Memintarkan dan Mengarahkan
Sejak dulu peran guru bagi murid hanya satu, yaitu membuat pandai/pintar. Para pendidik pun berkutat dengan peristilahan pendidikan, pengajaran, kurikulum, kompetensi/kesejahteraan guru, mutu pendidikan, dan kata lain seputar itu. Namun beberapa hari ini muncul kata lain yang mestinya memperluas peran guru.
Dalam sebuah Seminar Media Pembelajaran diberitakan ‘Tugas guru bukan memintarkan murid. (memintarkan). Agak penasaran juga membacanya sepintas, namun setelah dirangkaikan dengan konteks menjadi lebih jelas.
“Dewasa ini guru tidak saatnya lagi untuk memintarkan murid, karena siswa sudah terlalu pintar dibandingkan dengan gurunya, khususnya dalam menyikapi perkembangan teknologi informasi yang begitu dahsyat.” Dilanjutkan. “Yang ideal sekarang adalah guru melakukan mentoring atau mengarahkan siswa, agar siswa tidak kesulitan dalam menentukan banyak pilihan informasi.”
Maka peran guru ‘hanya’ mentoring. Tentu saja ini menyangkut perbaikan kurikulum dan banyak kebijakan kependidikan lainnya, agar siswa bukan hanya pandai/pinter iptek tetapi juga cerdas dalam ibadah.
Kata-Kata Bersayap
Meskipun tidak seperti burung atau jenis unggas yang lain, ternyata kata-kata ada yang punya sayap. Tunggu, diam dulu sebentar untuk membayangkan bagaimana bentuk sayap pada kata-kata itu. Tentu saja bukan sayap burung yang melekat pada kata-kata. Itu hanya istilah atau sebutan saja
Kata-kata bersayap dimaknai sebagai kata-kata yang punya beberapa pengertian, dan cenderung sukar diartikan secara pasti. Karena alasan itu seorang Menteri, seperti diberiakan sebuah media, minta agar kata-kata bersayap dihapuskan (kata-kata-bersayap).
Sang Menteri mengaku sudah mengeluarkan surat edaran terkait larangan penggunaan kata-kata bersayap, antara lain pembangunan, pemberdayaan, peningkatan, pengembangan, pengelolaan, penguatan, pendampingan, perluasan, ektensifikasi, intensifikasi, dan lain-lain. Dan menggantinya dengan kata-kata yang dipakai lebih sederhana, seperti beli, bayar, buat, dan lain-lain.