***
Anak Sungai Citarum itu tetap banjir, tetap mengangkut ribuan ton sampah dan segala barang yang dibuang warga kota. Termasuk pepohonan, perabotan rumah tangga, bahkan juga kasur busa dan sofa besar. Belum ada kesadaran bahwa perilaku itu membawa bencana lain yang lebih besar.
Dilain pihak karena terbiasa hidup dengan bencana, warga di bantaran sungai tidak cukup hirau untuk menyelamatkan diri. Itu juga yang dialami Mas Jalmolono yang kini setia menunggui di sepanjang bibir sungai dengan wajah kurus kehitaman dan selalu tertawa. Pakaiannya compang-camping kotor dan bau, rambut gimbal memanjang. Di sela suara tawa ia menyebut-nyebut nama istri dan ketiga anaknya.
Sejak kejadian berbagai usaha pencarian korban sudah dilakukan. Tapi hasilnya nihil. Agaknya Prapti memang sudah merencanakan untuk pergi jauh. Ia menyingkir ke seberang pulau di sebuah kota transmigran dengan ketiga anaknya. Ia hidup dengan seorang suami baru yang rajin bekerja, berperangai lemah-lembut, sayang pada anak dan istri, dan sholeh. Tidak berlebihan sebenarnya tuntutan seorang istri, tapi para suami suka abai.***
Bandung, 12 Januari 2016
Simak juga tulisan berikut:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H