Mohon tunggu...
Teha Sugiyo
Teha Sugiyo Mohon Tunggu... Guru - mea culpa, mea maxima culpa

guru dan pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

(HUT RTC) Syukur dan Tafakur

2 Maret 2016   20:29 Diperbarui: 2 Maret 2016   20:41 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

  [caption caption="Tafakur. Sumber: sesawi.net"][/caption]

Minggu pertama (Terinspirasi oleh Puisi)

 

Dear RTC,

Pernahkah kita merumpikan keberadaan diri kita masing-masing di tengah kegalauan dunia yang kini lebih banyak menawarkan kabar-kabar buruk ketimbang kabar-kabar baik? Setiap saat kita dicekoki warta-warta takbaik yang membuat bumi yang kita huni gonjang-ganjing tidak nyaman dan jauh dari damai sejahtera.

Aku, kau dan dia adalah kita. Kita tak pernah dapat memilih dari siapa kita dilahirkan, orangtua macam apa yang kita inginkan, tetapi kita sudah telanjur ada dalam keberadaan kita hic et nunc, seperti di sini saat ini. Kita memang tak dapat mengubah arah angin, tetapi kita dapat mengubah arah sayap kita.

Hidup memanglah sebuah pilihan. Kita dijatuhi  hukuman yang berupa kemerdekaan. Mari kita pulang ke pangkuan nurani dan menyadari diri. Bahwa kita adalah makhluk jasmani dan sekaligus rohani. Sebagai makhluk jasmani kita perlu memenuhi kebutuhan jasmani.  Demikian pula sebagai makhluk rohani kita juga butuh makanan abadi. Keseimbangan! Itulah kuncinya.

Sebagai makhluk jasmani kita perlu membanting-bantingkan tulang memeras keringat pada siang terang benderang dalam kerja yang bermakna, sebagai ungkapan syukur memuliakan diri,  hamemayu hayuning bawana.. Pada saat gelap malam kita perlu bersedekap menghadap untuk mengais rizki ilahi dalam hening sunyi sepi menangisi salah dan dosa yang tak kunjung henti kita lakoni demi kesejahteraan rohani.

Doa dan karya. Ora et Labora. Seimbang, supaya tidak jomplang! Mari kita bekerja keras dan bijak demi kesejahteraan jasmani. Mari kita mendaraskan tobat dan doa demi kebahagiaan abadi!

 

Terinspirasi oleh puisi Jeihan

SYUKUR DAN TAFAKUR

pro: Kita

mari kita cuci

diri kita dengan

peluh sendiri

di siang hari

 

dan

mari kita basuh

hati kita dengan

air mata sendiri

di malam hari

 

1999

Diambil dari Lima Rukun, buku puisi (2013).

Catatan:

Jeihan adalah maestro pelukis dari Bandung, teman sekelas Sapardi Djoko Damono, sewaktu SMA

 

Dan karya ini diikutsertakan dalam rangka HUT RTC 

 [caption caption="sumber: Rumpies "]

[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun