[caption caption="Joko Widodo"][/caption]
1/
Tukang koran depan kampus kemarin pagi
Memancingku dengan ungkapan spontan
“Cermati, Pak. Novanto mundur,
Dan bakal diikuti Jokowi!” Kenapa?
Sebab borok-dalam segera terungkap
Dan semua bermuara pada Pak Presiden
Siapa lagi? Dan mundur konsekuensinya
“Maka itulah kemenangan kami”, katanya
2/
Makin banyak saja orang sakit hati
Hidup mudah selama ini tak mungkin lagi
Sana-sini sudah ditutup-dibatasi
Orang makin gencar menghajar celah korupsi
“Ah, tidak segampang itu! Lihat
M. Riza Chalid yang licin, liat, dan lihai
Berkelit, dan entah sudah berapa banyak
Menanam ranjau. Mengumpan racun!”
3/
Tinggal Fahri Hamzah yang menggelepar
Ibarat sidat terlempar ke darat, sekarat
Manuver dan taktik politiknya kejepit
Nafas tinggal satu-dua, dan matanya menyipit
Setelah yang mulia anggota MKD masuk angin
Giliran semua yang berkuyup sikap koruptif
Menanti guyuran gerimis, tak pasti
Aneka harap sumber uang terpangkas habis
4/
Tinggal para komentator dan ilmuwan kompor
Jualan analisis semata pesanan dan bayaran
Riuh acara kata tv, ramai silang kata, gaduh
Dan semua berputar-putar mabuk logika rapuh
Begitulah kita di mana saja, bicara dan hanya
Cari gampang, cari senang, cari peluang
Korupsi berjamaah, berpayung system pun hukum
Menjarah serakah habis-habisan tak mau kalah
5/
Orang tidak lagi melihatmu sebagai
Lokomotif pembawa perubahan, tidak lagi
Selain hanya ingin engkau berhenti, sebab
Kepentingan mereka nyatalah sungguh terganggu
Mereka tak lagi satu persen warga yang
Menguasai 90 persen kekayaan negeri ini
Selebihnya dibagi rata, untuk kita yang
Ingin berdamai dengan nasib baik, dengan niat baik!
6/
Tukang koran berbisik padaku tadi pagi
“Jokowi tak akan pernah mundur! Sebab
Banyak yang mendoakan, mendukung, memuja
Bermodalkan kejujuran, kerja keras dan berani.”
“Dan kelak mestinya semua diterjang-ditendang
Hanguskan, libas, dan babat habis hingga tuntas
Negeri ini hanya butuh ketegasan, bukan pengecut
Tidak ada kata mundur, tidak ada kata takut!”
Bandung, 18 Desember 2015
===
(Jokowi) Jangan Mengingkari Hati Nurani
Jokowi bukan siapa-siapa bagiku, dan mungkin bagi banyak orang lain. Ia hanya menjadi seseorang yang banyak berjanji, dan merangkak dari jabatan publik kepala-daerah terendah, hingga kemudian di puncak.
Sangat mengagetkan, malah dapat dikatakan diluar dugaan. Itu kenapa orang gampang mencemooh, menghina, bahkan memfitnah. Jokowi hanya sebuah nama yang asing pada mulanya, aneh dan lucu penampilannya. Gamang dan canggung, lemah dan bodoh tampaknya. Sampai kemudian banyak yang terkecoh, dunia terhenyak oleh kemuskilan.
Namun sungguh tidak elok mempercayai semata gunjingan, apalagi fitnah. Sungguh tidak pantas kalau mendahulukan prasangka buruk. Layaknya persaingan lain, bahkan perilaku terburuk dilakukan. Dan kalau mau jujur, pasti kedua belah pihak bukan tidak tahu, dan bukan tidak melakukan.
Kini setelah setahun berlalu, dan ingar-bingar itu telah berlalu, masihkah perlu kita ungkit siapa menang-siapa kalah? Jokowi-JK terlalu sibuk dengan banyak urusan yang bertumpuk dan terus bertumpuk untuk mengatasi problematika bangsa. Kalau harus terus menengok masa lalu, bernostalgia, memuja eforia, nyatalah bangsa ini akan tidak kemana-mana
Dan bila hari ini aku melihat Jokowi dengan sudut pandang berbeda tentu bukan hal yang luar biasa, maksudku biarlah aku sedikit menyanjungnya. Ternyata tak salah pilihanku lalu. Dia tidak saja bermental baja, kuat dan ulet, tapi juga cakap luar biasa, cerdik, tanggap dan bisa jadi bahkan waskita.
Biarlah waktu nanti yang menguji, dan waktu pula yang bakal memberi arti. Pesanku untuk Jokowi: “Jangan pernah engkau mengingkari hati nuranimu! Jangan kau elakkan takdirmu menjadi pahlawan bangsa ini!”
Bandung, 18 Desember 2015
====
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H