Menambah Skill Menulis di Bulan Ramadhan
Sugiyanta Pancasari
Bagi umat Islam, kerinduan terdalam  adalah menunggu datangnya bulan Ramadhan. Dan alangkah beruntungnya jika bisa benar-benar dipertemukan kembali dengan bulan Ramadhan, bulan seribu bulan, bulan penuh ampunan, tempat umat muslim berharap mendulang pahala melalui ibadah puasa, dan ibadah-ibadah lain yang kesemuanya dilipatgandakan pahalanya.
Bahkan tidur pun, jika itu dilakukan demi untuk menghindari kemudharatan, bisa digolongkan sebagai ibadah. Namun tentu itu bukan pilihan yang bijak saat Allah SWT memberlakukan "sale" gedhe-gedhean, dan sungguh sayang bila kesempatan ini kita lewatkan begitu saja.
Sebagaimana hukum perintah berpuasa, wajib bagi umat Islam agar kamu bertaqwa. (QS. Al-baqarag:183), maka bisa diterjemahkan, jika setelah selesai puasa tetapi tidak ada peningkatan (dari sisi kualitas keimanan, ketaqwaan, dan kepribadian) kita termasuk orang-orang yang merugi, yang hanya mendapatkan lapar dan dahaga dalam berpuasa.
Nah, Ramadhan kali ini sungguh teristimewa, saat pandemi belum usai hingga momentum untuk mengaplikasikan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari, atau meningkatkan ketrampilan lain makin terbuka lebar, dikarenakan sebagian besar aktivitas kita berlangsung di dalam rumah dan lingkungan sekitar.
Kita memang selalu berharap, bahwa pasca Ramadhan, kita akan menjadi pribadi yang makin bertaqwa. Jika diartikan dengan sudut pandang kehidupan sehari-hari, berarti akan meningkat pula ketrampilan (skill) kita dibidang yang lain.
Saya pribadi telah berketetapan hati untuk menantang diri sendiri di bidang menulis, sebagaimana telah saya putuskan untuk lebih cepat mengeksekusi ide/gagasan ke dalam tulisan, kebetulan tempat tinggal saya tidak jauh dari mushalla, sehingga setelah selesai salat tarawih berjamaah, saya agendakan khusyuk menulis.
Tidak penting berapa kata dapat saya selesaikan, tidak soal baik atau jelek tulisan yang saya hasilkan. Dalam hal ini saya selalu ingat dan catat petuah dari penulis Dee Lestari: Â "tulisan jelek bisa diperbaiki, tapi halaman kosong tak bisa diapa-apain."
Benar bukan? Juga tidak ada kiat menulis paling "cespleng" kecuali, ambil pena segera tulis, buka lap top dan segera mengetik. Seberapa susahnya? Bila kita menerapkan wajib hukumnya untuk menulis setiap harinya, maka selesaikan!
Masih ada kesempatan untuk melakukan editing, dan itu menjadi pekerjaan paling menantang tapi sekaligus paling menyenangkan.
Terkadang, saya sendiri terheran-heran dengan kata demi kata yang muncul saat tanpa perlu alasan apapun, saya terus menuliskan ide/gagasan apa saja yang ada di kepala dan bersliweran di otak saya.
Saya juga tidak risaukan apakah tulisan saya disukai pembaca atau tidak, baik atau buruk, sebab yang saya ingat adalah, "Menuliskan --pada tahap awal-- dengan hati. Setelah itu perbaiki tulisan anda dengan pikiran. Kunci pertama dalam menulis adalah bukan berpikir, melainkan mengungkapkan apa saja yang Anda rasakan." (William Forrester, dalam film "Dinding Forrester", dikutip dari buku "Menulis Dengan Emosi," karya Carmel Bird, Kaifa, 2001).
Nah, jadi ketahuan rahasianya mengapa sering terjadi tulisan tak pernah jadi sebab kita selalu berkeinginan langsung baik tanpa proses perbaikan dan latihan terus menerus.
Dan Ramadhan kali ini, peningkatan skill menulis inilah yang terus saya gali, bagaimana dengan Anda?
Jogja, 15 April 2021
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI