Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Money

Mogok pun Menular, Pedagang Daging Ayam Tak Mau Ketinggalan

21 Agustus 2015   00:25 Diperbarui: 21 Agustus 2015   00:25 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="ayam potong/broiler"][/caption]

Karena alasan mahalnya harga daging ayam potong/broiler, para pedagang ayam se Bandung Raya kompak melakukan mogok berjualan mulai Kamis siang-1/. Jakarta sudah lebih dulu, daerah lain bukan tidak mungkin segera menyusul.

 

Mereka kompak (secara sukarela atau terpaksa) karena ada surat edaran yang disertai sanksi, dan meliputi peternak, broker, bandar, pemotong, pedagang, suplier, dan supermarket. Aksi mogok itu agaknya mengikuti langkah sejawatnya –padagang daging sapi- yang beberapa waktu lalu melakukan tindakan serupa. Dengan kata lain aksi mogok pun –seperti wabah penyakit- menular.

 

Mogok menjadi kata keramat dan sedang nge-tren. Kalau mogok pedagang daging sapi memunculkan temuan penumpukan sapi siap potong dan mendesaknya pembenahan data antar departemen, entah apa yang bakal ditemukan Pemerintah pada aksi mogok para pedagang ayam nanti.

 

Pedagang

Namanya pedagang dimanapun selalu mencari keuntungan. Keuntungan didapat dari selisih harga beli dengan harga jual dikurangi berbagai ongkos yang harus ditanggung pedagang. Bila selisih harga terlalu kecil maka pedagang justru merugi.

 

Lalu mengapa harga  daging ayam naik, dan menjadi mahal, dibandingkan hari-hari sebelumnya. Inilah justru yang sedang dicari penyebabnya. Namun satu hal yaitu ketergantungan peternak ayam pada produk pabrikan sangat besar. Pabrik pakan, obat-obatan, hingga anak ayam menjadi hulu dari penentuan harga daging ayam di pasaran.

 

Terkait dengan naiknya harga daging ayam tentu tidak ada pihak yang mau disalahkan. Dan memang tidak mudah mencari biang keladi penyebab harga daging ayam naik. Mungkin saja ada yang bermain, atau semua memang bermain, tapi bukan tidak mungkin memang ada celah regulasi yang rentan dipermainkan pasar. Satu  hal yang pasti, para pedagang tidak mau rugi. Itu sebabnya mereka memilih mogok.

 

Hikmah

Tidak makan daging sapi (harganya belum juga turun menjadi normal), serta adanya mogok pedagang daging ayam mestilah menyadarkan konsumen untuk lebih cermat dalam berhitung. Aksi mogok itu barangkali juga memberi kesempatan kepada konsumen untuk mencari alternatif makanan pengganti. Pilihan menu ikan, serta  tahu-tempe dan sayuran agaknya sulit dihindarkan.

 

Kondisi itu tentu berbeda dengan tahun 70 atau 80-an lalu. Dulu karena ketiadaan  (petani dan kalagan menengah), sedang saat ini karena urusan kesehatan. Saat ini makan daging dan telur ayam bukanlah menu mewah, sehingga tidak sedikit orang yang merasa bosan.

 

Bagi peternak dan pedagang tentu ada hikmah lain yang mungkin belum pernah terbayangkan. Seorang pegang ayam jika tiap hari menjual 50 sampai 100 ekor ayam (ukuran pasar desa) maka sebanyak itu pula sebenarnya ayam yang harus disembelih dan dipisahkan antara tubuh dengan nyawanya. Seekor ayam betapapun adalah mahluk hidup. Bayangkanlah tiap hari ribuan, puluhan ribu, ratusan bahkan jutaan ekor ayam harus meregang nyawa agar dagingnya dapat kita makan. Pedagang daging ayam dapatlah dikatakan berdagang nyawa pula.

 

Kalau salah niat dan doa yang dipanjatkan -sebelum ayam disembelih- maka bukan tidak mungkin daging ayam itu menjadi haram dimakan. Selain itu “pembunuhan’ itu kalau untuk sesuatu yang sia-sia pasti tidak ada barokah, tidak ada nilai pahala, dan bahkan mungkin menjadi penyebab turunnya azab.

 

Lebih dari itu mogok menjadi pilihan yang sangat bagus untuk beristirahat dari segala macam urusan dengan dengan ayam: dengan bau amis dan anyir, dengan pisau besar dan tajam, dengan darah dan potongan daging, serta dengan urusan dengan pasar.

 

Penutup

Lepas dari persoalan di atas kiranya soal peternakan dan perdagangan ayam pedaging/broiler, dari hulu hingga hilir, perlu terus dibenahi. Sama dengan aneka urusan ekonomi lain, bukan tidak mungkin ada penyalahgunaan wewenang, ada penyimpangan dari ketentuan, ada kong-kalikong, dan berbagai permainan kotor lain. Dan semua itu akan berdampak pada kerugian semua pihak, termasuk konsumen,

 

Hal lain soal kesehatan dan kehalalan daging ayam perlu terus ditekankan pentingnya.  Itu tentu menyangkut masalah perlakukan terhadap ayam selama pembesaran di kandang, pengangkutan dari kandang di pinggir/luar kota hingga ke pasar, maupun teknis penyembelihan. Orang menghindari daging ayam pedaging karena dibesarkan dengan obat-obatan yang berpengaruh negatif pada kesehatan konsumen.

 

Demikian saja tulisan ini saya buat terkait dengan rencana pedagang daging ayam –khususnya Bandung Raya- yang mogok berjualan mulai Kamis siang. Mogok mungkin bukan jalan keluar terbaik. Untuk itu Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengimbau agar pedagang ayam untuk tidak melakukan aksi mogok-2/.

 

Namun kalaupun mogok harus terjadi mudah-mudahan Pemerintah cepat dapat menemukan solusi terbaik, menemukan penyebab peristiwa itu kalau ada. Mudah-mudahan mogok para peternak ayam, broker, bandar, pemotong, pedagang, suplier, dan supermarket tidak berlama-lama, dan aksi mogok itu tidak menular ke pedagang komoditas lain.

---

Sumbar gambar: http://poskotanews.com/2013/06/25/pedagang-ayam-ancam-mogok/

---

 Sumber tulisan:

1/. http://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/2015/08/20/339101/pedagang-daging-ayam-mulai-mogok-jualan

2/. http://www.tribunnews.com/bisnis/2015/08/20/menteri-amran-imbau-pedagang-daging-ayam-tidak-mogok-jualan

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun