JODOH? Siapa sangka? Rasimah ketemu Pak Bos hanya satu contoh kecil. Di daerah hitam itu masih banyak hal-hal aneh, Bisa jadi ajaib. Mak Jalak tua-renta kawin dengan Turmin yang baru lulus SMP. Turis bule menikahi Luluk yang penyakitan dan jarang dapat tamu. Ada pula Darsi yang berubah jadi Kadar untuk bisa mengawini Melani. Japra yang nekat menenggak racun tikus karena Kanti selingkuhannya dibawa kabur si pacar baru. Murni jadi Mami belasan lelaki muda dan punya tiga suami. Dan banyak lagi cerita lain.
Lantas perihal Rasimah, apanya yang aneh?
Rasimah tidak pernah merasa diri cakep. Dan kenyataannya memang sama sekali tidak cantik. Hidung, mata, dan bibir di wajahnya seperti tak tertata dengan pas. Proporsi dan letaknya kurang terjaga. Warna dan bentuk sembarangan. Kalau diperhatikan kala tersenyum bukan kesenangan yang muncul tapi horor dan keseraman. Ahya, tapi itu tidak penting. Bukan pemuas dahaga laki-laki slebor namanya kalau tidak mampu menyembunyikan buruk rupa, cacat sekalipun. Rasimah sudah belajar dari banyak pekerja mesum lain, para perempuan malam, perempuan nakal, atau sebutan apapun lain, yang muda maupun yang sudah karatan.
DI KAMPUNGNYA dulu, lima atau enam tahun silam, Rasimah baru lulus SD dan akan dijodohkan dengan seorang tukang batu dari desa tetangga. Si tukang batu berbadan raksasa, berbulu lebat, tinggi laksana pohon mahoni. Sekali waktu tanpa sangaja Rasimah memergoki di tukang batu mengenakan celana longgar tanpa kolor sedang asyik bekerja. Betapa besar perabotannya. Gadis kecil Rasimah seketika terjingkat kaget, juga miris. Alangkah nyerinya kalau. . . . . .ah ah!
Minggat! Sehari sebelum tanggal pernikahan kejadiannya.
Hari beranjak menua. Langit berombak oleh jajaran mega putih merata di ketinggian. Pantulan sinar matahari berakhir pada kilauan di ubun bukit. Namun setelah itu petang berarak menjelang dengan membawa remang. Menyisakan kerlip serupa kunang-kunang di cakrawala sana.
Rasimah kecil dan kurus menyelinap diam-diam. Meninggalkan rumah tua yang membawa banyak kenangan itu. Ia berlari berjingkat-jingkat diantara rumah tetangga, kandang sapi, kebun singkong, turun ke sungai kecil yang pinggirannya lebat ditumbuhi bambu, menyusurinya menuju ujung dusun. Lewat jalan licin setapak, bersembunyi dari pandangan orang-orang yang lewat. Lalu tiba di stasiun kereta api kecil.
Rangkaian gerbong pasir sedang termangu menunggu kereta cepat melintas. Spontan gadis kecil itu melompat dan membenamkan diri dalam tumpukan pasir hitam basah. Pasrah mau dibawa kemana, yang penting pergi dari rumah. Menjauh, minggat!