Mohon tunggu...
Sugito Hadisastro
Sugito Hadisastro Mohon Tunggu... -

Guru SMK Negeri 1 Batang (Jateng), mempunyai seorang isteri dan tiga orang anak yang sudah dewasa. Menulis novel, cerpen dan artikel yang sebagian diterbitkan, sebagian dipublikasikan media massa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerita Sebuah Sungai

29 April 2017   06:52 Diperbarui: 29 April 2017   08:18 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

CERITA SEBUAH SUNGAI

Sugito Hadisastro

Kali Winongo bukan sekedar sungai tempat air dari pegunungan mengalir menuju muara di laut. Tapi ia lebih sebagai bagian dari kehidupan warga masyarakat Desa Winongo juga. Maka ketika warga merasa berkecukupun karena panen melimpah, sebagian hasil panen dibawa ke Kedung Maeso, bagian dari Kali Winongo yang terletak di ujung desa, untuk diberkati oleh sesepuh desa lalu dimakan bersama. Malamnya mereka menggelar pertunjukan ronggeng semalam suntuk di sana. Mereka menyebutnya sebagai Sedekah Kali.

Hingga kini masih ada sebuah legenda yang hidup dalam masyarakat Desa Winongo tentang sungai tersebut, yaitu bahwa setiap tahun saat musim penghujan banjir Kali Winongo tidak akan surut hingga ada seorang warga desa setempat yang hanyut. Mereka percaya setiap tahun Kali Winongo akan tetap banjir dan menelan korban hingga kapan pun.

Korban yang hanyut bisa siapa saja; laki-perempuan, tua-muda, dan rupawan-burukwan. Juga dapat menimpa orang-orang kaya, miskin, pejabat, penjahat, normal, cacat, dan sebagainya. Dan dapat terjadi kapan saja; pagi, siang, sore, malam, dini hari. Dan menyeret orang sedang apa saja; menyeberang (belum ada jembatan di atas Kali Winongo), mencuci pakaian, mencuci beras, memandikan kerbau, memandikan anak, mandi sendiri, berak, mencari pasir, mencari udang, ikan, rumput di tepian. Korban terakhir yang terseret sungai ini adalah Siti Markonah. Dan sejak itu pulalah maka sejarah Kali Winongo berubah drastis. Berikut kisahnya.

Siti Markonah sedang mencuci pakaian ketika arus besar tiba-tiba datang menyeretnya ke muara. Dua hari kemudian jasadnya baru ditemukan nelayan lima puluh kilo meter dari tempatnya hanyut. Lima bulan ke depan Siti Markonah akan menikah dengan Cargowo Hadisiswoyo, seorang guru SD yang mengajar di Desa Winongo. Cargowo Hadisiswoyo bukan penduduk Desa Winongo. Setiap hari dia harus pergi dan pulang menyeberangi sungai itu untuk mencapai sekolah tempatnya mengajar. Sepeda motornya dia titipkan di warung yang terletak di sisi lain sungai sebelum menyeberang. Dari sungai ke sekolah dia berjalan kaki. Begitulah selama hampir lima tahun. Kematian tunangannya sangat memukul perasaan Cargowo Hadisiswoyo. Dia memutuskan istirahat tiga hari di rumah. Pada hari keempat dia berangkat ke sekolahnya, dan sebelum mengajar dia memperlihatkan gambar sesuatu kepada kepala sekolahnya, Pak Katimin Harjodiwongso.

Pak Katimin Hardjodiwongso mengamati gambar itu. Katanya, “Ini sebuah gambar jembatan, bukan?”

“Betul, Pak. Saya ingin meminta persetujuan warga Winongo supaya saya dapat membawa gambar ini ke Dinas Pekerjaan Umum. Kematian Dik Siti Markonah harus menjadi yang terakhir. Saya berharap tidak ada orang desa Winongo yang hanyut lagi di Kali Winongo.”

Pak Katimin Hardjodiwongso menepuk bahu anak buahnya, “Semoga kau berhasil.”

“Terima kasih, Pak. Mohon doa restunya.”

Singkat cerita Cargowo Hadisiswoyo membawa konsep gambar jembatan kerangka besi itu ke rapat bulanan masyarakat Desa Winongo di balai desa. Hampir semua pejabat desa hadir; kepala desa Subali Sastromenggolo, sekretaris desa Darmikun Artomoro, jagabaya Karyubi Ngabdulmanan, kepala dukuh 1, kepala dukuh 2, kepala dukuh 3, dan seterusnya. Juga dihadirkan tokoh-tokoh masyarakat Winongo; Mbah Mangun Mertoyudo, Mbah Drono Kapirin, dan Mbah Kamijan Reksomegono. Tak ketinggalan tokoh-tokoh pemuda dan karang taruna; Maliki Jabalkat, Anggraito Purwojenggolo, Wuryani Sapingun, Sunipah Wiryodimejo, Tarkenyo Menyonyo, dan Barekno Kumisnyoroto.    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun