[caption caption="trotoar dan lalin kotaku"][/caption]
Setiap kita punya kota yang berbeda, dan karena itu kita boleh menilai dan membandingkan satu dengan yang lain. Dari sana muncul rasa bangga pasti, tapi bukan tak mungkin rasa kecewa dan prihatin. Namun betapapun membanggakan, setiap kota ada saja sisi buruk, kurang, bahkan memprihatinkannya. Â
Â
Agak membingungkan mungkin ya, tapi begitulah yang aku rasakan ihwal kotaku. Tak perlu kusebut kota apa. Sebab bisa jadi aku justru menyebut nama kotamu. Entahlah. Nah izinkan aku bertutur dua kata itu tentang kotaku.
                      Â
Walikota, Rasa Bangga
Kotaku memiliki seorang Walikota, pasti begitu pula setiap kota yang lain. Pilkada serentak atau tidak serentak bakal memilih para walikota terbaik diantara semua pilihan yang muncul. Dan hebatnya, Pak Walikotaku sangat-sangat populer. Oya, aku menyebutnya ‘Pak’ karena  walikotaku seorang laki-laki. Masih muda, ganteng, dan kreatif-inovatif-produktif. Ia seorang yang sangat menguasai pengetahuan soal bagaimana membangun kota menjadi indah, megah, meriah, mewah, dan kata lain serupa itu.
Â
Lihatlah perkembangan setiap sudut kota. Kotaku dengan berbagai taman dan ruang terbuka yang asri makin cantik nan menawan. Pusat-pusat keramaian  menjadi sarana bermain yang mudah-murah bagi warga kota. Maka makin banyak saja pendatang, pengunjung, dan wisatawan yang memadati dan memacetkan kota pada hari libur, terlebih libur panjang.
Â
Semua sudut kota dibangun, diperindah, dan difungsikan dengan baik. Di sini rasa bangga itu menyeruak. Sebagaimana warga kota lain yang penuh kekaguman, tentu aku pingin juga selfie dengan beliau. Pasti foto itu bakal mejeng narsis di facebook, dan semua tempat lain di internet, untuk mendapatkan hits maupun like yang menumpuk-menggunung. Makin bangga saja rasanya. Tetapi. . . .ya ada tetapi-nya ternyata, bagaimana dengan rasa kecewa dan prihatin itu?
Â
Metropolitan, Persoalan Â
Maksud hati hendak mewacanakan kotaku sebagai metropolitan, apa daya masih banyak persoalan yang mengganjal. Beberapa persoalan lama yang belum atau bahkan tidak parnah tuntas di selesaikan.
Â
Persoalan lalu-lintas macet, sarana transportasi tidak memadai, jumlah angkot yang tidak berkurang dan ngetem sembarangan; lalu pedagang kaki-lima merajalela, pasar tradisional semrawut, jalan raya yang dijadikan pasar, sarana pembuangan sampah minim. Ditambah lagi serbuan anak-jalanan - pengemis dan pedagang asongan di lampu trafik mengganggu, jumlah penduduk yang makin padat, banjir/genangan pada semua jalan saat hujan, dan banyaknya ‘polisi tidur’ meski di jalan umum (bukan jalan kompleks perumahan atau jalan kampung). Dan entah apa lagi, makin panjang saja daftar persoalannya.
Â
Namun hal-hal seperti itu sudah dianggap sebagai sebuah kelaziman, lumrah, dan sangat menusiawi. Sebuah kota besar, ibukota provinsi, mestilah sedemikian itu: jangan coba-coba mengusiknya sebagai sebuah kekurangan atau keburukan! Namun apakah pak Walikota yang konon akan segera diorbitkan ke tingkat provinsi sebagai gubernur, atau bahkan ke tingkat nasional sebagai presiden, akan membawa beberapa ketidakmampuan dalam menangani persoalan itu?
Â
Membandingkan, Pindah
Di kota lain –tepatnya di kawasan pesisir timur- ada walikota yang punya kemampuan mengubah wajah kota sekaligus membenahi manajemen pemerintahan dengan begitu rapinya. Kebetulan walikota itu seorang perempuan, dan bakal menjabat untuk kedua kalinya.
Â
Kalau dibedakan sepintas memang beda, sebab Bu Walikota itu seorang pejabat karier dan sudah sangat dikenal sepak-terjang sebelumnya. Setelah melalui beberapa jenjang jabatan dan lingkup kerja yang berbeda, beliau dipercaya menjadi walikota. Penampilannya trengginas, cekatan, dan sesekali meledak-ledak bahkan melengking mirip mercon banting. Laporan media memperlihatkan jelas hal itu. Lalu kota itu bukan hanya indah dan berbunga, tetapi juga tertata, bersih, tertib, dan nyaman. Setidaknya itu pengamatanku sepintas sebagai tamu di kota itu pada suatu hari lalu.
Â
Sosok Walikota dan kenerjanya boleh saling dibandingkan, tapi tidak soal lain apalagi soal kenyamanan kotanya. Setiap warga kota pasti merasa nyaman dengan kotanya sendiri.
Â
Penutup
Begitulah ihwal kata ‘bangga dan prihatin’ termpat dimana aku tinggal. Tidak ada kota yang mutlak membanggakan, dan begitu pula sebaliknya. Yang pasti, semua kota di negeri ini insya Allah tumbuh dan bergerak ke arah lebih baik, lebih manusiasi, lebih nyaman.
Â
Kalau kita rajin mengkritik kota kita sendiri, maka perlu dipertanyakan balik sudah sebesar apakah peran dan andil kita dalam mewujudkan apa yang menurut kita ideal itu?
Â
Namun sekedar usul kiranya tidak berlebihan. Usul, antar walikota mestilah lebih intens saling membuka kartu tentang rahasia apa yang telah dilakukan hingga memetik buah kesuksesan tertentu. Bila kesuksesan setiap walikota digabung, bukan tidak mungkin hasilnya kelak bakal mendekati kesempurnaan. Itu berarti pula aneka bentuk rivalitas antra kota/kabupaten yang diselenggarakan Pemerintah Pusat selama ini belum menyentuh substansi pemecahan masalah. Â
Â
Tanpa maksud menyalahkan siapapun (apalagi mencari kambing hitam), kiranya kotaku akan terus berbenah. Meski sepelik apapun setiap persoalan dan kerumitan pasti ada jalan keluarnya. Ada yang perlu dibenahi dengan sekedar mengubah pendekatan, tapi ada pula yang harus dengan ketegasan-keberanian-kewibawaan. Bahkan kesediaan untuk tidak popular dan disalahpahami. Ahya, namanya juga opini, maka semua tampak gampang dan gamblang, padahal tentulah tidak sesederhana itu. . . . .!
Kotaku, 13 Januari 2016
==
Sumber gambar  kotaku
Simak juga tulisan berikut:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H