Bukan saja Cargowo Hadisiswoyo yang kemudian dapat bersepeda motor hingga halaman sekolah tempatnya mengajar, sebagian petani kaya di desa itu juga banyak yang membeli mobil pick-up dan truk untuk mengangkut hasil bumi langsung ke pasar. Lalu lintas di desa Winongo semakin ramai. Anak-anak sekolah lanjutan tidak ada yang berjalan kaki lagi, mereka rata-rata naik sepeda motor. Meningkatnya kemakmuran diikuti semakin ramainya roda perekonomian warga.
Di suatu senja, Cargowo Hadisiswoyo berdiri di sisi pagar pengaman jembatan Nimas Siti Markonah. Gumamnya, “Dik Siti, andaikan kau masih hidup tentu tidak akan ada jembatan ini sekarang. Kematianmu mengilhami adanya jembatan ini. Kau akan hidup abadi sebagai jembatan. Keberadaanmu memberikan manfaat yang tiada tara bagi warga Winongo. Dan ijinkanlah aku menikahi adikmu, Siti Murtinem, sebagai isteriku. Karena apa yang ada pada dirimu dahulu sekarang tampak pada adikmu.”
Senjapun turun perlahan. (*)
Batang, 29 April 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H