Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Lebaran Sebentar Lagi, dari Kultum

13 Juli 2015   08:25 Diperbarui: 13 Juli 2015   08:25 623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bulan suci Ramadhan sebentar lagi meninggalkan kita. Bulan yang didalamnya terdapat lailatul qadar –yang nilainya lebih baik dari seribu bulan- dan berbagai keistimewaan lain itu, segera bergegas sesuai sunatullah. Para ustad dalam kultum menjelang sholat tarawih maupun setelah sholat subuh memberi gambaran  perbedaan sikap kita dengan sikap Rasulullah  maupun para sahabat pada zamannya terhadap hal tersebut.

 

Perbedaan

Hari-hari terakhir pada Ramadhan menjadi hari yang sangat sibuk. Namun kesibukannya dengan berbelanja pakaian baru, membuat aneka kue, membersihkan-menambah kenyaman rumah, dan tentu juga mempersiapkan perjalanan dan segenap bekal untuk mudik. Perasaan kita pun senang. Hal itu diwujudkan dengan nyanyian yang ramai didendangkan: “Lebaran sebentar lagi……!” Lebih lengkapnya: ‘Lebaran sebentar lagi, sambutlah hari yang fitri, bersihkan diri sucikanhati, mengisi hari dengan berbagi….’. Bersaman dengan itu suasana masjid kembali lengang, jamaah terbatas.

 

Rasulullah dulu sebaliknya. Beliau makin meningkatkan ibadah dan amaliyahnya, berdiam diri di dalam masjid untuk ber-I’tikaf, memperbanyak bertadarus-berdzikir, maupun sekedar berdiam diri memikirkan kebesaran Allah Swt. Nabi terakhir itu bahkan menangis, beliau bersabda: ‘Kalau saja umatku tahu keistimewaan bulan Ramadhan niscaya mereka akan berharap sepanjang tahun menjadi Ramadhan’.

 

Perbedaan suasana itu terus-menerus diingatkan pada kita agar setiap muslim tidak terlarut sama sekali pada ritual Lebaran, yang seringkali mengurangi atau bahkan meniadakan penghormatan kita pada bulan suci itu.

 

Lebaran

Sebentar lagi Idul Fitri, dan kita sering menyebutnya sebagai Lebaran. Suasana pesta, silaturahim, dan gambaran kemenangan –setelah sebulan penuh berpuasa- sangat kental pada hari-hari itu. Namun tentu siapapun perlu menahan diri agar tidak berlebih-lebihan.

 

Dalam hal perjalanan mudik, suka-duka berebut kesempatan untuk pulang menggunakan kendaraan umum (bus, kereta api, kapal laut, atau pesawat terbang) telah dilakukan jauh hari. Bagi yang menggunakan kendaraan sendiri, terlebih mengendarai sepeda motor, keselamatan menjadi prioritas utama.

 

Ketika bertemu sanak-saudara dan saling bersalaman, itu berarti penghapus segala dosa. Namun setelahnya jangan membuat dosa lagi. Jangan membicarakan sesuatu yang buruk dan itu bermakna dosa, bahkan dosa yang lebih besar dibandingkan sebelum meminta dimaafkan.

 

Dalam soal makan misalnya, perlu di atur sedemikian agar cara makan kita tidak dimaknai sebagai ‘balas dendam’. Apa saja dimakan, hingga tidak hanya kenyang, tetapi kekenyangan. Karena itu berarti haram. Ambil makanan terdekat dan yang paling disukai, dan makan secukupnya.   

 

Dalam hal berpakaian, disunahkan pada saat sholat Ied mengenakan pakaian  yang terbaik yang dimiliki. Tidak harus baru, apalagi mahal. Pakaian lama pun bila itu yang terbaik menurut kita cukuplah. Coba dendangkan kembali lagu penyanyi cilik Dhea “Baju Baru’  Baik pertama: : “Baju baru Alhamdulillah, ‘tuk dipakai di hari raya. Tak punya pun tak apa-apa, masih ada baju yang lama….ohh yaa….!”

 

Doa

Doa setiap muslim pada akhir ramadhan yaitu agar diterima segala amal-ibadahnya untuk dapat kembali kepada fitrah. Selain itu juga berdoa agar umur dipanjangkan hingga ramadhan depan. Namun siapa tahu tentang umur. Dan imbauan para ulama agar ramadhan kali ini anggaplah sebagai ramadhan terakhir agar cara kita mengisi bulan suci ini lebih baik, lebih khusuk, dan lebih ikhlas, sehingga insya Allah segenap ibadah dan amaliah kita diterima dan menjadikan keridhoanNya, aamin.

 

Dalam hal ucapan, saat saling berjabatan tangan kita mengucapkan: atau “taqabbalallahu minna wa minkum, shiyamana wa shiyamakum” yang artinya “semoga Allah menerima amalan saya dan kamu, amalan puasa saya dan kamu“, maka kemudian masing-masing mengucapkan kata ‘aamin’ karena kata-kata itu bermakna doa.

 

Itu beberapa hal yang saya dapatkan dari mengikuti kultum Subuh tadi dengan pencaramah Ustad KH Sofyan Ali di Masjid Babbusalam dari Pesantren Nurul Iman Cibaduyut. Demikian sekedar catatan sederhana, kurang dan lebihnya mohon maaf. Wassalam.

Bandung, 13 Juli 2015

 

Sumber gambar: http://ramadhan.antaranews.com/berita/388588/jalan-lingkar-gentong-dibuka-jumat-besok

 

Tulisan sebelumnya:

  1. kisah-yang-mengharukan-dan-inspirasi-disebaliknya
  2. mang-alif-bin-kohar-berubah
  3. ketidaktepatan-pilihan-dan-penggunaan-kata-koreksi-kecil

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun