Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pengakuan Seorang Koruptor

16 Oktober 2014   23:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:44 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Koruptor mengaku? Nah, itu baru berita. Benarkah ia telah mengaku, jangan-jangan hanya pengakuan palsu, seperti semua tipu-tipu yang dilakukan sepanjang waktu?

Kalau berita itu benar demikian, maka salah anggapan orang selama inim bahwa para koruptor tidak ada satu pun yang mengakui perbuatannya. Salah itu, sungguh keterlaluan prasangka buruk begitu.

Tapi lepas dari persoalan mengaku atau tidak, si koruptor sudah terlanjur beken. Layaknya bintang film, selebritas, atau ‘public-figure’ lain sikap, gaya dan ucapannya pun beda dari biasanya. Pokoknya serba wah-lah!

NAMA, MALU
Koruptor tidak membatasi diri soal asal, agama, ras, jenjang pendidikan, dan identitas spesifik lain. Mereka bisa datang dari mana saja, bisa karena alasan apa saja, bisa dalam bidang dan pekerjaan apa saja, bahkan juga bisa menelusup jauh pada ruang-ruang yang mestinya steril dari perbuatan itu.

Sekedar iseng, mari sebut satu nama, dan kita kupas siapa-mengapa-bagaimana dia. Dengan menyebut nama, terlebih jika lengkap, maka terlihat ciri suku, agama, ras, dan banyak ciri lain. Jadi ketika seorang melakukan korupsi pada saat yang sama ini mengangkut semua identitas yang dimilikinya. Termasuk nama orang, nama-nama mulia, bahkan juga marga, alamamater, gelar kraton, asal daerah, dan banyak lagi.
Karena itu tidak perlulah menyebut biar satu nama sebagai contoh. Bahkan sekedar inisialnya, jangan. Cukuplah sebut satu nama dalam hati, dan kita akan segera tahu siapa-bagaimana dia.

Karena keluarga besar an semua latar-belakang diungkap, maka mestinya seorang koruptor menanggung malu yang amat-sangat. Itu kalau masih punya urat malu. Mungkin juga punya perasaan lain: menyesal, marah, merasa ter/dijebak, merasa dikhianati dan seterusnya.

Agak jarang yang kemudian menyatakan rasa menyesal, mengaku salah, dan bertobat. Hanya para teroris yang pada hari-hari menjelang eksekusi membentangkan perasaan itu. Tapi koruptor tidak! Mungkinkah karena koruptor tidak mungkin dihukum mati? Entahlah!

MERINTIS KARIER UNTUK KORUPSI
Tidak ada satu orang pun yang memulai bekerja dengan cita-cita menjadi koruptor. Namun tuntutan gaya hidup hedonis, sikap mental cari gampang, bekal agama yang tipis, mampu menjerumuskan. Yang sangat penting yaitu adanya kesempatan maupun kenekatan. Dengan itu ibarat seseorang meniti karier setapak demi setapak, merintis jalan lurus untuk meraih gelar ‘sang koruptor’.

Karier seseorang meningkat pesat karena pandai/cerdas, rajin, ulet, berdisiplin, patuh pada atasan, dan pinter memanfaatkan kesempatan maupun celah yang ada sekecil apapun sehingga sosoknya menonjol dibandingkan dengan pegawai lain.

Kemudian muncul modus kolusi dan nepotisme, sebagai variannya dalam berkorupsi. Sehingga ada  istilah KKN, yang bukan lagi 'kuliah kerja nyata' semasa kuliah, tapi sudah lebih canggih lagi yaitu mempraktekkan semua ilmu pengetahuan di kampus untuk memperkaya diri sendiri, keluarga dan kroni dengan jalan sesat, curang, menipu, dan memanipulasi.

Hubungan antara peningkatan karier dengan kemampuan berkorupsi yang semakin dahsyat memang tidak dapat dinafikan. Jelas ada, dan tidak sulit dirunut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun