PENUTUP
Tidak ada koruptor yang mengaku, saat ini dan masa mendatang. Dan memang tidak perlu mengaku. Biarkan para penegak keadilan yang terkait dengan kasus korupsi mencecarnya dengan pertanyaan yang menjebak, menciutkan, menelanjangi, dan mempermalukan mereka; hingga dalam hati mereka mengaku. Ya, meski hanya dalam hati!
Tulisan ini coba mempertanyakan hati dan nurani kita semua. Apakah kita akan menjadi bangsa yang terlaknat karena membiarkan praktek korupsi makin tak terkendali?
Ketukan lirih ini bukan hanya kepada para koruptor, tetapi juga pada keluarga besarnya, atasan/bawahan, kolega, teman sejawat, kroni, tim pembela, dan juga almamater/partai politik/organisasi, bahkan suku-agama dan ras yang langsung atau tidak langsung, sedkit atau banyak, sadar atau tidak sadar ikut menikmati kelakuan hitam sang koruptor.
Jika kita merasa semua ketentuan di atas terlalu berat (usulan tambahan hukuman, kuhapus sendiri karena begitu ekstrim), maka sudah saatnya setiap orang berkorupsi, tidak tidak perlu disalahkan. Bahkan jika kita merasa semua perlakuan kepada para koruptor di atas tidak perlu, maka jangan harap korupsi dapat diberantas di negeri ini. Namun masih ada harapan. Jika Pemerintahan yang baru nanti, dengan DPR, DPD dan MPR yang baru, dengan kabinet dan para Pimpinan Tinggi dan Tertinggi Negara, sepakat untuk memangkas dan menyudahi gerakan laten korupsi, maka buatlah aturan baru apa saja -yang lebih efektif-efisien, mungkin lebih provokatif- untuk memberantas korupsi!
Bandung, 11 April – 16 Oktober 2014