Mohon tunggu...
SUGITO (55522120037)
SUGITO (55522120037) Mohon Tunggu... Wiraswasta - Jurusan Magister Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Dosen Pengampu : Prof. Dr. Apollo.M.Si.AK - Mata Kuliah Manajemen Pajak
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Sugito - NIM: 55522120037 - Jurusan Magister Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Dosen Pengampu : Prof. Dr. Apollo.M.Si.AK - Mata Kuliah Manajemen Pajak.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TB1 Manajemen Pajak

14 Oktober 2023   07:34 Diperbarui: 14 Oktober 2023   10:42 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fenomena Manajemen Tatakeloa Pada Pemotongan PPh; Paradoks Antara Kepatuhan, Dan Penghindaran Pajak

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MERCU BUANA

2023

1.1. Latar Belakang Masalah

Pajak menjadi salah satu bagian yang terpenting dalam menjalankan aktifitas pemerintahan di seluruh dunia ini termasuk di Indonesia. Pajak diposisikan sebagai faktor utama penggerak aktivitas dan program dari pemerintah. Hal ini disebabkan karena pajak menjadi bagian yang utama dalam sumber penerimaan negara. Peneriman pajak tersebut nantinya akan digunakan untuk kepentingan negara antara lain kepentingan untuk menjalankan program-program pemerintahan yang tujuan akhirnya adalah dapat dinikmati oleh masyarakat atau rakyat yang sudah berkontribusi terhadap pajak tetapi masyarakat atau rakyat secara luas. Oleh karena itu pemerintah saat ini menfokuskan dan menitik beratkan pada pemaksimalan penerimaan dari sektor pajak. Jika penerimaan pajak tidak bisa maksimal maka bisa dibayangkan bahwa nantinya program-program yang sudah dirancang oleh pemerintah akan mengalami kendala dalam hal keuangan.

Ketika dalam praktik kehidupan nyata, perusahaan cenderung berupaya meminimalkan segala biaya usaha perusahaanya, termasuk beban pajak dengan berbagai cara. Bagi perusahaan, dengan adanya beban pajak maka akan mengurangi bagian laba yang seharusnya dibagikan kepada pihak manajemen dan pemilik modal perusahaan. Oleh karena itu, manajer akan berupaya semaksimal mungkin untuk meminimalkan beban pajak baik dengan cara memanfaatkan kelemahanketentuan perpajakan maupun dengan cara yang lainya. Sedangkan bagi negara, pajak sebagai sumber pembiayaan bagi kegiatan negara. Apabila  sumber dana tidak mencukupi, makan kegiatan operasional negara otomatis dapat terganggu. Perbedaan kepentingan antara perusahaan dan pemerintah tersebut mengharuskan pemerintah harus lebih memperketat pengumpulan dana dari masyarakat agar tujuan negara dalam mencapai kesejahteraan masyarakat dapat berjalan dengan lancer dan sesuai harapan.

Tahun 2019 baru terungkap bahwa PT. Adaro Energy, Tbk diduga melakukan praktik penghindaran pajak dengan melakukan transfer pricing. Di  Indonesia  sendiri, telah terjadi  beberapa  kasus  serupa  seperti  pada  PT. Toyota  Motor Manufacturing, PT. Unilever Indonesia,Tbk dan PT. Nestle. Praktik transfer pricing sendiri telah dilakukan oleh banyak perusahaan, terutama pada perusahaan multinasional, dimana dilakukan dengan pihak istimewa. Adanya   transfer pricing dengan pihak istimewa mampu mengakibatkan terjadinya pengalihan laba dan dasar pengenaan pajak dari pihak satu ke pihak lainnya, yang mana mampu direk ayasa sedemikian rupa (Sitanggang, R dan Firmansyah, 2021).

Fenomena yang terjadi di PT Perisai Samudra Mandiri (PSM), Zulfikar Shafdar Zamzami, dihukum 2,5 tahun penjara dan denda Rp 33 miliar. Sepanjang 2010-2012, PT PSM melakukan laporan keuangan sedemikian rupa. Termasuk membuat faktur pajak yang tidak sesuai dengan aslinya. Seharusnya, PT PSM selama 2 tahun itu membayar pajak Rp 16 miliar. Tetapi yang dibayarkan hanya Rp 1,6 miliar. Atas hal itu, penyidik Ditjen Pajak mengusut. Zulfikar duduk di kursi pesakitan.

Usaha pengurangan pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara misalanya dengan cara penggelapan pajak (tax evasion) dan penghindaran pajak (tax avoidance). Penggelapan pajak merupakan usaha yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengurangi pajak dengan melanggar peraturan perpajakan yang berlaku. Penghindaran pajak yaitu meminimalkan beban pajak dengan memanfaaatkan kelemahan ketentuan perpajakan. Misalnya melaporkan pendaptan bersih lebih kecil dari yang sebenarnya. Penhindaran pajak dianggap tidak melanggar peraturan perpajkan dan suatu tindakan yang legal karena perubahan hanya memanfaatkan kelemahan dalam undang-undang perpajakan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas di dalam makalah tentang Wirausaha ini adalah sebagai berikut:

1. Apa itu Manajemen Pajak?

2. Kenapa menghindari pajak?

3. Bagaiman meningkatkan kepatuhan wajib pajak?

1.3. Tujuan 

1. Untuk mengetahui manajemen pajak

2. Untuk mengetahui masih ada yang menghindari pajak

3. Untuk mengetahui meningkatkan kepatuhan wajib pajak

Dok. pribadi
Dok. pribadi

2. Apa Pengertian Manajemen Pajak

Menurut Lumbatoruan dalam Hidayat (2021), manajemen pajak merupakan sarana pemenuhan kewajiban perpajakan secara legal dengan mekanismenya jumlah pajak yang dibayarkan dapat dikurangkan seminimal mungkin dengan tujuan memperoleh keuntungan dan likuiditas yang diinginkan. Manajemen pajak bukan merupakan penggelapan pajak yang melanggar aturan perpajakan dalam Undang-Undang yang berlaku yang berdampak pada kerugian negara.

Manajemen pajak ialah skema pemenuhan kewajiban pada perpajakan yang mana total pajak yang terutang dapat diminimalkan guna memperoleh laba yang maksimal. Tujuan manajemen pajak tersebut yaitu untuk mengatur perpajakan sehingga beban pajaknya tidak melebihi jumlah yang semestinya. Manajer wajib menggunakan sumber daya perusahaan secara efektif dan efisien supaya nilai perusahaan meningkat dengan memperbaiki kinerja perusahaannya. Efisiensi pembayaran pajak merupakan salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Manajemen pajak merupakan tindakan perusahaan untuk menangani masalah perpajakan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian yang akan bermanfaat dalam jangka panjang (Azura, 2020).

Fungsi dari melakukan manajemen pajak secara umum adalah dapat melakukan perhitungan dan pembayaran pajak dan usaha secara efisien. 

Tujuan manajemen pajak untuk mencapai laba, efisiensi pembayaran pajak, dan melakukan pembayaran pajak dengan tepat waktu.

Persyaratan Tax Planning yang baik Tax Planning merupakan tahap awal dari manajemen pajak, dimana dilakukan penelitian terhadap peraturan perpajakan agar diseleksi jenis dan tindakan pajak yang akan dilakukan. Untuk dapat meminimumkan kewajiban pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara baik yang masih memenuhi ketentuan perpajakan (lawful) maupun yang melanggar peraturan perpajakan (unlawful) seperti tax avoidance dan tax evasion. Perencanaan perpajakan umumnya selalu dimulai dengan meyakinkan apakah suatu transaksi atau fenomena terkena pajak. Kalau fenomena tersebut terkena pajak, apakah dapat diupayakan untuk dikecualikan atau dikurangi jumlah pajaknya.

Dalam penerapan manajemen pajak Anda bisa menggunakan beberapa teknik dasar dibawah ini :

* Buat rekonsiliasi data akuntansi meliputi pendapatan penjualan yang disesuaikan dengan SPT Masa PPN atau beban pajak pegawai dengan penghasilan SPT PPh Psl 21

* Pastikan sistem administrasi keuangan Anda mampu melakukan perhitungan pajak dengan tepat serta pembayaran pajak yang sesuai

* Kontrol sistem arsip dan dokumentasi bukti transaksi mulai dari perjanjian jual beli hingga korespondensi pajak dan pelaporannya

* Lakukan tax audit dengan menggunakan jasa pihak ketiga seperti konsultan pajak untuk memeriksa kewajiban pajak Anda

Dengan menerapkan manajemen pajak wajib pajak juga mampu melakukan estimasi pajak yang ditanggung. Manajemen pajak dibutuhkan untuk mengontrol transaksi rutin perpajakan sehingga menghindari koreksi fiskal yang terlalu banyak saat pelaporan SPT. Dalam penerapan manajemen pajak perusahaan juga perlu memperhatikan kerangka waktunya meliputi :

1. Routine Budget Process Time frame yang meliputi transaksi bersifat rutin baik jangka pendek maupun jangka panjang.

2. Build-in Under Corporate Planning Corporate tax management yakni ketika perusahaan memiliki strategi bisnis maka perlu dipikirkan pula strategi tax planning. Sebagai contoh pembukaan gerai baru tentu perlu sentralisasi PPN fund untuk mempermudah perhitungan PPN yang dipungut.

3. Incidental atau saat terjadi transaksi khusus pada waktu tertentu misalnya saja ketika pengambilalihan usaha maupun ketika perusahaan IPO tentu perlakukan pajaknya juga berbeda.

Contoh Penerapan Manajemen Pajak

Suatu perusahaan condong melakukan penjualan ekspor ketimbang dalam negeri. Bahan baku untuk memproduksi produk menggunakan bahan baku dari luar negeri. Setiap pembelian bahan baku tersebut tentu dikenakan tarif PPN 11%. Sementara penjualan ekspor memiliki tarif PPN 0%. Hal ini nantinya berimbas pada PPN masukan lebih besar ketimbang PPN keluaran.

Penerapan manajemen pajak dalam kasus diatas bisa dengan mengelola faktur pajak masukan, voucher pembayaran hingga bank account. Tindakan ini untuk mengelola restitusi pajak yang berjalan. Selain itu pencatatan akuntansi dan rekonsiliasi bank harus tertata dengan baik dan sesuai.

2.1. Kenapa Menghindari Pajak

Tax avoidance merupakan praktik yang umumnya dilakukan oleh Wajib Pajak guna meminimalisir pembayaran beban pajak individu atau perusahaan yang terutang pada kas negara. Hal tersebut tentu membawa dampak buruk bagi negara karena bisa mengakibatkan berkurangnya pendapatan negara dari sektor pajak. Adapun Wajib Pajak mempunyai berbagai cara untuk melakukan praktik tax avoidance.

Sebagai salah satu contohnya, fasilitas atau keringanan pajak yang didapatkan oleh para pelaku UMKM Indonesia melalui ketentuan pada PP Nomor 23 Tahun 2018 sering kali disalahgunakan oleh pengusaha-pengusaha nakal yang tidak mau membayar PPh. Seperti kita ketahui, dengan kebijakan ini pelaku UMKM hanya diwajibkan membayar PPh dengan tarif sebesar 0,5% dari peredaran bisnis. Maka, untuk memanfaatkan fasilitas tersebut, oknum nakal bisa saja memecah laporan keuangan badan dan usaha pribadi agar peredaran bruto tidak melebihi Rp 4,8 miliar.

Sementara tax evasion merupakan tindakan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan tujuan mengurangi jumlah pajak terutang atau sama sekali tidak membayar pajak melalui cara-cara illegal. Contoh umum dari tax evasion adalah Wajib Pajak tidak melaporkan sebagaian atau seluruh penghasilannya dalam SPT atau membebankan biaya-biaya yang tidak seharusnya dijadikan pengurang penghasilan untuk tujuan meminimalkan beban pajak. Jelas, tindakan illegal ini sangat merugikan negara.

Pajak dipandang sebagai sesuatu yang tidak menguntungkan bagi perusahaan. Sesuatu yang tidak menguntungakan ini biasanya mendorong adanya upaya untuk melakukan penghindaran atau perlawanan pajak. Tindakan menyelewengan dan penghindaran merupakan salah satu bentuk dari perlawanan terhadap pajak. Menghindari pajak (Muyani et al.). untuk meminimumkan kewajiban pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik yang masih memenuhi ketentuan perpajakan (lawful) maupun yang melanggar peraturan perpajakan (unlawful). Istilah yang sering digunakan adalah tax avoidance dan tax evasion.

Pengindaran pajak adalah rekayasa 'tax affairs' yang masih tetap berada dalam bingkai ketentuan perpajakan (lawful). Menurut Mardiasmo dalam Prakosa (2014), penghindaran pajak adalah suatu usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang yang ada.

Tujuan dibentuknya undang- undang dalam memungut pajak warga negaranya adalah untuk mendapatkan penghasilan negara dari pajak sebesar-besarnya. Munculnya celah-celah dalam undang-undang perpajakan membuat praktik penghindaraan pajak (tax avoidance) sering dilakukan wajib pajak. Dalam hal ini praktik tersebut memang tidak melanggar isi dari undang undang tersebut (The letter of law), tetapi tidak mendukung tujuan dibentuknya undang-undang perpajakan tersebut.

Penghindaran pajak ini ialah perlawanan aktif yang berasal dari wajib pajak. Hal ini dilakukan ketika SKP (Surat Ketetapan Pajak) belum dikeluarkan. Penghindaran pajak ini dilakukan untuk mengindari kewajiban perpajakan atau untuk mengurangi kewajiban perpajakan. Dalam perundang-undangan di Indonesia penghindaran pajak belum diatur secara gamblang.

Karakteristik wajib pajak yang melakukan penghindaran pajak dapat dibedakan menurut golongan wajib pajak, mulai dari wajib pajak besar sampai wajib pajak biasa-biasa saja. Wajib pajak besar cenderung memanfaatkan kemampuan keuangannya yang besar untuk menyewa orang yang andal dan tahu celah-celah di dalam undang-undang perpajakan sedangkan wajib pajak biasa biasanya menahan untuk membeli, mempergunakan, bekerja pada sesuatu hal untuk menghindari pengenaan pajak.

Praktik penghindaran pajak masih dilakukan karena adanya pepatah kuno yang menyatakan "tak seorang pun suka membayar pajak". Banyak cara dilakukan wajib pajak dalam menghindari pajak. Cara yang dilakukan antara lain sebagai berikut:

1. Pinjaman ke bank yang nominalnya besar

Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang- Undang Pajak Penghasilan memasukkan bunga menjadi biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha. Wajib pajak meminjam ke bank dengan nominal yang besar sehingga bunga pinjaman semakin besar pula, bunga pinjaman ini dibebankan dalam laporan keuangan fiskal wajib pajak, tetapi pinjaman tersebut bukan untuk menambah modal wajib pajak sehingga penjualan tidak berkembang dan membuat keuntungan tidak bertambah.

2. Pemberian natura dan kenikmatan

Pemberian natura (kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu tidak boleh dibebankan menjadi biaya yang dapat dikurangkan. Praktik ini misalnya pegawai diberi tunjangan beras (natura) di daerah yang bukan daerah tertentu dalam bentuk beras utuh. Praktik ini sebenarnya tidak boleh dibiayakan dalam laporan keuangan fiskal perusahaan karena beras tersebut bukan merupakan penghasilan bagi karyawannya.

Perusahaan mencari cara agar pemberian natura tersebut dapat dibiayakan dengan cara memberi tunjangan beras dalam bentuk uang. Bagi karyawan tunjangan tersebut merupakan penghasilan yang menjadi objek pajak sedangkan bagi perusahaan tunjangan tersebut merupakan beban yang dapat dibiayakan dalam laporan keuangan fiskal. Atas beban ini tetap dapat dibiayakan karena perusahaan memberi uang kepada yayasan penyalur beras (hal ini bisa menjadi biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan sesuai Pasal 6 ayat (1) huruf b)

3. Hibah

Hibah yang terdapat dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a angka 2 UU No.36 tahun 2008 mengatur bahwa harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dikecualikan dari objek Pajak. Harta hibahan seperti tanah dan bangunan yang diberikan oleh kakek kepada cucunya merupakan objek pajak karena harta hibahan yang diterima bukan dalam garis keturunan lurus satu derajat.

Wajib pajak seperti kakek tersebut mencari celah agar tidak dikenakan PPh dengan cara memberi harta hibahan ke Tn. B yang merupakan anak dari sang kakek, kemudian harta yang secara sah sudah menjadi milik Tn. B diberikan lagi ke Tn. B yang merupakan anak dari Tn. B  (cucu sang kakek).

4. Pemanfaatan PP Nomor 23 tahun 2018

Pengusaha dan pelaku UMKM yang memiliki pendapatan kurang dari Rp4,8 miliar dalam satu tahun pajak dapat membayar pajak sebesar 0,5 persen dari peredaran brutonya. Pengusaha nakal dapat saja menggunakan fasilitas ini bila wajib pajak tersebut memiliki usaha pribadi dan badan dengan cara memecah-mecah laporan keuangan dari semua usaha wajib pajak tersebut.

Contoh kasus bila Tn. A memiliki usaha pribadi dengan peredaran bruto sebesar lima miliar rupiah dan perusahaan CV. ADC yang dimiliki Tn. B dengan peredaran bruto sebesar satu miliar rupiah. Tn. B memecah peredaran bruto usaha pribadinya sebesar dua miliar rupiah ke CV. ADC yang dimiliki Tn.B.

2.2. Bagaimana Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran Rakyat (UU KUP no 28 tahun 2007). Pajak memiliki 2 fungsi yaitu: fungsi budgetair (sumber keuangan negara) dan fungsi regularend (pengatur). Fungsi-fungsi tersebut sangatlah vital. Oleh karena itu, penerimaan pajak bagi suatu negara merupakan suatu hal yang sangat penting.

     Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan rasio pajak Indonesia rendah. Penyebab rendahnya rasio pajak Indonesia dikarenakan tingkat kepatuhan masyarakat membayar pajak masih rendah. Tidak hanya itu, sebagian masyarakat yang masih menganggap membayar pajak merupakan bentuk penjajahan dan bukan suatu kewajiban.

Setiap tahun muncul basis pemajakan yang akan terus bertambah seiring kinerja Ditjen Pajak dalam kegiatan ekstensifikasi dan pengawasan. Sebagai contoh, Wajib Pajak Badan atau Pengusaha yang mengikuti program amnesti pajak secara otomatis akan menjadi basis pemajakan baru. Karena, dengan mengikuti amnesti pajak, berarti secara tidak langsung Wajib Pajak mengakui kekeliruan dalam menghitung kemampuan finansialnya. Mereka ini akan menjadi pembayar pajak baru atau membayar pajak lebih besar pada tahun berikutnya. Sehingga, basis pemajakan akan menjadi lebih luas, baik secara kuantitas maupun kualitasnya.

  Beberapa wajib pajak mempunyai kepatuhan yang buruk dengan tidak membuat dan menyampaikan laporan kegiatan usaha secara periodik secara benar, lengkap dan jelas, baik laporan bulanan atau masa maupun tahunan. Yang memprihatinkan adalah wajib pajak semacam ini berjumlah paling banyak dari seluruh wajib pajak terdaftar. Patut menjadi perhatian lebih serius bagi Ditjen Pajak agar masalah ini bisa diatasi dan diawasi secara lebih.

whatsapp-image-2023-10-14-at-04-25-34-2-6529fb7cee794a0dc31e8f32.jpeg
whatsapp-image-2023-10-14-at-04-25-34-2-6529fb7cee794a0dc31e8f32.jpeg

  Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya kepatuhan wajib pajak antara lain:

1. ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan publik,

2. pembangunan infrastruktur yang tidak merata, dan

3. banyaknya kasus korupsi yang dilakukan pejabat tinggi.

Dalam sesi tanya jawab pada beberapa kegiatan sosialisasi perpajakan yang dilakukan, salah satu penyebabnya adalah masyarakat kurang merasakan manfaat dari pajak yang telah dibayar, misalnya masih banyaknya jalan yang rusak dan sarana publik yang tidak memadai serta kasus korupsi yang kerap mendera pejabat eksekutif pemerintahan baik pusat ataupun daerah.

Dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak terdapat bebrapa faktor yang berasal dari Internal dan Eksternal, diantaranya sebagai berikut :

2.2.1. Internal 

a) Strenght (Kekuatan)

1. Upaya sosialisasi tentang perpajakan Dengan adanya upaya sosialisasi tentang perpajakan kepada wajib pajak. Maka akan mampu untuk membantu meningkatkan sebuah pengetahuan wajib pajak tentang perpajakan yang ada di Indonesia.

2. Efektifitas pelayanan dari help desk Dengan efektifnya pelayanan yang diberikan oleh bagian helpdesk maka kesulitan-kesulitan dan kebingungan yang dialami oleh wajib pajak dapat terselesaikan dengan cepat. Sehingga dapat meminimalisirkan kendalakendala yang dialami.

3. Diklat dan pendidikan kepegawaian Diklat pegawai selalu dilakukan oleh pihak KPP Pratama Surabaya Sawahan ketika seorang pegawai telah resmi menjadi PNS. Kegiatan tersebut berguna untuk menambah wawasan pegawai dalam melakukan pekerjaan.

b) Weakness (Kelemahan)

1. Lemahnya sanksi yang diberikan Lemahnya sanksi yang ada seperti sanksi administrasi jika tidak melaporkan SPT Tahunan hanya berbentuk denda yang hanya sebesar Rp 100.000 untuk wajib pajak pribadi dan Rp 1.000.000 untuk wajib pajak badan. Dengan sanksi yang hanya seperti itu akan dianggap remeh oleh wajib pajak.

