Di balik setiap musibah, selalu ada berkah. Ada berkah yang tersembunyi. Ada rahmat yang terselubung. Ada anugerah yang perlu kita cermati. Seringkali orang tidak mampu menangkap berkah-berkah itu, karena terlalu sibuk dengan diri sendiri dan usaha keras untuk mengatasi musibah, sehingga lupa untuk berhenti dan berpikir sejenak. Stop and think. Berrhenti dan berpikir. Untuk apa? Supaya kita dapat menangkap berkah-berkah yang tersembunyi di balik musibah itu.
Pagebluk Covid-19 yang melanda seluruh umat manusia di dunia ini merontokkan seluruh sendi kehidupan. Manusia dibuat tak berdaya oleh "musuh yang tak kasat mata itu". Bahkan teroris yang paling sadis pun bertekuk lutut  di hadapan sang Covid-19, yang telah menelan banyak korban itu.
Banyak usaha yang telah dilakukan oleh berbagai negara yang terlanda pandemi itu. Masing-masing menggunakan cara yang sesuai dengan kondisi dan situasi di negaranya. Kabar baiknya, dengan adanya bencana global itu, negara-negara yang tadinya berseteru, kini berdamai untuk secara bersama menghadapi bencana global itu. Â Â Bahkan negara yang paling awal tertimpa musibah itu, dan kini telah bangkit, tidak sedikit memberikan bantuan kepada negara-negara lain untuk menanggulangi pandemi global itu secara bersama-sama.
Di negeri kita, tak sedikit upaya pemerintah yang dilakukan untuk mencegah dan menangkal beredarnya wabah itu supaya tidak  merambah ke seluruh negeri. Baik penanganan secara langsung terhadap orang yang tedampak maupun tidak langsung dengan berbagai peraturan yang seharusnya dilaksanakan secara patuh oleh setiap warga negara. Kerja di rumah saja, jaga jarak dengan orang lain, gunakan masker, cuci tangan dengan sabun, jaga kebersihan, jaga kesehatan tingkatkan terus daya tahan tubuh. Itulah nasihat-nasihat yang pantas kita laksanakan tanpa syarat.
Sebagai warga negara yang baik, sumbangan apa yang telah kita lakukan bagi negeri tercinta ini dalam menghadapi musuh bersama yang tak kasat mata itu? Telah banyak yang dilakukan negara untuk kita, lalu apa sumbangan kita? Jika kita tidak bisa memberikan sumbangan, paling tidak kita tidak nyinyir merecoki yang justru membuat kekacauan dan kegalauan orang lain. Kita ikuti saja aturan yang telah ditetapkan tanpa banyak menyalahkan, mengomeli, mengeritik, merepet dan nyinyir. Toh masalah tidak akan selesai dengan menyalahkan, mengomeli dan menyinyiri.
Sambil bekerja di rumah, marilah kita mencoba mencari hikmah di balik musibah yang melanda dunia kita ini. Saatnya kita masuk ke dalam suasana  tenang, hening, untuk merenung supaya kita dapat menang (nang ning nung nang).
K.H. Mustofa Bisri atau yang lebih sohor dengan panggilan Gus Mus, dengan apik menuliskan puisinya "Tuhan Mengajarkan Melalui Corona". Sebagian liriknya itu mengatakan:
"Ketika Corona datang, engkau dipaksa mencari Tuhan. Bukan di Basilika Santo Petrus, bukan di Ka'bah, bukan di gereja, bukan di masjid, bukan di mimbar khotbah, bukan di majelis taklim, bukan di dalam misa Minggu, bukan dalam sholat Jumat. Melainkan pada kesendirianmu, pada mulutmu yang terkunci, pada hakekat yang senyap, pada keheningan yang bermakna.
Corona mengajarimu, Tuhan itu bukan (melulu) pada keramaian. Â Tuhan itu bukan (melulu) pada ritual. Tuhan itu ada pada jalan keputusasaanmu dengan dunia yang berpenyakit...." (The Proviten Media)
Itulah salah satu hikmah yang kita temukan di balik musibah pandemik global Covid-19. Kita dapat menemukan Tuhan justru pada keputusasaan, kesedihan, kekhawatiran, kebingungan, kesakitan yang kita tarik dalam keheningan yang senyap.
Hikmah lain yang kita dapatkan dari Corona ini adalah kesadaran kita untuk mengakui bahwa kita memiliki sesuatu yang luar biasa yang mungkin selama ini tidak kita sadari, yaitu kekuatan pikiran. Doug Hooper dalam bukunya You Are What YouThink, mengungkapkan betapa dahsyatnya kekuatan pikiran kita. Kita adalah apa yang kita pikirkan, yang seringkali secara sengaja dimanfaatkan oleh para motivator sebagai senjata untuk membangkitkan semangat orang lain.