Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Menyesali Kesia-siaan Masa Lalu

13 Juni 2015   13:23 Diperbarui: 11 Agustus 2015   21:58 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tiap orang punya daftar penyesalan yang berbeda, mungkin pendek dan ringan, tapi bisa saja panjang dan berat. Ada orang yang tidak mau mengenang hal-hal buruk pada masa lalu, padahal tuntutan agama mengharuskannya. Itu agar kita tidak melakukan lagi kesalahan yang sama, dan menyesal, lalu bertobat dengan sungguh-sungguh.

 

Mengingat kesia-siaan dan menyesal betapapun sangat berguna. Tentu itu untuk kesalahan yang masih mungkin ditolerir, diperbaiki, dimaafkan, dan atau diampuni dosanya. Selebihnya memang tepat seperti kata pepatah lama: menyesal kemudian tidak berguna!

 

Siapa, Mengingat Kembali

Siapa yang tidak pernah penyesal? Ya mungkin saja ada, yaitu orang yang tidak pernah mendapatkan pencerahan untuk berbuat dari buruk ke baik, atau dari baik ke lebih baik lagi. Menyesal terjadi karena banyak sebab, diantaranya karena baru menyadari kini akan hal yang kurang tepat, atau sama sekali salah dalam berkata, bertindak/bersikap, berpikir, dan terutama juga dalam mengambil keputusan tertentu dalam perjalanan hidup seseorang.

 

Menyesal menandai munculnya kesadaran baru, setelah mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang berbeda. Orang yang banyak memburu ilmu-pengetahuan –terlebih pengetahuan agama- serta gemar mendapatkan pengalaman baru, akan lebih banyak ‘menyesal’ dibandingkan yang kurang apalagi tidak melakukannya.

 

Kesia-siaan itulah sumber penyesalan. Kesia-siaan itu terkait dengan tujuan yang tidak tercapai, atau proses yang tidak efektif. Namun lebih banyak karena mengabaikan, bahkan tidak melakukan sama sekali untuk sesuatu  yang bermakna ‘baik, berhasil, beruntung, sukses’ dan kata lain serupa itu. Sedangkan kata ‘masa lalu’ dapat diartikan waktu kapan saja yang telah berlalu, bahkan sedetik atau semenit yang lalu.

 

Tidak sulit untuk menggali dan mengingat kembali apa yang kita anggap sebagai kesia-siaan, dan tentu tiap orang punya cerita yang berlain-lainan.

 

Memperturutkan Kesenangan

Masa muda hampir pada semua hal selalu dilandasi dengan ukuran ‘memperturutkan kesenangan’. Asalkan senang dilakukan, tidak peduli untuk apa, bagaimana akibat/kerugiannya, siapa yang menyuruh, apa dasar pengetahuannya, dan seterusnya. Kata ‘tidak peduli’ selalu berdampingan dengan kata memperturutkan kesenangan itu.

 

Saya masih ingat bagaimana menghabiskan jam demi jam untuk mengisi bulan suci Ramadhan. Satu yang saya sesali kini yaitu menggunakan dengan bermain catur. Masih sekolah lanjutan kala itu, ada beberapa teman yang yang hobi main catur dan saya tertulari. Tidak ada guru atau pemain yang lebih pandai yang mengajari. Jadinya ya main saja dengan dasar-dasar bermain ala kadarnya. Seru dan bersemangat. Itulah mengapa dari jelang tengah hari hingga hampir maghrib dilakoni. Sering sholat  dhuhur dan ashar telat, jangan lagi sholat berjamaah di masjid.

 

Sekedar senang, dan tidak tahu untuk apa. Sebab saya tidak pernah jadi pemain catur andal, tidak pula mendapatkan penghasilan dari bermain catur. Meluangkan waktu berlebihan untuk bermain catur kala itu disadari kemudian sebagai kesia-siaan.

 

Pada waktu lain -pada periode usia yang berbeda- waktu pun habis untuk bermain sepakbola, memancing, bersepeda hingga jarak jauh, main karambol, mengisi tts, dansa-dansi, nonton acara televisi, memancing, dan entah apa lagi. Barang tentu bukan tidak ada sama sekali manfaatnya, namun waktu yang banyak terpakai untuk aneka kegiatan itu menghapus kesempatan untuk melakukan hal-hal lain yang bermanfaat: belajar, mengaji, kursus bahasa, latihan berenang, membantu pekerjaan orangtua, berorganisasi, dan banyak lagi hal positif lain. Bahkan yang terparah kesenangan menjadikan orang abai terhadap kewajiban maupun larangan dalam agama. Semuanya bermuara pada dorongan memperturutkan kesenangan!

 

Malas

Rasa malas menghinggapi setiap manusia karena beberapa alasan, diantaranya tidak tahu atau tidak mau tahu kegunaan rajin. Rajin berolahraga dan memperhatikan kebersihan untuk sehat, rajin belajar dan mengejar ilmu untuk menjadi cerdik/pantai, rajin menabung/berhemat untuk kaya, rajin sholat untuk menggapai akherat, dan seterusnya.

 

Malas terkait dengan penggunaan waktu, yaitu menunda-nunda pekerjaan, mengabaikan dan tidak menyegerakan, serta mencari dalih untuk menghindarinya. Sementara waktu sangatlah terbatas, semua dibatasi waktu, dan terlebih juga waktu tidak dapat diulang. Semua berproses dalam perjalanan waktu, dari pagi ke siang ke petang lalu malam. Juga dari bayi ke anak-anak lalu dewasa dan akhirnya tua. Hanya ada dalam fiksi orang yang hidup abadi, hanya ada dalam fiksi orang yang terus awet muda.

 

Maka alangkah ruginya orang yang hidup dengan bermalas-malasan. Orang-orang seperti itu kalau menyadari kemudian tidak semaju/sekaya/sepintar/seberuntung orang lain pasti akan menyesal. Dan penyesalan soal waktu ini tentu tiada berguna.

 

Penutup

Tulisan ini tentu hanya permukaan, dan hal kecil dari begitu banyak hal lain yang menyebabkan terjadinya kesia-siaan pada masa lalu. Penyesalan menjadi hal yang sangat lumrah, bahkan harus dilakukan dalam meniti roda kehidupan ini. Ketidaksempurnaan menjadi penyebab banyaknya kesia-siaan yang kemudian menjadi pangkal penyesalan itu. Dan penyesalan tentu sangat manusiawi.

 

Beruntunglah kita yang masih punya rasa penyesalan, sebab itu berarti diberi kesadaran baru tentang sesuatu yang terlanjur dilakukan padahal salah, alpa, khilaf, abai, dan kurang memperhatikan/ mencermati/peduli. Namun penyesalan ketika ajal sudah di tenggorokan, dan gambaran neraka sudah di pelupuk mata,  sungguh tidak berguna.

 

Dalam Al-Qur'an, ungkapan penyesalan para penghuni neraka tertulis antara lain:

Patuhilah seruan Tuhanmu sebelum datang dari Allah suatu hari yang tidak dapat ditolak kedatangannya. Kamu tidak memperoleh tempat berlindung pada hari itu dan tidak (pula) dapat mengingkari (dosa-dosamu).  (QS. Asy-Syuura, (42):47)

 

Dan mereka akan berkata: “Kalau saja kami benar-benar mendengarkan atau menggunakan akal kami (memikirkan peringatan itu), maka tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang apinya menyala-nyala. ”(QS. Al-Mulk, (67):10)

 

Seperti sebelumnya tulisan ini untuk mengingatkan diri sendiri, sanak-saudara jika berkenan, juga bagi pembaca semua jika tidak keberatan. Setiap hari menjadi hari baik untuk saling mengingatkan tentang kebaikan, dan semua kebaikan -meski sulit pada awalnya- ketika kemudian disadari kegunaan dan kepentingannya memang harus dilakukan. Terlebih jika disadari melakukan kebaikan berarti mengumpulkan energi baik, dan  dengan itu nilai kemanusiaan seorang akan terus bertambah dan makin tinggi.

 

Begitu saja tulisan ini saya akhiri. Mohon dimaafkan kekurangannya. Semoga bermanfaat. Wasssalam.

Bandung, 13 Juni 2015

***

Sumber gambar :

http://makewells.typepad.com/makewells/2011/11/todays-theme-la-ferris-wheel.html

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun