual air minum keliling- akhirnya Jeng Klitan banyak menemukan pelampiasan untuk ber-curhat.

“Padahal Mas joko sudah janji mau menikahiku sebagai isteri kedua. Ia mau cari anak laki-laki. Lima anaknya perempuan. Dan ia merasa kurang sempurna dalam berkeluarga karena tidak punya anak lelaki…..!” bisik Jeng Klitan setengah berbisik ketika Mang Japra hendak pergi. Hampir seperempat jam ia berdiri saja di teras rumah Jeng Klitan sambil mendengarkan obrolan perempuan itu.

Tentu saja rutinitas Mang Japra terganggu karena sering diajak ngobrol,  sehingga gerobak jirigen airnya harus teronggok lama di depan pintu rumah petak Jeng Klitan.  

Tak pelak berita miring segera tersebar. Isu selingkuh menjadi sumber gosip.  Dan Mang Japra mendapat banyak sindiran dari ibu-ibu ketika mendorong gerobak air dari rumah ke rumah.

“Mang Japra kelihatan makin ganteng saja…. Jual air, atau jual air nih!!” gurau ibu-ibu dengan suara diubah mirip suara Donald Bebek.

Pada minggu kedua, saat gerobak air itu kembali lama bertengger di depan rumah Jeng Klitan, sesuatu terjadi di rumah sebelah. Mas Joko dan Bu Lamijah sedang asik menempelkan daun telinga ke dinding anyaman bambu. Keasyikan menguping pembicaraan antara Jeng Klitan dengan Mang Japra yang makin panas, makin seru, menjurus ke hal-hal tabu.

----

Beberapa minggu kemudian Jeng Klitan heboh megumpulkan ibu-ibu. Seperti biasa ngobrol di depan warung. Ia mengabarkan akan menikah.

“Dengan tukang air? Apa betul kamu akan nikah dengan dia. Lelaki ganteng itu jangan-jangan hanya menyamar sebagai tukang air. Ahh, beruntungnya kamu….!” ujar Neng si pemilik warung dengan mimik bingung. Perasaan gamang antara keinginan melecehkan dengan rasa cemburu yang entah kenapa tiba-tiba muncul begitu saja.

“Tunggu saja kartu undangannya. Sekarang baru dicetak. . . . .!” jawab Jeng Klitan enteng disertai tawa aneh yang agak mencibir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun