Bulan suci Ramadhan sebentar lagi meninggalkan kita. Bulan yang didalamnya terdapat lailatul qadar –yang nilainya lebih baik dari seribu bulan- dan berbagai keistimewaan lain itu, segera bergegas sesuai sunatullah. Para ustad dalam kultum menjelang sholat tarawih maupun setelah sholat subuh memberi gambaran perbedaan sikap kita dengan sikap Rasulullah maupun para sahabat pada zamannya terhadap hal tersebut.
Perbedaan
Hari-hari terakhir pada Ramadhan menjadi hari yang sangat sibuk. Namun kesibukannya dengan berbelanja pakaian baru, membuat aneka kue, membersihkan-menambah kenyaman rumah, dan tentu juga mempersiapkan perjalanan dan segenap bekal untuk mudik. Perasaan kita pun senang. Hal itu diwujudkan dengan nyanyian yang ramai didendangkan: “Lebaran sebentar lagi……!” Lebih lengkapnya: ‘Lebaran sebentar lagi, sambutlah hari yang fitri, bersihkan diri sucikanhati, mengisi hari dengan berbagi….’. Bersaman dengan itu suasana masjid kembali lengang, jamaah terbatas.
Rasulullah dulu sebaliknya. Beliau makin meningkatkan ibadah dan amaliyahnya, berdiam diri di dalam masjid untuk ber-I’tikaf, memperbanyak bertadarus-berdzikir, maupun sekedar berdiam diri memikirkan kebesaran Allah Swt. Nabi terakhir itu bahkan menangis, beliau bersabda: ‘Kalau saja umatku tahu keistimewaan bulan Ramadhan niscaya mereka akan berharap sepanjang tahun menjadi Ramadhan’.
Perbedaan suasana itu terus-menerus diingatkan pada kita agar setiap muslim tidak terlarut sama sekali pada ritual Lebaran, yang seringkali mengurangi atau bahkan meniadakan penghormatan kita pada bulan suci itu.
Lebaran
Sebentar lagi Idul Fitri, dan kita sering menyebutnya sebagai Lebaran. Suasana pesta, silaturahim, dan gambaran kemenangan –setelah sebulan penuh berpuasa- sangat kental pada hari-hari itu. Namun tentu siapapun perlu menahan diri agar tidak berlebih-lebihan.