2. Implementasi rencana kerja penyuluhan yang belum optimal Dalam melakukan sebuah sosialisasi perpajakan atau penyuluhan informasi kepada wajib pajak. KPP Pratama mempunya rencana kerja penyuluhan, tetapi sayangnya rencana kerja tersebut masih belum dijalankan secara optimal.

2.2.2. Eksternal 

c) Opportunities (Peluang)

1. Respon positif dari wajib pajak terhadap kegiatan sosialisasi KPP Pratama Surabaya Sawahan dalam memberikan sosialisasi atau penyuluhan tentang perpajakan. Selalu mendapatkan respon yang positif. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti banyak informan dari wajib pajak yang mengungkapkan respon positifnya atas kegiatan penyuluhan yang dilakukan KPP Pratama Surabaya Sawahan.

2. Terdapat undang-undang yang sudah mengatur tentang kewajiban perpajakan Dengan adanya perundang-undangan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, maka akan bisa menjadi sebuah peluang bagi KPP Pratama Surabaya Sawahan guna lebih menekankan wajib pajak agar patuh dalam kewajiban perpajakan.

3. Memberikan informasi-informasi perpajakan melalui media social Dengan adanya media-media sosial seperti saat ini, akan lebih mempermudah KPP Pratama Surabaya Sawahan dalam memberikan informasi-informasi terkait perpajakan dan tentunya juga mempermudah wajib pajak dalam mendapatkan informasi.

d) Threats (Ancaman)

1. Kendala dalam melakukan pelaporan SPT Tahunan secara online Dalam proses wawancara kepada wajib pajak. Peneliti kerap menemukan kendala-kendala yang dialami para wajib pajak dalam melakukan lapor SPT Tahunan secara online. Dikarenakan dengan situasi seperti saat ini dengan fenomena pandemi yang masih belum juga selelasi, maka kegiatan-kegiatan wajib pajak yang harusnya dapat dilakukan secara langsung di KPP Pratama Surabaya Sawahan menjadi terhambat dan diarahkan ke sistem online. Sedangkan tidak semua wajib pajak mengetahui bagaimana cara pengoprasiannya.

2. Kurangnya pengetahuan wajib pajak terhadap kewajiban perpajakan Kurangnya pengetahuan wajib pajak akan menjadi sebuah kendala bagi wajib pajak sendiri untuk melakukan kewajiban perpajakan. Hal tersebut juga dikarenakan rendahnya tingkat pendidikan dari beberapa wajib pajak. 3. Rendahnya tingkat kesadaran wajib pajak Tingkat kesadaran wajib pajak juga merupakan sebuah kendala dalam meningkatkan kepatuhan. Dengan tingkat kesadaran yang rendah dalam kewajiban perpajakan akan membuat wajib pajak menjadi acuh tak acuh atau tidak peduli terhadap kewajiban dalam perpajakan.

Daftar Pustaka

Deanna Puspita, (2017), Faktor-faktor Yang Memengaruhi Penghindaran Pajak Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Bisnis Dan Akuntansi Vol.19, No. 1, Juni 2017, Hlm. 38-46 ISSN: 1410-9875 http://www.tsm.ac.id/JBA

Zildjianika Salfa Bela, (2022), Pengaruh Firm Size, Leverage, dan Profitability terhadap Manajemen Pajak dengan Indikator Tarif Pajak Efektif (Studi pada Perusahaan Sektor Kesehatan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2017-2020). Jurnal Ekombis Review, Vol. 11 No.1 Januari 2023 page: 245 -- 254| 245 ISSN: 2338-8412

Niko Dwi Laksono, Adi Soesiantoro, Yusuf Hariyoko  (2022), STRATEGI MENINGKATKAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Sawahan). Jurnal Penelitian Administrasi Publik, Vol.2 No.2, Maret (2022) e-ISSN: 2797-0469

 Yusrina Widya Santi, Yetty Murni, Hindradjid Harsono (2022), FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGHINDARAN PAJAK PADA PERUSAHAAN PUBLIK DI INDONESIA. JIAP Vol 3 (1) (Maret 2023) hal: 16 -- 30 e - ISSN 2776-1835 p - ISSN 2774-9517

https://pajak.go.id/id/artikel/menakar-kadar-kepatuhan-wajib-pajak

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun